Foto: Sabrina Yuniawati
Bisnis ‘butir mutiara’ meningkat setiap tahun
Pertumbuhan masyarakat kelas menengah mempengaruhi permintaan beras premium.
Tren penjualan ‘butiran mutiara’ atau beras premium meningkat di dalam negeri. Pelaku usaha beras premium hingga Perum BULOG mengamini hal ini. Bagaimana kisah perkembangan bisnisnya?
Tren Beras Premium
Paiman, pengusaha beras bermerek Menara Citra Selaras, sangat menikmati naiknya permintaan beras premium. “Awal menjadi pengusaha,permintaan stabil. Berjalannya waktu,cenderung naik apalagi beberapa tahun belakangan ini.Dulu 60 ton tiga hari atau rata-rata20 ton sehari. Separoh jadi (beras) premium. Sekarang 180 ton sehari, 9 kali lipat,” ungkapnya.
Menurut pria yang sudah 8 tahun menjadi pengusaha berasini, pasar beras premium masih terbuka lebar. “Stabil naik. Pertumbuhan menengah ke atas ‘kan cukup tumbuh. Masyarakat tertentu memiliki rumah bagus, mobil bagus, tentu tidak akan mungkin beli beras yang tidak premium. Jadi,beras premium tumbuh,” ujarnya.
Perum BULOG(Badan Urusan Logistik) juga merasakan pertumbuhan permintaan beras premium. “Tahun 2020 memasarkan beras premium 600 ribu ton,” ungkap Budi Waseso, Dirut Perum BULOG. Penjualan beras premium dan medium BULOG tahun ini, ungkap Buwas sapaannya, “Target naik 10% karena ada pertambahan penduduk dan pertumbuhan.”
WN Soebardjo, GM on Farm & Grain Processing Division PT Rutan menambahkan, pabrik penggilingan beras (RiceMilling Unit, RMU) berlomba-lomba memenuhi pasar beras premium. Jika tidak beralih ke beras premium,ucap pria yang disapa Bardjoitu, omzet penjualan dipastikan menurun bahkan bisa gulung tikar.
Pertumbuhan bisnis si butiran mutiara juga bisa diamati via online. Beras premium banyak beredar di lapak maya hingga media sosial dengan aneka label, seperti Gurih, Sania, Sentra Ramos, Beras Kita, Fortune, Topi Koki, dan Maknyuss.
Masyarakat pun semakin mudah mendapatkan beragam beras premium dengan harga bersaing. Umumnya beras premium dikemas dalam ukuran 5 kg, 10 kg, dan 25 kg. Namun, kini marak djual beras premium kemasan 1 kg. Di pasaran harga beras premium berkisar Rp50 ribu – Rp70 ribu untuk kemasan 5 kg.
Prof. Dwi Andreas Sentosa, Guru Besar IPB University menyampaikan, pengusaha beras akan cenderung mengarah pada produksi beras premium. Pasalnya,selama permintaan pasar ritel meninggi maka produksi beras premium juga naik.
“Beras premium akan terus meningkat karena perusahaan beras tidak ingin rugi. Apalagi,perusahaan beras sudah menguasai pasar maka tren tersebut akan meningkat setiap tahunnya,” jelasnya.
Pertumbuhan Kelas Mengengah
Tren kenaikan permintaan butir mutiara, Buwasmenilai,karena taraf ekonomi meningkat. “Masyarakat membutuhkan beras premium berarti secara perekonomian mereka maju. Dapat diartikan, perekonomian meningkat dan sudah membaik,” katanya.
Perbaikan ekonomi menuntut kualitas yang lebih baik. “Sekarang perkembanganya,masyarakatingin bicara kualitas.Mereka membutuhkan kualitas dari beras, pangan,” imbuhnya.
Senada dengan Buwas, Bardjo menjelaskan, permintaan beras premium menanjak karena pola pikir, status sosial, dan gengsi. Ia bercerita, dulu saat masyarakat atau ibu rumah tangga membeli beras, yang ditanyakan adalah harga. Berjalannya waktu,pola tersebut berubah ke arah mutu.
“Perubahan pola pikir menjadikan tren beras premium meningkat. Masyarakat sudah cerdas dan sadar akan pentingnya mutu dari beras yang dikonsumsi. Contoh lainnya,strata sosial, si A dulu masih menggunakan beras curah.Sekarang naik jabatan jadi manager,pasti bukan beras curah yang dibeli tapi beras premium merk tertentu,” jelasnya.
Bank Dunia (World Bank, WB) membenarkan peningkatan ekonomi masyarakat Indonesia. Menurut laporan WB Januari 2020, masyarakat kelas menengah Indonesia meningkat cepat, sekitar 10% per tahun. Saat ini ada setidaknya 52 juta penduduk kelas menengah di Indonesia atau mencapai 20% populasi. Kelas menengah menghendaki perbaikan kualitas dalam pemenuhan kebutuhan hidup, termasuk pangan.
Kriteria Beras Premium dan Medium
Beras premium,menurut Buwas, adalah beras dengan butir patah(broken) di bawah 15% atau bahkan sampai 0% sedangkan beras medium kurang-lebih 18%-25%. Adapun cara mudah untuk membedakan beras medium dan premiumyaitu berdasarkan warna, kandungan beras patah, dan kotoran.
Pertama, perbedaan warnaatau tingkat kecerahan beras. Beras premium berwarna lebih terang atau putih ketimbang beras medium. Kedua, tingkat beras patah. Beras premium memiliki lebih sedikit beras patah bahkan tidak ada sama sekali.
Ketiga,keberadaan kotoran yang terbawa dalam beras seperti batu, gabah,hingga kulit ari. Kotoran tersebut akan lebih mudah ditemukan di beras mediumdaripada beras premium.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)6128:2020,beras terbagi menjadi 3klasifikasi berdasarkan mutunya yaitu,beras premium, medium I, dan medium II. Ciri beras premiumadalah persentase beras kepala utuh minimal 85%.Sedangkan,persentase beras kepala utuh maksimal 80% disebut beras mediumI dan beras utuh maksimal 75% disebut beras medium II.
“Beras medium dan premium sama saja, bedanya hanya di broken-nya. Hal ini juga berangkat dari gabah yang dihasilkan bagus dan berkualitas sehingga menghasilkan beras premium,” terangBuwas saat wawancara secara virtualdengan AGRINA diJakarta, Jumat(26/2).
Ke depan, sambung mantan Kepala Badan Narkotika Nasional itu, BULOG berencana memproduksi beras premium berharga medium. “Kita berpikir kedepan dengan menghasilkan beras berkualitas dan bisa ekspor. Harapan BULOG bisa menyajikan beras berkualitas, harga murah, dan bersaing,dan bisa merajai perberasandi seluruh Indonesia,” tandasnya.
Harga Beras
Mengacu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 57/2017 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras, beras premium adalah beras yang memiliki derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, dan butir patah maksimal 15%. Sedangkan, spesifikasi beras medium yaitu derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, dan butir patah maksimal 25%.
Permendag ini juga menetapkan HET beras premium dan medium untuk 8 wilayah, yaitu Jawa, Lampung, Sumsel; Sumatera kecuali Lampung dan Sulsel; Bali dan NTB; NTT; Sulawesi; Kalimantan; Maluku; Papua. HET beras premium berdasarkan Permendag No. 57/2017 sebesar Rp12.800/kg – Rp13.600/kg dan beras medium Rp9.450/kg – Rp10.250/kg. HET ini merupakan harga jual tertinggi beras kemasan dan/atau curah di pasar rakyat, toko modern, atau penjual eceran.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis perkembangan harga beras premium dan medium di level penggilingan padi. Sepanjang Desember 2019 – Februari 2021, harga beras premium berkisar Rp9.772/kg – Rp10.082/kg dan harga beras medium Rp9.316/kg – Rp9.844/kg. Harga beras premium tertinggi ada di Maret 2020 dan terendah pada Februari 2021.
Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan, dibandingkan Februari 2020, harga beras premium dan medium di penggilingan masing-masing turun 3,06% dan 4,65%. Pun dibandingkan bulan sebelumnya, harga beras premium anjlok 0,08%. “Selama Februari 2021, survei harga produsen beras di penggilingan dilakukan terhadap 1.210 observasi beras di penggilingan pada 882 perusahaan penggilingan di 31 provinsi," ucapnya Senin (1/3).
Produksi Padi
Di sisi produksi, Suhariyanto melanjutkan, produksi padi Indonesia pada 2020 sebesar 54,65 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlah inimeningkat 45,17 ribu ton atau 0,08% ketimbang 2019 yang sebesar 54,60 juta ton GKG.
Konversi menjadi beras untuk konsumsi produksi beras 2020 sebesar 31,33 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 21,46 ribu ton atau 0,07%dibandingkan 2019 yang sebanyak 31,31 juta ton.
Potensi produksi periode Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton beras atau mengalami kenaikan sebesar 3,08 juta ton atau 26,84% . “Terkait sebaran daerah sentra produksi beras,dominan masih di beberapa provinsi di Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah. BPS mencatat kinerja produksi padi relatif terjaga sepanjang 2020, yang perlu menjadi perhatian adalah variasi produksi antar provinsi dan kabupaten/kota,” terangnya.
Menurut Felippe Amanta, Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), konsumsi beras Indonesia paling tinggi di dunia yang menyentuh 97,6 kg/kapita/tahun pada 2017. Beras yang dibutuhkan sebanyak 29,13 juta ton.
Ia menilai, angka tersebut cukup tinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggaralainnya. “Seiring berjalannya waktu,peningkatan populasi, peningkatan pendapatan masyarakat, diperkirakan konsumsi beras meningkat hingga mencapai 99,5 kg/kapita di tahun 2045 atau secara total 41,7 juta ton. Sehingga dari 29 juta ton,akan meningkat 41,7 juta ton beras,” pungkasnya.
Sabrina Yuniawati, Peni SP, Tri SA, Windi L.