Foto: Istimewa
Hadirnya Global Health Security Programme (GHSP) diharapkan menurunkan risiko zoonosis
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Pandemi COVID-19 berdampak kepada aspek kesehatan, ekonomi, politik, dan sosial yang sangat signifikan. Hal ini menyiratkan penyakit zoonosis (penyakit hewan yang menjangkiti manusia) tidak bisa disepelekan.
Indonesia bersama 70 negara lainnya bekerja untuk mempercepat dukungan politik dan multisektoral untuk kesiapan ketahanan kesehatan melalui inisiasi global melalui Global Health Security Agenda (GHSA). Yakni agenda untuk menjaga dunia aman dari ancaman penyakit menular.
Dalam mendukung GHSA, Kementerian Pertanian bersama dengan Badan Pangan dan Pertanian Dunia melalui Emergency Center for Transboundary Animal Diseases (FAO ECTAD) dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) meluncurkan Program Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Security Programme / GHSP), Selasa (29/6).
Kasdi Subagyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian berharap, sinergi dan harmonisasi pelaksanaan proyek GHSP dengan proyek lainnya di Kementerian Pertanian dapat berjalan dengan tetap memastikan aspek administrasi yang baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku.
“Harapannya upaya yang kita lakukan juga dapat berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).” ujar Kasdi.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, Nasrullah menimpali, Indonesia merupakan salah satu negara pelopor GHSA dan telah aktif berkontribusi sebagai anggota tetap Tim Pengarah sejak tahun 2016 – 2024. Kerjasama ini diharapkan bisa melakukan pencegahan, deteksi dini dan pengendalian penyakit-penyakit menular baru, terutama yang berpotensi mengancam kesehatan dan ekonomi Indonesia.
“Semoga bisa berkontribusi pada peningkatan kesehatan manusia, ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat," paparnya.
GHSP merupakan program baru dari kolaborasi panjang Kementerian Pertanian dan FAO ECTAD-USAID dalam mencegah pandemi. Kerja sama ini berawal saat pandemi Avian Influenza pada tahun 2006, dimana Indonesia merupakan negara dengan kasus flu burung H5N1 dengan kematian manusia terbanyak hingga tahun 2014.
Sementara jumlah kasus flu burung pada manusia telah menurun secara signifikan, situasi endemik virus H5N1 masih menjadi ancaman bagi industri perunggasan dan kesehatan manusia. Selain flu burung, banyak daerah di Indonesia yang masih endemik penyakit zoonosis seperti rabies dan antraks.
Bersama dengan Pemerintah Indonesia, FAO memperkuat kapasitas kesehatan hewan di berbagai daerah dan memberikan pelatihan dan dukungan teknis pada surveilans penyakit, diagnostik laboratorium, pelaporan dan investigasi wabah, serta kesiapsiagaan dan respons melalui pendekatan One Health.
Richard Trenchard, Perwakilan ad interim FAO Indonesia mengungkapkan, selain dampak kesehatan yang luar biasa, COVID-19 telah mengganggu ketahanan pangan dan ekonomi dunia. Secara global, setidaknya lebih dari 132 juta orang diprediksi menderita sebagai akibat dari COVID-19.
“Kita tidak ingin keadaan darurat kesehatan global seperti ini terjadi lagi. Kita perlu mendeteksi potensi wabah sedini mungkin dan FAO selalu siap bekerja sama dengan Indonesia untuk merespons lebih awal dan secara efektif.” Simpulnya.
Melalui pendekatan One Health, Program Ketahanan Kesehatan Global USAID akan menurunkan risiko zoonosis dan penyakit infeksi, resistansi antimikroba, serta ancaman biologis lainnya dengan memperkuat sistem kesehatan hewan Indonesia. GHSP akan melanjutkan keberhasilan sebelumnya untuk lebih mengasah kemampuan deteksi, kesiapsiagaan, serta respons zoonosis dan penyakit infeksi di Indonesia.
Try Surya A