Foto: Windi Listianingsih
Suwardi Wijaya, mesin mumpuni menghasilkan beras berkualitas
Investasi produksi beras premium mahal tapi menguntungkan.
Beras premium ibarat butir mutiara yang dipajang di rak supermarket dan toko menengah atas pasti berkualitas bagus. Peminatnya konsumen kelas menengah atas. Tentu ada upaya secara finansial dan teknis untuk menghasilkan beras berkualitasseperti itu. Berikut penuturan para pelaku usahanya.
H. Paiman
Pengusaha Beras Premium
Berlatar belakang pendidikanSMEA Wates, Yogyakarta,jauh dari dunia pertanian, Paiman menekuni budidaya padi sejak 2003semasa masih bekerja di perusahaan baja, PT Jakarta Cakratunggal Steel Mills. Cita-citanya sangat sederhana,ingin tetap produktif setelahpensiun. Berangkat dari sana ia mempertimbangkan dua pilihan,yaitu beli tanah lalu dijadikan rumah kontrakan/sewaataubeli tanah sawah.
Dengan berbagai pertimbangan, ia mantap membeli 11 ha sawah dari tabungannya. “Sawah menarik karena menghasilkan padi dan ada pemasukan yang lumayan. Itungan kasarnya,misal satu hektar dapat 6 ton(gabah), satuton untuk biaya dan 5 ton dikalikan Rp5.000/kg,total Rp25 juta dibagi 12 kurang lebih dapat uang Rp2 juta.
Ingin punya uang Rp4 juta harus beli lahan 2 ha dan seterusnya. Pensiun ini bukan akhir segalanya, masa pensiun saya ingin tetap punya penghasilan,” jelas bapak berusia 65 tahun ini saat berbincang di penggilingan berasnya di Desa Kerta Mukti, Kec. Cibitung, Bekasi, Jabar (18/2).
Bendahara Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) tersebut mengaku pada awalnya tidak memahami perberasan. Ia belajar dari teman-teman yang sukses, baik dalam budidaya maupunpenggilingan.
Selama pengalamannya berbudidaya,setiap kali menjual hasil panen dari sawahnya di Bekasi selalu mendapatkan harga lebih murah ketimbang gabah dari Karawang. Pembelinya berdalih kualitas gabah dari Bekasi kurang bagus.
Hal itu mendorongnya punya penggilingan sendiri agar dapat mengelola hasil panennya menjadi beras. “Saya join dengan tetangga pemilik toko pupuk dan obatbikin penggilingan tradisional di Pebayuran, Bekasi. Saya masih bekerja saat itu, jadi hanya bisa memantau pada hari Minggu saja. Setelah empat tahun, dihitung-hitung harusnya ada untung, tapi kok duit nggak nambah-nambah,” ceritanya. Kesimpulan dia, usaha ini untung kalau ditunggui.
Paiman kemudian mendirikan pabrik penggilingan beras modern dengan tujuan menghasilkan beras premium. Alasannya memilih beras premium karena investasi mesin mahal dan selisih biaya produksi cukup tipis tapi selisih harga jual beras medium dan premium cukup jauh, jadi ada margin cukup.
Dari penyedia mesin penggilingan, ia mendapat informasi untuk menghasilkan beras premium dibutuhkan bahan baku yang bagus, mesin bagus,dan proses kerja bagus. “Awal membangun pabrik, biaya bangunan Rp2,5 miliar dan mesin Rp650 juta. Ternyata biaya pasang mesinnya Rp1,2 miliar. Pada 2011 pensiun,fokus pada pabrik penggilingan beras hingga sekarang,” ungkap pria asli Yogya ini.
Berkat ketekunan berbisnisselama delapan tahun, Paiman kini memiliki dua unit penggilingan beras di Bekasi, masing-masing berkapasitas 90 ton gabah/hari. “Saat awal mengeringkan padi hanya 20 ton per hari, sekarang 180 ton/hari. Pabrik ada dua, di Pebayuran 90 ton/hari, di sini 90 ton/hari,” bebernya dengan aura bahagia.
Bicara omzet, ia menjabarkan, “Misal, saya mendapatkan omzet Rp10 miliar, paling (untung, red.)Rp200 juta – Rp300 juta/bulan,itu belum potong pajak. Omzet kadang naik, kadang turun. Tetapi disyukuri, sudah ada pemasukan bersyukur sekali.”
Paiman yang mempekerjakan 82 orang ini berharap, anak muda mauterjun ke pertanian mengurus pangan negeri sendiri. Pabriknya terbuka untuk umum.“Yang ingin belajar budidaya, ingin jadi pengusaha beras, atau mau ngajari, mau jual gabah, mau beli beras, silakan saja,” pungkas pemilik CV Menara Citra Selaras ini sembari tertawa.
Suwardy Widjaja
Pengusaha Mesin Giling Beras
Suwardy Widjaja mengungkapkan, untuk menghasilkan beras kualitas premium tidak hanya membutuhkan mesin bagus saja tetapi pemilihan bahan baku menjadi paling utama. “Bahan baku tidak bagus dengan mesin secanggih apapun, beras yang dihasilkan tidak akan bagus. Bahan baku juga salah satu kunci untuk menghasilkan beras premium,” katanya saat diwawancarai secara virtualdiJakarta (28/2).
Menurut Direktur PT Tri Mitra Bersama itu, kunci untuk mendapatkan beras premium secara teknis adalah gabah tidak boleh terlalu lama disimpan di dalam karung. Setelah panen kurang lebih 1x24 jam atau 2 x 24 jam,gabah harus masuk mesin pengering (dryer)atau dikeringkan. Kenyataan di lapangan petani menyimpan gabah hasil panen untuk mencari harga jual tertinggi, padahal ini dapat merusak kualitas gabah.
“Kalau terlambat proses pengeringan bisa membuat padi menjadi busuk. Setelah panen lalu gabah dikeringkan hingga kadar air 13,5% - 14%,gabah bisa disimpan selama duabulan tidak akan rusakdan berubah warna. Padi,kalau mau segar begitu panen keringkan dulu, lebih baik 1x24 jam atau secepat mungkin,” tegasnya.
Dryer yang dipasarkan PT Tri Mitra Bersama berkapasitas 9 ton gabah dengan tigalaju pengeringan. Pertama, kadar air 30%-21% temperatur 65⁰C. Kedua, dari 21%-17% temperatur yang dibutuhkan 60⁰C. Ketiga, kadar air di bawah 17% dengan temperatur 55⁰C. “Dryer canggih karena sudah diatur,tinggal sentuh angka kadar air yang dibutuhkan,otomatis bekerja dengan cepat. Intinya,dryersudah otomatis diatur pertama kali dengan android dan menghasilkan kualitas terbaik,” urainya.
Pria yang disapa Ady ini menguraikan, pihaknya membuat Rice Milling Unit (RMU) menyatu dengan dryer untuk mempermudah cara pengoperasian. Artinya, tidak banyak menggunakan tenaga manusia. Proses awal menggunakan tenaga manusia saat gabah dimasukkan ke dryer.Selanjutnya,pemilik hanya mengontrol saja sampai menjadi beras. RMU ini dapat mengolah 4-5 ton/jam dalam pengoperasian.
“Setelah pengeringan harus memiliki RMU mumpuni dengan teknologi modern,bukan tradisional. Modern,otomatis beras butir patah yang dihasilkan dari mesin bisa lebih sedikit dibandingkan mesin lama, jadimendapatkan beras kepala lebih banyak,” terang pria kelahiran Singapura 13 Desember 1983 tersebut.
Sabrina Yuniawati, Peni SP, Tri Surya, Untung Jaya