Foto: Try Surya Anditya
Penuh tantangan, industri unggas diharapkan terus tumbuh
Di tengah turunnya daya beli masyarakat, konsumsi per kapita protein hewani asal unggas diharapkan tetap naik pada 2020.
Mengulas industri peternakan pada 2019, banyak hal yang menjadi sorotan khususnya di bidang perunggasan. Sepanjang tahun lalu, tercatat beberapa kali peternak mandiri melakukan aksi lantaran harga ayam hidup (live bird - LB) jatuh.
Mengulas industri peternakan pada 2019, banyak hal yang menjadi sorotan khususnya di bidang perunggasan. Sepanjang tahun lalu, tercatat beberapa kali peternak mandiri melakukan aksi lantaran harga ayam hidup (live bird - LB) jatuh.
Dari sisi produksi, agar tidak terus merugi peternak dituntut untuk berefisiensi. Sementara itu, aturan juga membatasi industri pendukungnya seperti obat-obatan dan pakan hewan.
Achmad Dawami, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) mengungkapkan, persaingan di industri perunggasan sangat ketat. Karena itu integrasi telah menjadi suatu keniscayaan.
Achmad Dawami, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) mengungkapkan, persaingan di industri perunggasan sangat ketat. Karena itu integrasi telah menjadi suatu keniscayaan.
Hal tersebut, menurut Dawami, adalah tuntutan dan demi mengejar efisiensi secara nasional. Ia pun menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan perang dagang yang semakin membuat bisnis ini menjadi tidak mudah.
“Yang terpenting bagaimana cara kita menyiasati daya beli. Bukan ikut turun, namun mendongkrak kenaikan,” bahasnya belum lama ini di Jakarta.
Senada dengan Dawami, Tevi Melviana, Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) menimpali, perunggasan telah beralih ke arah industrialisasi.
“Yang terpenting bagaimana cara kita menyiasati daya beli. Bukan ikut turun, namun mendongkrak kenaikan,” bahasnya belum lama ini di Jakarta.
Senada dengan Dawami, Tevi Melviana, Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) menimpali, perunggasan telah beralih ke arah industrialisasi.
Saat ini, sudah tidak lagi sekadar poultry farming, tetapi poultry industry. Pemanfaatan kandang tertutup (closed house) untuk ternak broiler (ayam pedaging) dinilainya akan mendorong peternak menjadi lebih bersaing.
Dari Farming ke Industri
Ke depan, Tevi meyakini, bisnis perunggasan mutlak harus ke era industri. Sebab, akan sangat berisiko kalau peternak hanya menjual ayam hidup.
Dari Farming ke Industri
Ke depan, Tevi meyakini, bisnis perunggasan mutlak harus ke era industri. Sebab, akan sangat berisiko kalau peternak hanya menjual ayam hidup.
“Bisa masuk ke slaughtering (pemotongan), lebih bagus lagi bisa ke food (makanan). Harus ada semacam aliansi, tidak bisa berdiri sendiri, baik peternak maupun lainnya yang terkait supaya kaki lebih kuat,” pendapatnya.
Dari sisi pakan ternak, ia merinci, lima tahun lalu usaha ini menjadi primadona. Boleh dibilang, ketika pertumbuhan ekonomi naik 7%, industri pakan juga mengikutinya, bahkan dua kali lipat. Namun yang terjadi sekarang, saat ekonomi naik 5%, industri pakan ikut naik 5% saja sudah tergolong baik.
Tevi mengakui, industri pakan saat ini sudah mulai melakukan penyesuaian agar omzet tetap positif. “Kita berinovasi agar peternak tetap bisa membeli pakan sesuai kemampuannya. Tahun 2018 peternak masih menikmati keuntungan. Namun akhir 2018 yang berlanjut hingga September 2019, bisa disimpulkan sembilan bulan rugi, dua bulan untung, satu bulan break even point (impas),” ulasnya.
Kondisi pasar yang telah berubah menjadikan industri perunggasan lebih kompetitif. Harga pokok produksi (HPP) dituntut harus lebih murah. Pabrik pakan berlomba menciptakan produk dengan harga dan kualitas yang seimbang. Dulu, perolehan jagung tidak masalah karena masih ada impor. Namun hal itu dianggap menyulitkan petani jagung lokal.
Akan tetapi begitu impor dilarang dan wajib menyerap lokal, yang terjadi malah harga jagung lebih tinggi dan berimbas pada mahalnya harga pakan. Sementara itu, peternak tidak menginginkan harga naik. Akhirnya, pabrik pakan wajib terus berinovasi untuk menyiasati sulit dan mahalnya jagung.
Namun demikian, menurut Associate Director Sales Poultry Feed PT Cheil Jedang Feed & Livestock Indonesia tersebut, industri pakan ternak di Indonesia masih menjadi daya tarik lantaran jumlah penduduk yang besar dan konsumsi protein hewani masih berpotensi tumbuh. Potensi berkembangnya industri pabrik pakan ke depan masih sangat mungkin seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi.
Menaikkan Konsumsi dan Berpromosi
Dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, konsumsi ayam ras nasional pada 2019 mencapai 15,5 kg/kapita. Pada 2020, yang menurut penanggalan China adalah Tahun Tikus Logam, Dawami memprediksi konsumsi ayam akan menyentuh 15,74 kg/kapita/tahun.
Dari sisi pakan ternak, ia merinci, lima tahun lalu usaha ini menjadi primadona. Boleh dibilang, ketika pertumbuhan ekonomi naik 7%, industri pakan juga mengikutinya, bahkan dua kali lipat. Namun yang terjadi sekarang, saat ekonomi naik 5%, industri pakan ikut naik 5% saja sudah tergolong baik.
Tevi mengakui, industri pakan saat ini sudah mulai melakukan penyesuaian agar omzet tetap positif. “Kita berinovasi agar peternak tetap bisa membeli pakan sesuai kemampuannya. Tahun 2018 peternak masih menikmati keuntungan. Namun akhir 2018 yang berlanjut hingga September 2019, bisa disimpulkan sembilan bulan rugi, dua bulan untung, satu bulan break even point (impas),” ulasnya.
Kondisi pasar yang telah berubah menjadikan industri perunggasan lebih kompetitif. Harga pokok produksi (HPP) dituntut harus lebih murah. Pabrik pakan berlomba menciptakan produk dengan harga dan kualitas yang seimbang. Dulu, perolehan jagung tidak masalah karena masih ada impor. Namun hal itu dianggap menyulitkan petani jagung lokal.
Akan tetapi begitu impor dilarang dan wajib menyerap lokal, yang terjadi malah harga jagung lebih tinggi dan berimbas pada mahalnya harga pakan. Sementara itu, peternak tidak menginginkan harga naik. Akhirnya, pabrik pakan wajib terus berinovasi untuk menyiasati sulit dan mahalnya jagung.
Namun demikian, menurut Associate Director Sales Poultry Feed PT Cheil Jedang Feed & Livestock Indonesia tersebut, industri pakan ternak di Indonesia masih menjadi daya tarik lantaran jumlah penduduk yang besar dan konsumsi protein hewani masih berpotensi tumbuh. Potensi berkembangnya industri pabrik pakan ke depan masih sangat mungkin seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan konsumsi.
Menaikkan Konsumsi dan Berpromosi
Dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, konsumsi ayam ras nasional pada 2019 mencapai 15,5 kg/kapita. Pada 2020, yang menurut penanggalan China adalah Tahun Tikus Logam, Dawami memprediksi konsumsi ayam akan menyentuh 15,74 kg/kapita/tahun.
Namun ia menyayangkan, pemerintah hanya memiliki target konsumsi 13,5 kg/kapita/tahun. Padahal, potensi produksi DOC pada 2020 mencapai lebih dari 3,6 miliar ekor atau akan setara dengan 6 miliar kg lebih ayam hidup.
Dengan deplesi (kematian) 6% saja, potensi DOC masih 3,4 miliar ekor. “Potensi saja sudah 15,5 kg/kapita, tapi pemerintah malah 13,5 kg/kapita. Tak heran bisnis ini sering ada demo dan integrator disalahkan. Peternak, pengusaha obat, integrator harus berubah demi efisiensi,” tandas Dawami.
Selanjutnya, ia merinci, lebih dari 70% konsumsi protein hewani masih berasal dari unggas. Namun demikian, kasus stunting (pendek) masih terjadi sebesar 29,6% dan gizi buruk 17,8% dari total penduduk.
Dengan deplesi (kematian) 6% saja, potensi DOC masih 3,4 miliar ekor. “Potensi saja sudah 15,5 kg/kapita, tapi pemerintah malah 13,5 kg/kapita. Tak heran bisnis ini sering ada demo dan integrator disalahkan. Peternak, pengusaha obat, integrator harus berubah demi efisiensi,” tandas Dawami.
Selanjutnya, ia merinci, lebih dari 70% konsumsi protein hewani masih berasal dari unggas. Namun demikian, kasus stunting (pendek) masih terjadi sebesar 29,6% dan gizi buruk 17,8% dari total penduduk.
Padahal, anak yang cerdas dan produktif merupakan cerminan mutu SDM tinggi. Dalam menyiasati daya beli yang rendah, Dawami meyakini, disposable income masyarakat bisa dialihkan untuk dibelanjakan protein asal unggas. Tentunya dengan didukung promosi secara konsisten.
Industri perunggasan perlu berkonsentrasi agar tercipta harga yang stabil dan terjangkau. “Harga yang tidak terjangkau akan membuat konsumsi turun. Untuk mendapatkan harga terjangkau harus berkoordinasi antarkementerian. Pemerintah bisa memberi subsidi seperti untuk peralihan kandang dari open house ke closed house kepada peternak,” ujar Head of Marketing Broiler Commercial Poultry Division PT Ciomas Adisatwa tersebut.
“Diperlukan promosi peningkatan konsumsi protein hewani lokal dan berkesinambungan. Tentunya harus disadari juga pentingnya efisiensi dengan teknologi dan industri dalam ketersediaan pangan asal hewan. Ini sudah industri dan perlu keterlibatan teknologi,” tandas lulusan peternakan UGM Yogyakarta ini.
Sementara itu, Arif Karyadi, Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) menjabarkan, harga ayam hidup sangat volatil dan telur realtif stabil selama 2019.
Industri perunggasan perlu berkonsentrasi agar tercipta harga yang stabil dan terjangkau. “Harga yang tidak terjangkau akan membuat konsumsi turun. Untuk mendapatkan harga terjangkau harus berkoordinasi antarkementerian. Pemerintah bisa memberi subsidi seperti untuk peralihan kandang dari open house ke closed house kepada peternak,” ujar Head of Marketing Broiler Commercial Poultry Division PT Ciomas Adisatwa tersebut.
“Diperlukan promosi peningkatan konsumsi protein hewani lokal dan berkesinambungan. Tentunya harus disadari juga pentingnya efisiensi dengan teknologi dan industri dalam ketersediaan pangan asal hewan. Ini sudah industri dan perlu keterlibatan teknologi,” tandas lulusan peternakan UGM Yogyakarta ini.
Sementara itu, Arif Karyadi, Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) menjabarkan, harga ayam hidup sangat volatil dan telur realtif stabil selama 2019.
Ia berpandangan, struktur harga jual ayam hidup dan telur yang tercipta tidak mengikuti struktur biaya budidaya di tingkat peternak mandiri. “Kebijakan pemerintah di sektor peternakan belum berpihak kepada industri peternakan ayam ras dalam negeri. Terutama peternak mandiri,” ulasnya.
Ia memprediksi, pada 2020 masih akan diwarnai gejolak harga di tingkat peternak (farm gate) ayam broiler akibat kelebihan pasokan. Dari sisi konsumsi, peningkatan masih belum bisa menyerap kelebihan karkas ayam.
Ia memprediksi, pada 2020 masih akan diwarnai gejolak harga di tingkat peternak (farm gate) ayam broiler akibat kelebihan pasokan. Dari sisi konsumsi, peningkatan masih belum bisa menyerap kelebihan karkas ayam.
Untuk itu, imbuh Arif, keberadaan secondary market, seperti ekspor dalam jumlah besar sangat diperlukan. Ia pun menggarisbawahi, data perunggasan nasional yang sangat perlu dimutakhirkan.
Sedangkan untuk layer (ayam petelur), pertumbuhan masih sangat mungkin mengingat harga yang sangat baik di tingkat farm gate. “Pasar tradisional masih akan menjadi tumpuan ayam hidup, serapan diperkirakan 80%. Begitu juga dengan telur, pasa domestik masih menjadi tumpuan,” kata Dosen Agribisnis IPB Bogor ini.
Bisnis Obat Hewan 2020 Tetap Tumbuh
Berbicara prospek industri unggas pada 2020, tidak lengkap rasanya tanpa membahas industri obat hewan. Masih segar dalam ingatan, awal 2018 lalu pemerintah resmi melarang penggunaan antibiotik dalam pakan sebagai pemacu pertumbuhan (antibiotic growth promoter – AGP).
Kemudian pada 2019, kesadaran akan potensi terjadinya resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance - AMR) dalam penggunaan di peternakan terus digaungkan. Namun di sisi lain, pemerintah mengeluarkan aturan medicated feed (pakan terapi), yakni pakan dengan kandungan antibiotik yang ditujukan untuk pengobatan dan wajib melalui restu dokter hewan.
Kendati demikian, Irawati Fari, Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) optimistis, setidaknya industri obat hewan tumbuh lebih dari 5%-8% pada 2020. “Walaupun banyak tantangannya, masih ada peluang dan tumbuh tahun depan (2020). Mayoritas obat hewan untuk unggas,” bahas Ira.
Besarnya peluang tumbuh industri obat hewan pada 2020 dengan pertimbangan beberapa aspek, yakni populasi ternak dan produksi pakan yang terus tumbuh, produk pengganti AGP yang masih dicari dan juga produk biosekuriti. Di samping itu, penggunaan antibiotik terapi, pertumbuhan hewan non ternak dan ternak lainnya juga akan mendorong pertumbuhan bisnis ini ke depan.
Try Surya Anditya
Sedangkan untuk layer (ayam petelur), pertumbuhan masih sangat mungkin mengingat harga yang sangat baik di tingkat farm gate. “Pasar tradisional masih akan menjadi tumpuan ayam hidup, serapan diperkirakan 80%. Begitu juga dengan telur, pasa domestik masih menjadi tumpuan,” kata Dosen Agribisnis IPB Bogor ini.
Bisnis Obat Hewan 2020 Tetap Tumbuh
Berbicara prospek industri unggas pada 2020, tidak lengkap rasanya tanpa membahas industri obat hewan. Masih segar dalam ingatan, awal 2018 lalu pemerintah resmi melarang penggunaan antibiotik dalam pakan sebagai pemacu pertumbuhan (antibiotic growth promoter – AGP).
Kemudian pada 2019, kesadaran akan potensi terjadinya resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance - AMR) dalam penggunaan di peternakan terus digaungkan. Namun di sisi lain, pemerintah mengeluarkan aturan medicated feed (pakan terapi), yakni pakan dengan kandungan antibiotik yang ditujukan untuk pengobatan dan wajib melalui restu dokter hewan.
Kendati demikian, Irawati Fari, Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) optimistis, setidaknya industri obat hewan tumbuh lebih dari 5%-8% pada 2020. “Walaupun banyak tantangannya, masih ada peluang dan tumbuh tahun depan (2020). Mayoritas obat hewan untuk unggas,” bahas Ira.
Besarnya peluang tumbuh industri obat hewan pada 2020 dengan pertimbangan beberapa aspek, yakni populasi ternak dan produksi pakan yang terus tumbuh, produk pengganti AGP yang masih dicari dan juga produk biosekuriti. Di samping itu, penggunaan antibiotik terapi, pertumbuhan hewan non ternak dan ternak lainnya juga akan mendorong pertumbuhan bisnis ini ke depan.
Try Surya Anditya