Foto: Dok. Satrindo
Satu set grabber sawit dibandrol minimal Rp400 juta
Tebu dan tandan sawit harus segera disetor ke pabrik agar rendemennya tidak turun.
Saat ini para petani tebu tengah sibuk memanen produksinya. Komunitas petani tebu di Facebook yang anggotanya 23.700 orang pun terasa riuh. Banyak yang mengabarkan hasil panen di daerah masing-masing dan mengunggah aktivitas panen. Pertanyaan penting yang bersliweran adalah pabrik gula (PG) mana yang buka dan berapa harga tebunya.
Rata-rata petani itu melakukan panen secara manual dengan rombongan penebang. Penebang ini bekerja dari satu kebun ke kebun lain, bahkan sampai luar kota. Pun dalam mengangkut tebu dari lahan ke truk pengangkut.
Beberapa orang memanggul batang tebu yang telah diikat naik truk melalui tangga dari kayu. Tepatlah kiranya pihak Kubota menggarap peluang ini dengan menawarkan sugar cane grabber atau grab loader berskala menengah.
Membantu Mengangkut
Grab loaderadalah alat untuk mengangkat dan memindahkan batang tebu yang telah dipanen. Cara kerjanya, lanjut alumnus Fakultas Pertanian IPB University itu, tebu yang akan dipindahkan dicengkeram oleh grabber lalu diangkat. Selama grabber mengangkat lengannya, traktor dapat berpindah tempat menuju area pemindahan atau alat angkut.
“Selama ini kita lihat di lapangan, grabber tebu gede-gede banget. Ada yang sampai 200 HP. Ada yang attachment juga khusus grabber. Memang, kontraktor tebu alatnya besar. Kubota berpikir untuk mengenalkan tipe traktor menengah karena ingin mengenalkan ke petani.
Petani yang menanam tebu dengan lahan tidak terlalu besar, sewa lahan atau menanam sendiri. Dia bisa olah tanahnya dengan traktor middle range, bisa tanam sampai ada grabber-nya juga. Jadi kami sediakan lengkap untuk traktor tipe menengah. Grabber kita pasangkan di traktor,” ungkap Melinda Tunjung Wulan, Sales Manager PT Kubota Machinery Indonesiadi Jakartakepada AGRINA.
Melinda benar. Di perkebunan milik perusahaan banyak yang mempekerjakan mesin-mesin berukuran besar karena lahannya luas dan infrastrukturnya memadai.
Contoh di Lampung, khususnya kebun milik PG Bungamayang, menurut Bambang, Bagian Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan, satu unit grab loader mampu menggantikan tenaga manusia sebanyak 30 orang.
Rata-rata kapasitas muatnya 5 ton per unit. Opsi mekanisasi ini ditempuh lantaran tuntutan efisiensi dan menghadapi kekurangan tenaga kerja.
GrabberKubota dipasarkan satu paket dengan traktor berkapasitas 50 HP. Lengannya kuat untuk menjepit 250 kg tebu lalu mengangkatnya ke truk dengan tinggi 3,5 m. Melinda yang juga piawai mengoperasikan produk dagangannya ini menyarankan grabber untuk tidak dicopot-copot dari traktornya karena berpotensi bikin sistem hidroliknya tidak awet.
Kalau pun sudah punya traktor Kubota, pembeli diminta membawanya ke dealer terdekat untuk dipasangkan grabber. Umur ekonomis tergantung perawatan, lima tahun cukup bagus.
Untuk merasakan efektivitas satu unit grabber dalam bekerja, petani harus merogoh kocek sebesar Rp50 juta-Rp80 juta. Sementara traktor 50 HP dibandrol di atas Rp200 juta. Kemampuan kerjanya 1-2 ha sehari.
Pasar Perusahaan
Grabberuntuk perkebunan sawit berbeda di bagian ujungnya. “Grabber kelapa sawit untuk mengutip dua-tiga buah tandan yang sudah dipanen yang diletakkan di bawah pohon, lalu dinaikkan ke trailer,” jelas Z.
Rendra Nasution, Sales Division Head PT Satrindo Mitra Utamadi Jakarta. Pihaknya lebih banyak bermain di pasar kebun sawit dan tanaman pangan karena mengageni traktor bikinan Korsel yang maksimum berkapasitas 100 HP.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 325 terbit Juli 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.