Foto: Dok. Ankita Gupta
Siklus perkembangan FAW : A&B, telur FAW; C-F, instar larva; G, pupa; H, serangga jantan; I, serangga jantan (tampak dorsal); J, serangga betina; K, serangga betina (tampak dorsal)
Dengan akibat kerusakan mencapai 50%, FAW wajib dikendalikan secara cermat.
Sejak Maret 2019 hingga April 2020, jangkauan agresi ulat grayak Spodoptera frugiperda (fall armyworm – FAW) pada jagung telah mencapai 32 provinsi di Indonesia.
Laporan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), detail lokasi serangan berada di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Palembang, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Ciri-ciri FAW
Prof. Dadang, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB mengatakan, siklus hidup FAW 1-1,5 bulan dan sifatnya tertarik cahaya. Yang menarik, serangan hama terbatas pada jagung yang masih muda, sedangkan yang tua tidak terserang.
“Hama ini polifag, inangnya banyak. Cabai, bawang, tebu, padi, kacang tanah, kapas, tomat, apel, jeruk, berbagai jenis tanaman hias, dan beberapa gulma seperti keluarga kangkung, teki, dan bayam,” tambahnya.
FAW mampu bermigrasi sangat jauh dengan kecepatan terbang hingga 100 km/hari. Produksi telurnya pun sangat tinggi, 100-200 butir telur bisa berkembang jadi 2.000 telur. Serangga ini mengalami masa dorman untuk bertahan dalam kondisi dingin dan kemarau.
Dewi Sartiami, Dosen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB yang meninjau dua lokasi tanaman jagung pada awal serangan di Nagari Koto Baru, Kec. Luhak Nan Duo, Kab. Pasaman Barat, Sumbar menambahkan, serangan yang ditimbulkan FAW sangat serius.
Di setiap tanaman terdapat kerusakan. Terlihat terpotong, lubang-lubang, tersobek-sobek daunnya. Titik tumbuh terpotong, habis dimakan dan ada kotoran cokelat.
Ia mengatakan, sebaran FAW yang sangat cepat disinyalir dari kemampuan terbang ngengat yang jauh, terbawa melalui media transportasi, hingga faktor iklim.
Kendalikan dengan Tepat
Prof. Dadang menyarankan, pengendalian FAW bisa dilakukan melalui beberapa cara. Mulai dari pemantauan dengan lampu perangkap, feromon, pengamatan langsung pada tanaman, strategi hit&run (coba-coba), menanam varietas resisten, penggunaan perlakuan benih (seed treatment), dan tumpang sari dengan tanaman non-inang.
Kemudian, mengeksplorasi musuh alami dan menguji efikasinya. Di antara musuh alami itu adalah Bacillus thuringiensis, Baculovirus spodoptera, Beauveria bassiana, dan Trichogramma.
“Belajar dari negara lain, insektisida yang bisa digunakan mengandung bahan aktif rynaxypir, emamectin benzoat, cyantraniliprole, dan thiamethoxam,” detailnya.
Titik kritis FAW berada di fase larva. Ketika telur menetas, itulah saat pengendalian yang tepat sebelum larva (ulat) masuk ke dalam gulungan daun.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.