Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Serangan ulat grayak terhadap tanaman jagung di Lampung semakin meluas
Serangan ulat grayak terhadap tanaman jagung petani di berbagai daerah di Provinsi Lampung pada musim tanam kedua (MT-2) dan MT-3 gadu tahun ini terus meluas. Akibatnya, petani tidak saja rugi besar karena terancam tidak bisa panen, tetapi banyak petani yang urung menanam jagung dan menggantinya dengan singkong.
Kuswanto, petani jagung di Desa Trirahayu, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran mengaku, sebetulnya pada MT-2, ulat grayak sudah banyak menyerang tanaman jagung di daerahnya. Termasuk tanaman jagung milik Kus sendiri. Namun serangannya bisa ditanggulangi dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisisa Regent tiap minggu.
“Kalau dengan insektisida biasa tidak mempan. Tapi karena jagung saya diserang udah pada usia 50-an hari, tidak banyak berpengaruh terhadap produksi,” ujar Kus, Selasa (18/6) siang. Dari lahan seluas setengah hektar, ia panen 5,5 ton jagung kering panen.
Namun petani lain, lanjut Kus, yang tanamannya lebih muda kewalahan menanggulangi serangan ulat grayak yang luar biasa ganas ini. “Akibatnya pada MT-3 ini, boleh dikatakan sebagian kecil saja yang masih berani tanam jagung di daerah saya.
Sebagian besar udah ganti singkong. Sebab selain takut serangan ulat grayak lebih ganas, juga khawatir jagung kesulitan air karena sudah jarang hujan,” sambungnya.
Pergantian komoditas pada MT-3 juga dilakukan Suharyono, mantan Ketua Poktan Harapan Maju 1 Desa Sidowaras, Kecamatan Bumiratu Nuban, Kabupaten Lampung Tengah. Pasalnya, pertanaman jagung miliknya yang berumur 30 hari dimangsa ulat grayak.
Setelah disemprot dengan insektisida bermutu baik berkali-kali, baru serangan ulat agak mereda. Namun pertumbuhan jagung telanjur melambat dan kurang merata sehingga dikhawatirkan produksi turun.
“Oleh karena itu pada lahan saya yang lain, yang pada MT-2 lalu juga ditanami jagung, kini langsung saya ganti dengan singkong,” aku Yono panggilan akrabnya, Selasa (18/6) sore.
Padahal, rencana awalnya, lahan tersebut juga akan ditanami jagung dengan pertimbangan diyakini harga jual jagung pada panen MT-3 bakal tinggi. Pada panen MT-2 saja, harga jual jagung kering panen di tingkat petani sudah Rp3.000/kg.
Biasanya pada musim panen MT-3, jika pemerintah tidak impor jagung, harga bisa di atas Rp4.000/kg, dan bisa-bisa Rp5.000/kg,” ungkap guru SMA Kota Gajah ini.
Tanaman jagung milik Eko Susanto, petani jagung lainnya di Desa Sidowaras, juga tidak luput dari serangan ulat grayak. Serangan ulat baru reda setelah tanaman berumur sebulan ini disemprot insektisida tiga kali. Itu pun setelah penyemprotan diarahkan ke setiap pucuk jagung yang menjadi sarang ulat.
“Ulat ini beda sama yang sebelumnya. Ganasnya bukan main. Kabarnya ini ulat impor,” ungkap Eko yang menduga masuknya ulat ini terbawa jagung impor ke Indonesia.
Sebab jika kupu-kupunya sekadar terbang, kecil kemungkinan bisa melintas dari Afrika atau India yang sudah terlebih dahulu diserang ulat yang kepalanya mirip helm tentara ini. Selain di Lampung Tengah, dari informasi yang diterima Eko yang juga petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) ini, ulat ganas tersebut juga menyerang tanaman jagung petani di Lampung Selatan, dan Lampung Utara.
Di Lampung Tengah sendiri, serangan ulat grayak ini juga meluas di Kecamatan Anak Tuha, dan Seputih Raman. Di Kecamatan Anak Tuha diperkirakan ratusan ha tanaman jagung diserang ulat. Akibat peristiwa itu petani mengalami kerugian hingga Rp 8 juta/ha.
Demikian pula di Desa Bumidaya, Kecamatan Palas, Lampung Selatan, banyak petani yang mengeluhkan serangan hama ulat grayak. Akibatnya, tanaman jagung dengan umur berkisar 10-30 hari rusak.
Di Lampung Utara, ulat grayak juga menyerang tanaman jagung umur 1 - 2 bulan di tiga kecamatan, yakni Abung Timur, Abung Surakarta, dan Abung Semuli dan berpotensi mengakibatkan gagal panen. Estimasi luas areal lahan yang terancam gagal panen akibat serangan diperkirakan sekitar 150 ha di tiga kecamatan tersebut.
Syafnijal Datuk Sinaro/Lampung
Editor: Peni Sari Palupi