Foto: Istimewa
Mengandalkan vaksinasi dan biosekuriti untuk mencegah ND
Vaksinasi yang tepat dan biosekuriti ketat akan mencegah berulangnya kasus ND.
Penyakit newcastle disease (ND) atau tetelo kerap menjadi kasus terbesar penyebab gagalnya produksi di peternakan unggas. Padahal, vaksinasi terkait ND di lapangan sudah cukup padat.
Hal ini dibenarkan oleh Wintolo, Layer & Breeder Business Development Manager PT Ceva Animal Health Indonesia. Ia mengungkapkan, vaksinasi ND sudah terbilang paling sering dan banyak diaplikasikan.
Wintolo menyarankan, selain mengandalkan vaksinasi, sebaiknya peternak lebih memperhatikan penerapan biosekuriti dan kejadian imunosupresi. “Tata laksana perunggasan dan faktor lingkungan itu penting. Lainnya, kita memerlukan teknologi vaksin terbaru yang lebih efektif,” bahas Wintolo kepada AGRINA di Jakarta, Kamis (25/7).
Penggunaan Vaksin Homolog
Selaras dengan Wintolo, di tempat berbeda, Samsidar, Marketing Support PT Sanbio Laboratories berujar, program vaksinasi ND sudah sangat rapat di farm.
Namun kenyataan di lapangan, pertahanan tetap jebol. Secara serologi titernya tinggi, tetapi yang terjadi di lapangan, ada mortalitas dan penurunan produksi.
“Itu disebabkan cross proteksi dengan vaksin yang digunakan. Misalkan yang dipakai vaksin kandungan la sota, ternyata paparan virus di lapangan adalah G7. Kemudian terjadi shedding juga,” ulasnya.
Berbicara soal vaksin, Sidar meyakini, yang digunakan haruslah virus yang homolog sesuai dengan tantangan di lapangan. Sebab, virus ND bisa saja menyerang tanpa adanya gejala klinis.
Di Indonesia, lanjut dia, sudah terdapat vaksin ND dengan kandungan virus lokal ND G7, serta strain klasik baik seperti la sota, clone, B1, maupun ulster.
“Ketika virus di lapangan berbeda dengan vaksinnya, terjadi shedding dan lebih virulen. Ini karena tidak tertangkap oleh antibodi yang diberikan oleh vaksin,” jelasnya.
Pun begitu menurut Wintolo, ayam yang terserang G7 di lapangan masih mampu terproteksi dengan vaksinasi la sota (G2). Secara visual, gejala klinis tidak timbul lantaran ada proteksi silang.
Namun ketika diuji secara lab dengan antigen G7, titernya akan naik. Selama proteksi dari vaksin ND jenis apapun terpenuhi, ayam akan tetap bertahan.
Vektor Vaksin, Vaksin Masa Depan
Berkembangnya virus ND terus menuntut para pelaku industri perunggasan mencari solusi terbaru. Wintolo mengatakan, vektor vaksin bisa diandalkan karena kemampuan memblokir shedding sangat tinggi.
Konsep dari vektor vaksin nantinya menggantikan pemberian vaksin kill (inaktif) di periode hatchery.
“Kita tidak bicara proteksi saja, tapi menahan shedding itu sangat penting. Hal itu yang tidak mampu dilakukan vaksin live (aktif) dan kill konvensional.
Sebab shedding menjadi tantangan yang belum terpecahkan,” papar lulusan FKH UGM, Yogyakarta ini.
Kandungan dari vektor vaksin ini, beber Wintolo, vektornya adalah HVT Marek dan disisipi gen F dari virus ND. Dengan sel marek sebagai dasarnya, nantinya akan terdistribusi ke semua sel hidup ayam. Kemudian kekebalan lokal ayam jadi terangsang.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 302 yang terbit Agustus 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/