Jumat, 2 Juli 2021

Jangan Khawatir, Daging Ayam dan Telur Bebas PPN

Jangan Khawatir, Daging Ayam dan Telur Bebas PPN

Foto: DOK. ISTIMEWA
Daging ayam komoditas bahan pangan pokok yang dibebaskan PPN

 

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Pemerintah menilai produk peternakan seperti unggas, telur, dan susu merupakan komoditas pangan tetap yang bebas pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN).

 

Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis menjelaskan, daging ayam dan telur merupakan bahan pokok yang dikonsumsi masyarakat luas. Oleh sebab itu, pihaknya belum melihat urgensi penerapan PPN pada kedua produk tersebut.

 

Ini berbeda dengan komoditas pangan seperti daging sapi Wagyu dan beras premium jenis Basmati dan Shirataki yang memiliki segmen pasar premium.

 

“Beras dan daging, dua ini yang akan jadi fokus RUU. Jadi di luar daging dan beras, kami melihat belum ada urgensi mengatur secara berbeda," ujar Yustinus saat webinar RUU PPN terhadap Industri Pangan Strategis Nasional, Kamis (1/7).

 

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto mengakui, industri masih sebagian mengimpor bahan baku pakan. Ada komponen baku pakan ternak yang dikenakan PPN, misalnya asam amino sintetis, vitamin, dan mineral. Formulasi bahan pakan sebesar 35% tapi secara nominal berkontribusi 65% terhadap total biaya produksi.

 

Desianto mengingatkan pemerintah agar berhati-hati mengenakan PPN pada sembako karena akan berdampak luas dan sangat luar biasa pada nilai transaksi belanja masyarakat.

 

Setiap kenaikan 1% pakan akan berdampak pada kenaikan harga live bird (ayam hidup) 1,7% dan berpengaruh terhadap kenaikan harga karkas 3%. Jika dikenakan tarif PPN 10%, akan terjadi kenaikan harga live bird 17% dan kenaikan harga karkas 25%.

 

Sementara untuk telur, setiap kenaikan harga pakan 1% akan berpengaruh kenaikan harga telur sebesar 2,3%. Jika dikenakan PPN 10%, akan terjadi kenaikan harga telur 23%. "Bila perlu dari hulu sampai hilir tidak ada distorsi perlakuan pengenaan pajak pada komoditi strategis," ujarnya.

 

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengulas, jika PPN diterapkan pada industri pangan strategis maka akan menjadi anomali bagi pemulihan perekonomian nasional. Regulasi tersebut berpotensi menurunkan PPh badan dan defisit transaksi berjalan.

 

Apalagi, Indonesia tengah mengalami konstraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang menghimpit masyarakat dan menurunkan daya beli. Ia mengingatkan, industri perunggasan memiliki peran sangat strategis karena menyangkut agribisnis hulu-hilir.

 

Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat (Bamus DPR) telah menunjuk Komisi XI sebagai mitra pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). RUU tersebut merupakan perubahan kelima atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 Tentang KUP.

 

Rencana revisi UU KUP tengah menjadi sorotan karena dalam di dalamnya akan memungut sejumlah tarif pajak seperti PPN untuk produk sembako, jasa pendidikan, jasa layanan kesehatan, dan sebagainya. RUU PPN juga dikenakan pada sejumlah komoditas bahan baku pakan impor sebesar 35% yaitu Soy Bean Meal (SBM), Meat Bone Meal (MBM), Corn Gluten Meal (CGM), Distillers Dried Grains with Soluble (DDGS).

 

 

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain