Foto: Dok. Y. Andi Trisyono
Temukan spot, segera kendalikan
Dengan mitigasi dan adaptasi ditunjang aplikasi teknologi, petani bisa meminimalkan kerugian akibat pengganggu.
Oktober-November mendatang musim hujan tiba di sebagian besar wilayah Indonesia. Potensi marabahayanyabisa dicek di situs katam.litbang.pertanian.go.id atau melalui aplikasi katam di perangkat Android.
“Dari situs katam kita bisa mendapat beberapa informasi sebagai peringatan dini. Misal kita klik menu dampak perubahan iklim lalu peta rawan. Di sana akan terlihat peta wilayah rawan banjir, kekeringan, 6 OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) utama padi sawah, jagung, dan kedelai dari tingkat nasional sampai kabupaten,” ujar Aris Pramudia, Peneliti Agroklimatologi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (27/7).
Potensi serangan OPT juga dipajang disitus Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT). BBPOPT meramalkan luas serangan OPT utama padi pada musim tanam 2021 (per 28 April 2021) adalah 254.845 ha.
Rinciannya, hama penggerek batang padi 68.477 ha, tikus 68.183 ha, wereng batang cokelat (WBC) 55.526 ha, penyakit cendawan blas 32.391 ha, penyakit hawar daun bakteri 28.743 ha, dan penyakit virus tungro 1.525 ha.Mustaghfirin, Koordinator Kelompok Substansi Program dan Evaluasi BBPOPT dalam webinar tentang wereng (25/8) memperbarui ramalan serangan WBC untuk musim tanam 2021/2022 seluas 19.444 ha. Tiga wilayah terbesar Jateng 7.193 ha, Jabar 4.676 ha, dan Jatim 1.579 ha.
Segera Kendalikan Selagi Rendah
Menurut M.Takdir Mulyadi, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan Kementan, luas serangan WBC 2021 ada di urutan keempat di bawah tikus, penggerek batang, dan blas. Namun, kehilangan hasil yang ditimbulkannya terbanyak kedua setelah tikus (lihat Tabel).
Mustaghfirin menjabarkan perkembangan populasi serangga bernama latin Nilaparvata lugens tersebut. “Infestasi WBC di fase vegetatif kurang dari 40 hari atau sebelum anakan maksimum, akan menurunkan jumlah anakan produktif secara signifikan. Pada populasi tinggi, WBC potensial menimbulkan hopperburn (gejala terbakar) atau puso bahkan mati,” ujarnya dalam webinar “Serangan Wereng Batang Cokelat dan Pengendaliannya”.
Siklus hidup WBC hanya 28-30 hari. Dalam satu musim tanampadi, populasinya bisa berkembang menjadi 4 generasi, yaitu G0 (pendatang), G1 (keturunan pertama/penetap), G2 (perusak), G3 (emigran). “Kerusakan akibat WBC (hopperburn) secara umum terjadi saat padi umur 8-12 minggu setelah tanam (MST) manakala populasi G2 di atas 100 ekor/rumpun,” ucapnya.
BBPOPT mengkaji dinamika WBC pada musim penghujan (MH) dan musim kemarau (MK) di 9 wilayah Jabar. Laju perkembangan populasi WBC pada MH dari G0 ke G1 sebanyak 91,5 kali. Sementara,G1 ke G2sekitar 27,4 kali sehingga di MH populasi WBC bisa tambah 2.000 kali lipat.
“Kalau populasi generasi perusak100 ekor/rumpun berarti di awalnya populasi generasi pendatang hanya 0,2 ekor/rumpun. Ini sangat rendah.Tapi kalau tidak dilakukan pengendalian yang proporsional, akan menyebabkan kerusakan pada umur 8-10 MST,” tandasnya. Bila ditarik ke belakang, generasi pendatang telah ada sejak persemaian sampai padi berumur 4 MST. Jadi, lakukan pengamatan mulai di persemaian.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 327 terbit September 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.