Foto: TSA
Impor GPS ayam ras mengacu Permentan No. 32/2017 pasal 2 ayat 2 dan pasal 3 ayat 2
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nasrullah mengutarakan, dalam pemenuhan kebutuhan ayam ras pedaging (broiler) dan petelur (layer) secara berkelanjutan, Indonesia melakukan pemasukan Grand Parent Stock (GPS) ayam ras dalam bentuk DOC (Day Old Chick) setiap tahunnya.
Ia memastikan, kebutuhan Impor GPS ayam ras ini sudah mengacu pada basis kalkulasi teknis rencana produksi nasional (National Stock Replacement - NSR) sebagai amanah Permentan No. 32 tahun 2017 pada pasal (2) ayat (2) dan pasal (3) ayat (2) tentang Penyediaan, Perederan dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
"Terkait dengan tata cara pemasukan, diatur dalam Permentan No.51/2011 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Bibit Ternak Dari Luar dan ke Dalam Wilayah Republik Indonesia," ujar Nasrullah.
Penentuan jumlah pemasukan Grand Parent Stock (GPS) ayam ras pedaging di setiap pembibit pada 2021 juga sudah berdasarkan keputusan Dirjen PKH tentang standar operasional prosedur (SOP) penilaian dan penetapan jumlah pemasukan GPS ayam ras.
Berdasarkan SOP tersebut dihitung kriteria penilaian yang meliputi 8 aspek dengan bobot yang berbeda. Yaitu, pemilikan dan/atau penguasaan RPHU dan rantai dingin, kewajiban pemotongan di RPHU, performa farm GPS/PS ayam ras, ekspor benih, bibit dan produk ayam.
Kemudian pengolahan produk berbahan baku ayam, kemitraan, kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dan serta yang terakhir, adanya proposal rencana pemasukan GPS ayam ras.
Ia menegaskan, sebelum ditetapkan angka jumlah alokasi masing-masing perusahaan, untuk menentukan jumlah alokasi Grand Parent Stock (GPS) ayam ras pedaging juga telah disampaikan melalui sosialisasi kepada para pelaku usaha pembibit ayam ras dan kepada asosiasi perunggasan (GPPU).
Di sisi lain, Kementan meyakini stok perunggasan nasional masih aman. Hal ini hasil dari beberapa upaya stabilisasi perunggasan nasional yang dilakukan Ditjen PKH Kementan.
Sebagai contoh, dengan mengatur dan mengendalikan laju produksi DOC FS melalui cutting HE fertil yang telah terbukti efektif berdampak terhadap perbaikan harga livebird di tingkat peternak.
"Dampaknya dari cutting HE fertil, ketersediaan DOC FS mengalami penurunan dan harga mengalami kenaikan akibat permintaan DOC yang tinggi untuk kebutuhan lebaran Idul Fitri," ucap Nasrullah.
Selain itu, dilakukan juga perlindungan kepada peternak UMKM (rakyat), dengan mengharuskan perusahaan pembibit untuk memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm sesuai harga acuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).
Ia menjelaskan, pemerintah juga terus melakukan pengawasan terhadap dinamika perunggasan nasional. Seperti mengawasi atau supervisi pelaksanaan cutting HE dan afkir dini PS untuk memastikan pelaksanaannya sesuai dengan SOP.
Pengawasan pelaksanaan cutting HE dan afkir PS dilakukan secara cross monitoring (antar kompetitor perusahaan pembibit). Kemudian pengawasan juga dilakukan oleh Tim Ditjen PKH, UPT lingkup Ditjen PKH yang tersebar di seluruh daerah serta melibatkan Dinas Provinsi/Kabupaten terkait.
"Pelaksanaan cutting HE dilakukan penarikan telur HE umur 19 hari dari mesin hatcher, HE fertil diketahui setelah candling. Jika ditemukan telur infertil maka tidak diperhitungkan sebagai realisasi cutting HE. Sedangkan pelaksanaan afkir dini PS dilakukan dengan mengeluarkan jantan terlebih dahulu baru diikuti betina," paparnya.
Try Surya A