Foto: Dok. Medion
Ranking penyakit pada ayam petelur dan broiler 2019-2021
Kejadian gumboro masih menjadi pengganjal dalam budidaya. Untuk itu, imunitas unggas perlu ditingkatkan.
Sebelum memetakan pasar hasil produksinya, peternak unggas harus memastikan budidaya berjalan aman dari gangguan penyakit yang menyerang. Tony Unandar, Private Poultry Consultant, berujar, strategi kontrol penyakit unggas dalam bentuk populasi yang efektif adalah dengan pencegahan. Dimulai dari istirahat kandang, biosekuriti, program eradikasi patogen yang bersifat endemik, dan tata laksana pemeliharaan.
Menurut Tony, pencegahan bertujuan meminimalkan dekontaminasi patogen dalam suatu farm demi kesehatan unggas tetap prima. Sebab, sebagai obligat parasit mutlak, keberlangsungan virus sangat bergantung keberadaan sel induk semang, dalam hal ini keberadaan unggas di kandang. Sementara di luar tubuh induk semang, virus tidak akan bisa berkembang biak.
Kemudian strategi proteksi atau perlindungan yang berfokus mempertahankan kondisi induk semang tetap baik. Penerapannya melalui pemberian asupan nutrisi yang cukup dan beimbang, program vaksinasi, medikasi, dan tindakan-tindakan lain dengan tujuan mereduksi faktor stres di lapangan.
Salah satu penyakit yang masih menjadi sorotan di peternakan,baik layer (ayam petelur) maupun broiler (ayam pedaging),yakni gumboro (Infectious Bursal Disease – IBD). Pasalnya, gumboro menjadi salah satu penyebab imunosupresi pada ayam. Keberadaan IBD yang sangat ganas (very virulent IBD – vvIBD) disinyalir menyebabkan tingkat morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi.
Perkembangan Penyakit Gumboro
Tony mengatakan, mengacu pada kejadian di lapangan, banyak kasus gumboro yang terjadi secara dini akibat rendah dan ketidakseragamannyatiter antibodi induk. Keadaan ini memicu terjadinya infeksi dini oleh virus gumboro.
Pada kesempatan lain, Hanin Fadlailul Lintar, Technical Education & Consultant PT Medion Farma Jaya mengungkap, berdasarkan kajian yang dikumpulkan Medion, kasus gumboro masih menempati ranking 5 besar pada broiler dan 10 besar pada layer. Serangannya, baik pada broiler maupun layer,paling sering terjadi pada umur 22-28 hari (3-4 minggu).
“Kita uji lab, di ayam petelur dari 2012-2021 terjadi peningkatan kasus 116%, pada pedaging 108%. Padahal vaksinasi gumboro sudah dilakukan secara rutin.Namun laporan kasus ini meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir,” ungkap lulusan kedokteran hewan Universitas Airlangga, Surabaya ini.
Hanin mengatakan, gumboro disebabkan oleh avibirnavirus, virus double-stranded RNA yang tidak beramplop. Akibatnya virus ini hanya sensitif terhadap desinfektan jenis tertentu seperti formalin dan larutan iodium.
Kemudian, virus ini juga inaktif juga pada suhu 70oC selama 30 menit, lebih stabil dan bertahan hidup lama di lingkungan bahkan bisa lebih dari 3 bulan. Artinya, imbuh Hanin, bila biosekuriti dan sanitasi disinfeksi di sekitar kandang tidak optimal akan menyebabkan virus ini bertahan lama di lingkungan kandang.
Lebih lanjut ia menjelaskan, gumboro menyerang target utama bursa fabricius (organ limfoid) dengan masa inkubasi 2-3 hari. Penularan virus, bisa juga secara horizontal, seperti dari ayam sakit ke ayam sehat atau terdapat kontaminasi tempat pakan minum dan lainnya.
Menurut Hanin, gumboro bisa tetap menyerang akibat manajemen brooding pada awal pemeliharaan yang kurang optimal. Selain itu, faktor penyakit lain yang bersifat imunosupresif membuat sistem imun menjadi turun.
Ia juga menyarankan, sebaiknya waktu istirahat kandang minimal 2 minggu (14 hari) sebagai langkah memutus siklus hidup agen infeksi. “Penanganan jika sudah terjadi kasus baiknya ayam yang sudah parah di-culling (diafkir). Bila kejadian mendekati umur panen, pertimbangkan panen segera. Sangat penting memberikan vitamin atau imunomodulator untuk meningkatkan dan menjaga daya tahan tubuh ayam,” tandasnya.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 328 terbit Oktober 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.