Foto: Try Surya Anditya
Sapi jersey, lebih adaptif terhadap iklim dan nilai TS lebih baik ketimbang FH
Dari kebutuhan susu nasional sebesar 4.385,73 ribu ton, peternak dalam negeri baru mampu memasok 22%. Ayo tingkatkan produksi!
Usaha sapi perah di dalam negeri didominasi peternak rakyat dengan kepemilikan hanya 2-3 ekor/orang. Padahal, sebagai skala usaha, idealnya kepemilikan sapi perah minimal 7-10 ekor/peternak.
Hal tersebut diutarakan Fini Murfiani, Direktur Pengelohan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan, Kementerian Pertanian (Kementan). Menurutnya, mayoritas peternakan itu merupakan usaha sampingan dan belum berorientasi bisnis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, populasi sapi perah Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 4,12% menjadi 584.582 ekor pada 2020. Pemerintah melalui Kementan menargetkan pengembangan sapi perah dalam negeri yang jumlahnya stagnan di angka 0,5 juta ekor tersebut.
Fini menyebut, program SiKomandan (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri) diupayakan untuk meningkatkan populasi. Di samping itu juga memperbaiki kualitas susu dengan pelatihan GAP (Good Agricultural Practises, GMP (Good Manufacturing Practises), dan GHP (Good Handling Practises).
“Aspek produktivitas juga akan ditingkatkan melalui perbaikan genetik melalui pemanfaatan pejantan unggul. Yang tidak kalah penting meningkatkan kompetensi SDM-nya,” ungkap Fini.
Dari sisi produktivitas, masih terhitung rendah dengan rata-rata 8-13 liter/ekor/hari. Ia mengulas, total produksi susu segar dalam negeri (SSDN) pada 2020 mencapai 997,35 ribu ton atau naik 4,12% dari tahun sebelumnya. Meskipun begitu, capaian tersebut masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan susu nasional yang sebanyak 4.385,73 ribu ton.
“Produksi nasional baru mencukupi 22,74%. Defisit 77,26% dicukupi dari importasi sebanyak 3.392,76 ribu ton. Dari segi kualitas, trennya semakin membaik dan memenuhi standar SNI (TPC<1 juta cfu/ml, TS<11,3%),” bahas Fini.
Konsumsi Selama Pandemi
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) merilis, pertumbuhan industri makanan dan minuman ditopang salah satunya dari konsumsi beberapa produk susu berikut turunannya. Dalam tiga tahun terakhir, segmen susu siap minum tumbuh sekitar 10%. Selama masa pandemi, angkanya masih tumbuh hingga 5%.
Moh. Nur Ali Muslim, Kepala Quality Control & Research Development CV Cita Nasional, produsen susu kemasan bermerek “Susu Nasional” mengutarakan, sosialisasi pentingnya protein susu sebagai penguat imunitas tubuh berdampak positif selama masa pandemi. Sistem menjemput bola masih efektif dalam pemasaran.
Ia mengatakan, Susu Nasional tetap berproduksi dan menyerap susu dari koperasi di Kab. Semarang dan Boyolali(Jateng). Dalam sehari, jumlahnya bisa mencapai 20ribuliter. “Produksi 25-30 ton/hari, 90% didominasi susu pasteurisasi. Awal pandemi memang terkendala lockdown dan ditutupnya sekolah-sekolah,tetapi cara pemasaran kami masih efektif,” ulasnya saat dihubungi AGRINA.
Fini mengatakan, sepanjang masa pandemi Covid-19 pada 2020, konsumsi susu memang tercatat meningkat 0,25% menjadi 16,27 kg/kapita/tahun. Kendati begitu, angka ini masih di bawah negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia 36,2 kg/kapita/tahun, Myanmar 26,7 kg/kapita/tahun, dan Thailand 22,2 kg/kapita/tahun.
Koperasi dan Kemitraan
Masih fluktuatifnya tingkat konsumsi juga terkendala angka produksi. Guna meningkatkan produksi SSDN, peternak atau koperasi mesti menjalin kemitraan dengan Industri Pengolahan Susu (IPS)agar susu bisa terserap. Fini menjabarkan, saat ini tercatat baru 14 IPS yang bermitra secara berkesinambungan dengan koperasi atau peternak.
Dari kemitraan tersebut, IPS diharapkan dapat memberikan harga susu yang representatif dengan biaya produksi. Kemudian hilirisasi pun diperkuat, diikuti penguatan kemitraan sesuai kebutuhan peternak.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 324 terbit Juni 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.