Foto: Dok. FAO - USAID
Koh Ilung, produksi lebih stabil dan biaya pengobatan turun
Implementasikan biosekuriti ketat, vaksin yang mumpuni, dan dengan dukungan manajemen, niscaya produksi akan optimal.
Untuk menghasilkan produk peternakan berkualitas sesuai kebutuhan pasar dan memenuhi syarat ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal), diperlukan budidaya yang baik.
Hal ini dimulai dengan mengamankan kandang dan lingkungannya dari kemungkinan masuknya mikroba patogen yang berbahaya bagi ternak atau lazim disebut biosekuriti.
Dalam beternak, biosekuriti yang dijamin paling ampuh dalam pengendalian virus dan penyakit adalah biosekuriti tiga zona.
Prinsip sistem pengamanan yang dibagi menjadi zona merah, kuning, dan hijau ini adalah mempersempit bahkan mencegah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam kandang.
Alfred Kompudu, National Technical Advisor Food & Agriculture Organization - Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (FAO ECTAD) Indonesia menjabarkan, elemen biosekuriti terdiri dari isolasi, kontrol lalu-lintas (pergerakan), dan sanitasi (pembersihan dan desinfeksi).
“Penerapan ini juga meningkatkan daya saing dan kualitas produk perunggasan,” bahasnya.
Membagi Tiga Zona
Biosekuriti tiga zona menyaring mikroorganisme yang berpotensi menginfeksi unggas melalui tiga lapis perlakuan. Dengan begitu, diharapkan peternakan semakin aman dari serangan penyakit.
Alfred menggarisbawahi, dalam implementasi biosekuriti tiga zona komitmen peternak sangat diperlukan agar faktor risiko pembawa penyakit, seperti manusia, benda, dan hewan akan lebih terkontrol.
“SOP (Standar Operasional Prosedur) di tiap zona berbeda-beda, semua aturan yang berlaku patut dipatuhi,” ujarnya mewanti-wanti.
Pada zona merah atau area kotor, yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Kemudian kendaraan pengangkut di parkir di zona merah, alas kaki personilnya wajib diganti dan tangan harus dicuci serta melewati area celup kaki.
Sementara di zona kuning atau area buffer (perantara), pengunjung harus mandi, mengganti baju, dan hanya membawa peralatan steril yang dibutuhkan ke dalam kandang.
Sedangkan pada zona hijau atau area bersih, alas kaki diganti kembali dan hanya personil berkepentingan yang bisa masuk.
Pada awalnya tidak mudah mengajak peternak untuk menerapkan biosekuriti tiga zona. Terlebih, banyak yang sudah beternak sejak lama dan berpengalaman.
Lulusan Fakultas Kedokteran Hewan UGM ini berujar, dalam pelaksanaan biosekuriti tiga zona, pemantauan (monitoring) dan evaluasi tetap dilakukan.
Biaya di Awal, Laba Besar di Akhir
Alfred bercerita dirinya dan tim pernah mendampingi peternak yang kebetulan memiliki dua kandang dengan populasi ayam yang sama. Sebagai pembanding, satu kandang diterapkan biosekuriti tiga zona dan satu lagi menjadi kontrol yang tanpa perlakuan apa-apa.
Selama 18 bulan pemantauan, terjadi penurunan penggunaan antibiotik dan desinfektan sebanyak 30% di dalam peternakan yang memanfaatkan biosekuriti tiga zona.
Hal itu terjadi lantaran ayam lebih sehat sepanjang siklus. Sedangkan di kandang yang tanpa perlakuan, penggunaan antibiotik dua kali lebih tinggi.
“Hen-day (produksi telur harian) rata-rata 56 kg/1.000 ekor atau 90% produksinya. Semakin sehat ayamnya, semakin tidak ada pembayaran yang tertunda,” imbuh Alfred.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 313 terbit Juli 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.