Jumat, 2 April 2021

Memacu Agribisnis Berlari Lebih Kencang

Memacu Agribisnis Berlari Lebih Kencang

Foto: Dok. Musdhalifah Machmud
Ketahanan pangan dan padat karya jadi bagian Program PEN

Ketika sektor lainnya ambruk terdampak krisis, agribisnis tetap mampu bertumbuh tapi perlu dukungan agar bisa berlari.
 
Krisis global yang dipicu mewabahnya virus SARS-CoV2, menurut Bank Dunia, membuat perekonomian dunia terkontraksi sampai 4,3% pada 2020. Bank Dunia dalam rilisnya 5 Januari silam, memproyeksikan pada 2021 ekonomi global akan tumbuh 4% dengan asumsi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 merata sepanjang tahundi seluruh negara terdampak.
 
Bagaimana kondisi ekonomi Indonesia sepanjang 2020 dan prospeknya tahun ini? Pada agenda tahunan “AGRINA Agribusiness Outlook 2021” yang kali ini diselenggarakan secara daring, AGRINA menghadirkan ekonom dan para pejabat pemerintah dari Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikananyang membahas hal tersebut.
 
 
Tumbuh Positif
 
Indonesia tak luput dari pandemi. Bhima Yudhistira Adhinegara, pada webinar AGRINAmengatakan, “Indonesia tidak sendirian mengalami kontraksi 2,1%. Kontraksi Singapura lebih besar, -5,8%, Hongkong -6,1%, dan Uni Eropa -6,4%. Sebagian besar negara ini struktur pertaniannya kecil atau tidak ada on-farm-nya. Singapura dan Hongkong yang lebih banyak hidup dari transaksi keuangan dan perdagangan terpukul sekali. Saat pandemi macet semua, logistik delay(tertunda), pengiriman barang juga berkurang.”
 
Vietnam dan China, lanjut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu, adalah dua negara yang ekonominya masih tumbuh positif pada 2020, yaitu 2,9% dan 2,3%. Ia melihat korelasi kecepatan dua negara tersebut dalam pengendalian Covid-19dan pertumbuhan ekonomi yang positif.
 
Vietnam,negara pertama yang menutup penerbangan dan perbatasannya dengan China untuk menghindari penyebaran Covid-19. Negara ini juga segera melakukan penguncian (lockdown)dan mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya.
 
Pun demikian China, pemerintahnya melakukan penguncian sangat ketat bagi penduduknya di Wuhan, kota tempat munculnya virus SARS-CoV2. Dalam waktu 76 hari, wabah terkendali sehingga ekonomi masih bisa positif. Aktivitas ekonominyajuga tetap dapat berlangsung untuk memenuhi kebutuhan domestik ketika pasar ekspornya terhambat.
 
Beruntunglah Indonesia yang masih mengandalkan sektor pertanian dalam ekonominya. Sektor pertanian ini banyak menyerap tenaga kerja. Karena itu, ketika kasus Corona diumumkan 2 Maret 2020, ekonomi kuartal pertama masih positif.
 
“Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian turun dari 3,61% pada 2019 menjadi 1,75% pada 2020.Juaranya adalah sektor digital atau infokom 10,58% karena kebutuhan masyarakat naik untuk WFH (bekerja dari rumah),” ulas alumnus Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta itu.
 
Bungaran Saragih, pakar agribisnis yang juga Ketua Dewan Redaksi AGRINA mengungkap, “Dalam banyak krisis selalu sistem agribisnis on farm menjadi ketel pengaman perekonomian kita. Saat 1998 perekonomian agribisnis malah mengalami booming(“meledak”).Sekarang ini tidak terjadi booming tapi tidak sampai negatif pertumbuhannya.”
 
Sayang, lanjut dia, data statistik kita berdasarkan sektor, bukan klaster sehingga untuk melihat peran keseluruhan sistem agribisnis sulit. Hanya PDB on farm (budidaya) saja yang terlihat jelas, yaitu 14%. Padahal kalau ditambah agribisnis off farm (hulu dan hilir) dan jasa-jasa yang melayani agribisnis, maka peran sistem agribisnis sangat besarsehingga ekonomi kita masih bisa tumbuh pada saat Covid-19 merajalela.
 
Karena itu, Bungaran menyarankan, Kemenko Perekonomian melalui Deputi Pangan dan Agribisnis meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyajikan data PDB secara klaster. “Dengan sistem klaster agribisnis itu, kita bisa melihat angka mengenai status dan peranan sistem agribisnis itu dalam PDB. Kalau angka kita tidak tahu atau hanya meraba-raba, maka sangat sulit merumuskan kebijakan yang cespleng,” tegas Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomidan Manajemen,IPB University itu.
 
 
Surplus Terbesar
 
Perekonomian kita 2020 memang terkontraksi, tetapi sektor pertanian mampu menjaga kontraksi tidak sedalam negara-negara lain anggota G20. Posisi kita nomor empat di bawah China, Turki, dan Korsel.
 
Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian dalam webinar itu memaparkan, neraca perdagangan kita malah membukukan surplus terbesar sejak 2011, yaitu US$21,74 miliar. “Sepanjang 2020 ekspor pertanian meningkat 14,03%. Pada Januari 2021ekspor sektor pertanian tetap tumbuh 14,92%,” ujarnya.
 
Menurut doktor alumnus IPB itu, pertumbuhan sektor pertanian banyak terdorong oleh stimulus fiskal berupa bantuan sosial ekonomi dan mulai membaiknya kondisi ekonomi sejak triwulan ketiga.
 
“Realisasi ekspor membaik pada hortikultura karena dalam masa pandemi demand (permintaan) terhadap buah-buahan dan sayuran semakin tinggi. Ini menjadi salah satu pemicu pertumbuhan ekonomi kita yang lebih positif,”bahasnya. Ia menambahkan, pada 2021 pemerintah membidik target pertumbuhan PDB pertanian di kisaran 3,30% - 4,27%.
 
 
Prospek Positif
 
Bungaran, Bhima, dan Musdhalifah optimistis perekonomian Indonesia akan pulih secara bertahap mulai tahun ini. Bungaran berpendapat, kalau kasus Covid-19 mereda dibandingkan 2020 dan ekonomi kita tumbuh lebih baik, maka prospek agribisnis secara keseluruhan juga semakin besar (Baca juga: Suara Agribisnis, hal 12).
 
Bhima juga cukup positif memandang prospek 2021tetapi pertumbuhan ekonomi kuartal pertama diyakininya masih negatif karena mobilitas masyarakat masih rendah.
 
“Stop resesi pada kuartal tiga dan empat. Ada sektor yang pemulihannya cepat sekali tapi ada juga yang makin menurun seperti pariwisata. Pola ini bisa terjadi di Indonesia.Pandemi mengubah pola hidup masyarakatmelalui transformasi ke ekonomi digital yang lebih cepat tiga-lima tahun,” cetus Master Finance dari Universitas Bradford, Inggris ini.
 
Agribisnis yangmenurut dia bakal tumbuh bagus adalah produk skincare(perawatan kulit) ataupersonal care(perawatan diri) yang bisa berbahan baku dari minyak sawit dan urban farming(pertanian perkotaan) ataugardening (berkebun).
 
Skincaremerupakan suatu yang menarik bukan hanya di Indonesia tapi secara global ada kenaikan kebutuhan kosmetik karena orang tetap ingin cantik di socmed(media sosial). Urban farming sudah menjadi hobi kalangan menengah ke atas,” katanya sembari tersenyum.
 
Bhima mengingatkan sejumlah hal yang bisa menghambat dan mendorong pemulihan ekonomi. Yang menghambat adalah kurangnyastok vaksin Covid-19, melemahnya rupiah lantaran menguapnya dana asing daripasar modal akibat kebijakan Bank Sentral Amerika, realisasi stimulus dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) rendah, inflasi pangan, dan perang dagang yang berlanjut antara China dan AS.
 
Sedangkan faktor-faktor yang mendorong pemulihan adalah tren naiknya harga komoditas ekspor, aktifnya kembali industri manufaktur di China, transformasi digital, bunga acuan rendah yang akan menurunkan bunga kredit, dan pembukaan kawasan industri baru.
 
 
Dari Food Estate hingga Padat Karya
 
Untuk menumbuhkan kembali ekonomi, pemerintah mengandalkan Program PEN yang sudah berjalan sejak 2020. Menurut Musdhalifah, ketahanan pangan serta padat karya pertanian dan padat karya perikanan menjadi bagian dari Program PEN. Pada 2020 masing-masing mendapat alokasi Rp47,1 triliun dan Rp27,33 triliun.
 
Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan, lanjut dia, pemerintah membangun food estate. Di Kalteng, food estate tahap pertama untuk jangka pendek dilaksanakan pada 2020-2021 seluas 148.268 ha.
 
Sebanyak 30 ribu ha untuk intensifikasi atau optimalisasi pada lahan petani atau usaha kecil yang sudah ada di lokasi. Sementara yang 118.268 ha dilaksanakan pada 2021 untuk petani yang sudah ada, BUMN, dan usaha kecil.
 
Food estatetahap kedua untuk jangka menengah dan panjang seluas 622.333 ha yang akan dimulai pada 2022. Pengelolaannya menggandeng investor dengan menerapkan mekanisasi dan praktik pertanian pintar.
 
“Selain food estate, masih banyak program pertanian dan perikanan untuk penguatan ketahanan pangan, yaitu stabilisasi harga dan pasokan pangan, pengembangan hortikultura orientasi ekspor,  kemitraan closed loop hortikultura, peremajaan sawit dan karet rakyat, kebijakan pupuk bersubsidi, pengembangan korporasi petani dan nelayan, serta pengembangan industri rumput laut,” urai Musdhalifah.
 
Masih ada lagi program tahun ini untuk menjaga kinerja sektor pertanian dan penciptaan lapangan kerja sebanyak 580 ribu orang, yaitu melalui padat karya pertanian dengan anggaran Rp1 triliun. Program sejenis di bidang perikanan untuk menyerap tenaga kerja 5.000 orang dengan bujet Rp400 miliar.
 
Begitu banyak program pengembangan agribisnis yang diluncurkan pemerintah. Musdhalifah berharap, peluang itu dapat ditangkap masyarakat termasuk para generasi milenial agar lebih banyak lagi yang menggarap agribisnis.
 
 
 
Peni Sari Palupi, Sabrina Yuniawati, Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain