Selasa, 2 Maret 2021

Menilik Tren Penyakit Viral pada Unggas

Menilik Tren Penyakit Viral pada Unggas

Foto: Dok. Medion
Tren penyakit ayam pedaging 2018-2020

Adanya mutasi, membuat penyakit yang disebabkan oleh virus harus terus dipantau perkembangannya.
 
Sepanjang tahun lalu, penyakit unggas yang disebabkan virus masih tercatat cukup besar. Hanin Fadlailul Lintar, Technical Education & Consultion PT Medion Farma Jaya mengulas, pada 2020 penyakit viral yang masih ditemukan pada ayam pedaging adalah gumboro (Infectious Bursal Disease-IBD), Inclusion Body Hepatitis (IBH), Newcastle Disease (ND), danAvian Influenza (AI).
 
“Begitu juga pada ayam petelur di fase pulet dan fase produksi, hampir sama. Namun pada fase pulet ditemukan batuk darah (Infectious Laryngotrachetis-ILT), sementara pada fase produksi ditemukan Infectious Bronchitis (IB) dan fowl pox (cacar),” jabar Dokter Hewan lulusan Universitas Airlangga, Surabaya ini.
 
 
Perkembangan Penyakit Viral
 
Lebih lanjut Hanin menuturkan, virus penyebab penyakit terus mengalami perkembangan. Contohnya, AI H5N1 yang tergolong Highly Pathogenic AI (HPAI). Sejak pertama ditemukan di Indonesia pada 2003, H5N1 memiliki clade 2.1.
 
Tetapi pada 2017 hingga saat ini, yang ditemukan adalah clade 2.3. “Secara genetik dan susunan asam amino terdapat perubahan,” bahasnya saat diskusi Mimbar Trobos ‘Tren Penyakit Unggas dan Antisipasinya’.
 
Ia menilai, virus AI sangat mudah bermutasi lantaran tidak memiliki sistem proof-reading. Mutasi terjadi pada situs-situs penting seperti pada situsantigenik, pengikat reseptor (receptor binding pocket), dan situs glikosilasi.
 
Dampaknya, virus mampu menghindari respon imun inang dari hasil vaksinasi dan vaksin tidak memberikan efek protektif. Hal ini memengaruhi afinitas virus sehingga virulensi akan lebih tinggi.
 
Sama halnya dengan H5N1, penyakit AI H9N2 yang termasuk low pathogenic AI (LPAI) juga mudah bermutasi. Ia mengatakan, semua isolat H9N2 Indonesia termasuk clade H9.4.2.5 dan didominasi H9N2 07/17.
 
Terkait penyakit ND, pada 2019 terdeteksi ND genotipe 7 (G7) yang terpisah jauh dari virus ND tipe lama (La sota – G2). Yang saat ini masih beredar di Indonesia, yakni G7H dan G7A atau G7I yang sama-sama bersifat velogenik atau memiliki tingkat keganasan tinggi.
 
Selanjutnya, virus IB yang ditemukan di Indonesia selama periode 2015-2018 termasuk ke dalam grup QX-like dan MassachusettsM41-like. Untuk QX-like, masuk ke dalam IB varian yang menjadi penyebab paling dominan pada kasus IB di ayam pedaging, petelur, dan pembibit. Sedangkan M41, baru ditemukan pada ayam pedaging.
 
Sementara gumboro, imbuhnya, hingga 2020 yang paling mendominasi adalah very virulent Infectious Bursal Disease (vvIBD). Virus ini mengalami mutasi pada protein VP2 yang menentukan patogenesitas. Sehingga saat terjadi mutasi, virulensi akan meningkat dan mampu menghindari sistem imun.
 
 
Menajemen Kandang di Musim Hujan
 
Di kesempatan lain, Tony Unandar, Private Poultry Farm Consultant mengingatkan, setidaknya terdapat tiga hal dalam kemunculan penyakit pada ayam modern. Yakni ayam itu sendiri, lingkungan, dan agen patogen.
 
“Tiga serangkai ini terkait. Untuk itu, perlu meminimalkan risiko adanya problem metabolik atau problem infeksius di musim hujan,” tandasnya.
 
Ia mengatakan, musim penghujan sangat berpengaruh terhadap kandang, terutama yang berbudidaya menggunakan kandang terbuka (open house). Namun juga, sistem kandang tertutup (closed house) tidak luput dari dampak ketika tidak dilakukan penyesuaian pengaturan kandang.
 
“Data BMKG saat curah hujan tinggi, menunjukkan kelembapan rata-rata di atas 80%. Kondisi ini jelas tidak ideal untuk ayam. Karena ayam nyaman kalau kelembapan di bawah 70%,” beber dia.
 
Berdasarkan pengalamannya yang sudah lebih dari 30 tahun, ayam mengeluarkan sisa panas metabolisme melalui proses evaporasi di dalam paru-paru. Ayam tidak mempunyai kelenjar keringat. Maka ketika proses evaporasi makin tinggi, panas hasil sisa metabolisme banyak dikeluarkan.
 
Yang jadi masalah ketika kelembapan tinggi, ayam kesulitan mengeluarkan sisa panas. Tak heran, ayam lebih mudah drop dan mengalami stress pada musim hujan. Kadar oksigen dalam udara pun lebih kecil porsinya. Padahal, menurut Tony, ayam modern membutuhkan banyak oksigen.
 
Musim hujan ayam cenderung mengalami keterbatasan suplai oksigen.  Manifestasi yang paling ringan saat hipoksemia adalah efisiensi turunnya laju metabolisme dan FCR membengkak. Selain itu, akan ditemukan pecahnya keseragaman ayam.
 
Hal tersebut tentu berbahaya karena daya tahan populasi (flock imunity) akan menurun. Bibit penyakit akan masuk lewat ayam-ayam kecil dan lemah atau ayam dengan asupan nutiris tidak optimum. Ayam ini lebih peka dengan agen penyakit yang sifatnya endemik dan penyakit yang bisa terbawa oleh angin (airborne).
 
“Makanya pada musim hujan jangan heran kalau tinggi kasus ND dan IB. Apalagi, IBD bersifat endemik. Respon antisipatif yang harus diambil untuk meminimalkan setiap risiko adalah dengan biosekuriti dan mengatur ventilasi,” tutur Tony.
 
 
Biosekuriti dan Vaksinasi
 
Pada 2021 diprediksi jenis penyakit akan mirip dengan tahun-tahun sebelumnya. Penyakit viral seperti ND, AI, IB, IBD akan tetap menunjukkan eksistensinya dan tetap berhati-hati terhadap IBH.
 
Hanin mengutarakan, pemantauan mutasi virus perlu terus dilakukan melalui program surveillance dan peneguhan diagnosis melalui polymerase chain reaction (PCR) dan sequencing.
 
Tindakan pencegahan yang terbukti mumpuni adalah kombinasi biosekuriti tiga zona dan program vaksinasi. Dalam melakukan vaksinasi, terdapat 4M (Materi, Metode, Manusia, Mileu) yang menjadi penentu keberhasilan. Mulai dari materi yang berati vaksin harus berkualitas dan kondisi ayam dipastikan sehat.
 
Kemudian, metode meliputi program vaksinasi yang diterapkan di peternakan dan teknik pemberian vaksinasi. Sebab, vaksinasi yang tidak masuk optimal ke dalam tubuh ayam akan menjadi percuma.
 
Selanjutnya, manusia sebagai vaksinator. Terakhir, mileu atau lingkungan merupakan perlindungan secara ekternal melalui biosekuriti dan penyediaan air.
 
Setelah melakukan vaksinasi, perlu memantau titer antibodi secara rutin, khususnya pada ayam petelur dan pembibit karena masa pemeliharaan yang lama. “Dari sini akan terpantu keberhasilan vaksinasi optimal berdasarkan titer antibodi. Acuan protektif titer antibodi berbeda di tiap kandang,” tutupnya.
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain