Foto: Istimewa
Diskusi daring, pembangunan ekonomi lokal melibatkan pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Pembangunan ekslusif hanya menjadikan aspek pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya tujuan utama, yang seringkali menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa pemerataan kesejahteraan. Saat ini, pembangunan inklusif menjadi pilihan logis dalam mempertahankan produksi, produktifitas, dan konsumsi produk pertanian pada situasi pandemi Covid-19.
Pembangunan inklusif berupa pembangunan dengan mengembangkan model pembangunan ekonomi lokal dengan melibatkan secara peran aktif pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat. “Implementasinya dalam bentuk intervensi program dengan memanfaatkan potensi ekonomi daerah, pengembangan perencanaan partisipatif, pengembangan forum multipihak, advokasi kebijakan publik, serta dukungan usaha kecil dan menengah," ujar Tjepyy D Sudjana, peneliti Puslitbangnak Kementerian Pertanian dalam Diskusi Online yang diselenggarakan oleh Yayasan CBC Indonesia (YCI) dan Indonesia Livestock Alliance (ILA), Rabu (20/5).
Diskusi yang mengangkat tema “Praktik Bisnis Inklusif untuk Pengembangan Usaha di Sektor Pertanian dan Peternakan" tersebut, bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Sudjana menambahkan, pandemi ini telah mengganggu ketersediaan, distribusi, dan akses terhadap pangan di berbagai negara termasuk Indonesia, sehingga diperkirakan akan terjadi kelangkaan pangan, dan dikuti oleh perubahan perilaku masyarakat dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Pandemi ini juga berpotensi mengganggu rantai pasok pangan antara perdesaan dan perkotaan, ekspor impor produksi pangan dan input produksi, akses ke pusat pengolahan, dan pasar pangan utama sumber karbohidrat dan protein hewani, yang akhirnya berpengaruh kepada proses produksi dan produktivitasnya.
Kondisi seperti ini menunjukkan kebutuhan pangan domestik di Indonesia, dari sisi produksi dan produktivitasnya perlu mendapat perhatian serius selama periode pencegahan dan mitigasi resiko. "Gangguan ini akan menyebabkan penurunan pendapatan petani dan stabilitas harga yang lebih serius dari biasanya, baik secara geografis maupun pola musim, sehingga menciptakan susana ketidakpastian bagi produsen maupun konsumen, termasuk produksi dan produktivitas pangan," tandas Sudjana.
Selain Sudjana, Narasumber lain yang turut berpartisipai yakni Ir. R. Anang Noegroho Setyo Moeljono, M.E.M (Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas), Lulu Wardhani (Unit Manager, Rural Development Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT)), Devin Marco (Head of Portfolio PRISMA), M. Burmansyah K. (Manager Partnership & Smallholder PT Pupuk Kalimantan Timur), Regi Diar Patrizia (Business Development KJUB Puspetasari), Febroni Purba(Manager Marketing PT Sumber Unggas Indonesia), Dr. Andre Rivanda Daud (Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Unpad).
Try Surya A
Editor: Windi L