Kamis, 7 Nopember 2019

Antara Biaya dan Fakta Pascapelarangan AGP

Antara Biaya dan Fakta Pascapelarangan AGP

Foto: Windi Listianingsih
Produksi pakan unggas nasional meningkat 6%-7% per tahun

Sebanyak 315 jenis pengganti AGP telah terdaftar. Peternak bisa memilih mana yang lebih baik.
 
 
Hal yang menjadi perhatian peternak pascapelarangan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (Antibiotic Growth Promoter – AGP) adalah tetap bagusnya performa ayam dan keuntungan. Sebab, biaya yang tadinya lebih murah untuk memproduksi satu kilogram (kg) ayam menjadi bertambah.
 
Mengutip literatur dan konsensus, ketika AGP dicabut dan tidak ada pengganti apapun, ongkos produksi akan naik sekitar 11%. Hal ini disebabkan masa kering kandang lebih lama 8,5%, di samping konversi pakan (FCR) yang juga membengkak. Dengan pengganti yang tepat, biaya yang dikeluarkan akan sebanding.
 
Wayan Wiryawan, Direktur Farma Sevaka Nusantara mengungkapkan, biaya yang dikeluarkan saat menggunakan AGP mungkin hanya berkisar Rp30/kg pakan.
 
Sementara dengan imbuhan pakan (feed additive), biayanya bisa Rp100/kg pakan. Namun menurutnya, hal tersebut merupakan efisiensi di awal lantaran hasilnya akan lebih baik.
 
“Lebih banyak profit. Dari segi performa dan mortalitas ayam berkurang, body weight lebih bagus dan lingkungan lebih sehat. Biaya beda 50 perak tapi dapatnya 500,” jabar Wayan kepada AGRINA, Jumat (1/11).
 
 
Temuan di Lapangan
 
Produksi pakan unggas nasional meningkat 6%-7% per tahun. Pada 2016 sebanyak 17,23 juta ton, 2017 18,25 juta ton, 2018 19,44 juta ton, dan tahun ini diperkirakan mencapai 20,7 juta ton. Hal ini menandakan industri peternakan khususnya unggas tetap tumbuh meskipun tantangan selalu datang silih berganti.
 
Dari sisi imbuhan pakan, Sri Widayati, Direktur Pakan, Ditjen Peternakan dan Kedokteran Hewan, Kementerian Pertanian, mengungkapkan, saat ini kurang lebih telah terdaftar 315 jenis produk pengganti AGP. Kendati demikian, berdasarkan survei yang dilakukan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan pada 94 sampel di 11 kabupaten dan kota, rata-rata 70% lebih masih mengandung antibiotik.
 
Jenis antibiotiknya, jabar Sri, yakni basitrasin (35,11%), kolistin (13,79%), virginiamisin (12,64%), dan lainnya (8,51%). Sampel yang diambil berupa pakan komersial  dan self –mixing.
 
“Kondisi demikian sepanjang 2018. Kami lalu mengadakan pengawasan pakan terpadu dengan Keputusan Dirjen. Obyeknya pakan di pabrikan, peternak, poultry shop, self-mixer. Dasar hukumnya SK Dirjen No. 9058/Kpts/OT.050/F/08/2019,” urainya dalam acara seminar Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) di ajang ILDEX 2019 .
 
Kepada pelaku usaha, ia mengingatkan, undang-undang RI No.18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Pada pasal 87 tertulis, sanksi atas pelanggaran terhadap penggunaan AGP adalah 3-9 bulan kurungan dan atau denda Rp75 juta – Rp750 juta.
 
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 305 yang terbit November 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain