Kamis, 2 Juli 2020

Tren Positif Bisnis Hilir Unggas

Tren Positif Bisnis Hilir Unggas

Foto: Try Surya Anditya
Dalam masa pandemi, penjualan ayam olahan naik hingga 25%

Keterbatasan akses langsung menstimulasi lonjakan permintaan pada sisi usaha ayam olahan dan siap konsumsi.
 
 
Kejadian pandemi sedikit banyaknya mengubah kebiasaan masyarakat di Tanah Air.
 
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan pemerintah dan otoritas kesehatan dalam mengendalikan laju Covid-19 saat ini mendorong terdisrupsinya tatanan sosial, pola konsumsi, dan cara berbelanja.
 
Tak terkecuali kebutuhan pangan terutama protein asal hewani. Asal tahu saja, sebanyak 70% protein hewani di dalam negeri berasal dari unggas.
 
Dengan adanya keterbatasan tersebut, masyarakat tentunya cenderung membeli yang lebih mudah, efektif, dan menimbulkan rasa nyaman.
 
Achmad Dawami, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) berujar, di awal pandemi harga ayam hidup sempat jatuh.
 
Namun, sekarang sedang stabil dan cenderung tinggi lantaran stoknya yang menipis. Di sisi lain, konsumsi daging ayam di Indonesia sekitar 12-13 kg/kapita/tahun masih tergolong rendah.
 
“Yang perlu dicermati, ayam further process (olahan) melonjak permintaannya. Produk frozen (beku) ataupun yang siap masak itu omzetnya luar biasa saat PSBB. Ini artinya terjadi perubahan pola konsumsi bagi masyarakat,” tutur Dawami secara daring (on-line) di Jakarta, Senin (22/6).
 
 
Lebih Mudah, Lebih dilirik
 
Perubahan tersebut, imbuh Dawami, terlihat dari banyaknya usaha-usaha rumahan yang mulai menjamur, tersedianya produk secara daring dan juga berkembangnya gerai-gerai meat shop di area perumahan.
 
Hal ini tak luput dari peran kaum milenial yang jumlahnya diperkirakan sekitar 63 juta jiwa atau 36% dari total masyarakat Indonesia.
 
“Berbeda dengan angkatan baby boomer (kelahiran 1950-an), milenial terbiasa dengan frozen food dan makanan ready to eat. Tidak perlu makan di tempat (dine in), cuma perlu dapur dan pengiriman bisa dengan kurir,” tutur lulusan Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta ini. 
 
Hal positif tersebut, salah satunya dikonfirmasi oleh Tiga Putra Perkasa, pemilik usaha ayam olahan ‘Ayam Kane’ di Bogor, Jawa Barat.
 
Ia mengakui, pada saat berlakunya PSBB terjadi peningkatan permintaan produknya hingga 200%. Bahkan ia terpaksa menolak pesanan yang masuk karena keterbatasan tenaga dan sarana.
 
Usaha hilirisasi dari peternak mandiri Tri Group tersebut tanpa disengaja mengalami permintaan yang cukup tajam. Bahkan, pada H-5 lebaran, khusus varian menu ready to cook opor ayam mendapat 7.000 pesanan tetapi hanya terlayani 800 porsi saja.
 
Lain lagi dengan pengakuan Toni Komara, pemilik usaha ayamsehat.com. Pandemi Covid-19 memang menurunkan omzetnya hingga 30%.
 
Namun yang unik, 70% pemasukannya tetap berasal dari penjualan daring. Bahkan, ia terpaksa melakukan update (pembaruan) akibat adanya lonjakan pengunjung hingga 1.000%.
 
“Biasanya terhitung ada 50 pengunjung dalam sehari, kemarin tertinggi mencapai 500 pengunjung. Web jadi harus saya benahi,” ungkapnya dengan nada gembira kepada AGRINA, Minggu (28/6).
 
Lulusan Peternakan Unpad Bandung ini mengutarakan, sebelum ada pandemi, ayam karkas beku dan olahan miliknya mayoritas dijual langsung ke restoran-restoran skala kecil. Dengan berlakunya PSBB, praktis aktivitas tersebut berhenti total.
 
Normalnya dalam sebulan Toni bisa menghabiskan sekitar 8-10 ton karkas ayam dan olahan. Akan tetapi, di situasi seperti sekarang, yang paling penting adalah keberlanjutan usaha.
 
Ia pun dapat memberdayakan tetangganya yang terdampak secara ekonomi untuk dijadikan sebagai mitra kurir pengiriman.
 
Sementara itu pengakuan dari pelaku industri, penjualan daging ayam baik segar, beku, maupun olahan melalui gerai meat shop turut mengalami peningkatan.
 
Mochamad Zunaiydi, Vice President PT Ciomas Adisatwa menuturkan, adanya gerai-gerai produk perunggasan seperti ‘Best Meat’ di area perumahan mampu mendekatkan produk unggas langsung ke konsumen.
 
Toko yang menyuguhkan produk hilir dari usaha peternakan PT Japfa Comfeed Indonesia tersebut kini telah berdiri sebanyak 500 unit dan terdaftar 280 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia.
 
“Konsumen jadinya tidak perlu jauh mencari produk ayam. Dampak positif saat pandemi, penjualan kami naik rata-rata 21%-25% di tiap gerai,” lanjutnya.
 
Yuniarto Widyo Prabowo, Head Operasional Best Meat Nasional menambahkan, saat ini penjualan produk ayam dan olahannya di Best Meat mencapai 2.000 ton/bulan.
 
Sebelumnya penjualannya berada di angka 1.200 ton/bulan. Meningkatnya tonase tersebut didorong oleh adanya penambahan gerai Best Meat yang sebelumnya berjumlan 400-an.
 
“Pendapatan dari online juga naik. Dari yang biasanya rata-rata Rp7 juta/hari menjadi Rp14 juta/hari. Ada 5-6 toko Best Meat di Jakarta yang bisa diakses melalui online, seperti di Blibli.com, Tokopedia, Shopee, HappyFresh, Gojek, dan Grab,” detailnya.
 
 
Adaptasi Kebiasaan Baru
 
Seiring timbulnya kebiasaan baru di tengah-tengah masyarakat, pelaku bisnis harus tetap memutar otak agar usahanya tetap stabil pada era new normal.
 
Toni mengungkapkan, strategi yang ia lakukan demi mendongkrak penjualannya adalah dengan menambahkan menu sayuran dan daging ruminansia di warung daringnya. Ke depannya, aplikasi ayamsehat.com yang bisa diakses melalui gawai juga akan dikembangkan.
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 313 terbit Juli 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain