Jumat, 3 Desember 2021

Harga Minyak Sawit Akan Tetap Berkilau

Harga Minyak Sawit Akan Tetap Berkilau

Foto: PENI SP
Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum III GAPKI

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Kabar sangat baik bagi semua pekebun sawit dan neraca perdagangan negara karena harga minyak sawit mentah (CPO) akan bertahan tinggi di atas US$1.000/ton.
 
Senyum para pelaku industri sawit terus berkembang tahun ini. Pasalnya, harga sepanjang tahun sangat tinggi, bahkan sempat menyentuh titik tertinggi sepanjang masa, US$1.450/ton (Cif Rotterdam) 19 Oktober 2021.  Dan saat ini pun harga masih sangat tinggi sekitar US$1.300/ton. 
 
Produksi Bermasalah
Banyak orang bertanya-tanya mengapa bisa setinggi itu dan sampai kapan tetap tinggi. Pada hari kedua acara tahunan ke 17 Indonesia Palm Oil Conference 2021 & 2022 Price Outlook, 1-2 Desember 2021, Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang menjabarkan analisisnya. 
 
Dari sisi suplai, “Produksi Indonesia yang sebelumnya saya perkirakan akan sedikit terangkat pada Oktober, lalu menurun saat November dan Desember. Ternyata produksi abnormal Juli-September berlanjut. September-Oktober masih rendah juga November. Apakah Desember akan sedikit terangkat?” ulas Togar dalam gelaran prestisius yang digelar secara virtual itu (2/12).
 
Dalam jangka pendek, lanjut dia, harga rendah pada 2018-2019 membuat perusahaan dan petani menunda pemupukan, bahkan tidak memupuk kebun mereka. Ditambah musim kemarau 2019 menimbulkan dampak ganda terhadap produksi sawit Indonesia dan Malaysia. 
 
“Akibatnya, produksi sangat tidak normal sehingga tahun ini tidak terjadi bulan-bulan produksi puncak di Indonesia juga di Malaysia,” terang bapak yang sudah berkecimpung di bisnis sawit sekitar 30 tahun ini. 
 
Dalam jangka menengah, 2022 dimulai dengan stok tipis. Kuartal pertama biasanya terbilang periode produksi terendah sepanjang tahun. Kalau ketidaknormalan produksi berlanjut sampai kuartal pertama, berarti produksi kita bermasalah. 
 
Dalam jangka panjang, 40% kebun dimiliki petani dengan rata-rata produktivitas masih rendah dan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang bertujuan menaikkan produktivitas masih menghadapi kendala.
 
“Saya melihat produksi Indonesia akan berkurang hampir 1% tahun ini dibandingkan tahun lalu,” kata alumnus University of Southern California, Amerika Serikat itu. Dalam paparannya, produksi 2020 (CPO 47,034 juta dan PKO 4,549 juta ton) 51,583 juta ton, sedangkan 2021 diperkirakan 51,058 juta ton (CPO 46,623 juta dan PKO 4,435 juta ton), berkurang 525 ribu ton (1,017%).
 
Permintaan Tumbuh
Pada 2021, sering membaiknya ekonomi global, permintaan akan produk sawit pun tumbuh paling tidak sama dengan 2019. Togar mencatat adanya penurunan ekspor CPO sebesar 50%-60%. Ekspor ke India mengalami banyak penurunan lantaran perbedaan pajak impor sehingga mereka mungkin lebih banyak mengimpor dari Malaysia. Namun, impor produk olahannya tetap dari Indonesia dan jumlahnya, meningkat 1,8%. 
 
Selain itu, pasar Uni Eropa menurunkan pembelian CPO 24%. “Mungkin ada hubungannya dengan “persiapan” phasing out (menghilangkan) sawit dalam biodieselnya tapi kita akan cek lagi,” duga General Manager Corporate Affair PT Musim Mas tersebut.
 
Sementara negara tujuan ekspor yang lain pada umumnya menunjukkan kenaikan. Namun, “Secara total, permintaan ekspor sedikit turun tetapi dengan harga yang lebih tinggi, kita dapat berkontribusi jauh lebih baik dalam neraca perdagangan Indonesia,” imbuhnya.
 
Harga Terus Di atas US$1.000/ton 
Melihat ke depan 2020, Togar melihat produksi CPO sekitar 48 juta ton atau naik hanya 3%. Sementara permintaan dalam negeri biodiesel sama dengan tahun ini yang dialokasikan 9,6 juta kiloliter setara 8,3 juta ton CPO untuk implementasi B30. 
 
Oleokimia masih tumbuh tapi tidak sebanyak tahun ini karena meskipun pandemi masih berlangsung Sebagian orang mulai mengurangi cuci tangan. Sawit pangan tetap akan tumbuh karena populasi masih akan meningkat. 
 
“Yang mengkhawatirkan, pertumbuhan produksi terbatas, tidak sebanyak tahun-tahun lalu, maksimal 3% setiap tahun sampai 2025 kita flat. Satu alternatif, Indonesia menggunakan minyak goreng bekas untuk biodiesel, mungkin paling cepat paruh kedua 2022. Dengan ini Indonesia bisa mengurangi emisi. Namun kami berharap industri mendapat insentif lebih untuk menggunakan minyak goreng bekas sebagai bahan baku produksi biodiesel,” urainya.
 
Prediksi harga adalah hal yang ditunggu-tunggu para peserta konferensi berjumlah 1.003 orang dari 27 negara. 
 
“Harga akan tetap tinggi sampai akhir tahun dan mungkin akan berlanjut sampai akhir semester pertama 2022. CPO FOB Indonesia berkisar US$1.000 – US$1.250/ton. Saya sangat yakin bakal di atas US$1.000 minimal sampai akhir pertengahan 2022. Mungkin bahkan berlanjut sampai akhir tahun. Jadi, sepanjang tahun depan akan berada di atas US$1.000. Ini berita sangat bagus untuk semua pekebun. Mungkin nggak begitu bagus bagi konsumen. Ini harus berimbang antara pendapatan petani rakyat, negara dalam bentuk neraca perdagangan dan konsumsi minyak goreng di Indonesia,” pungkas aktivis beberapa asosiasi seputar industri sawit ini.
 
Peni Sari Palupi
 
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain