Rabu, 20 Pebruari 2019

Flu Burung di Bandarlampung Mereda

Flu Burung di Bandarlampung Mereda

Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Sugito bersama ayamnya yang masih tersisa

Virus AI yang menyerang ayam di Bandarlampung sejak pekan pertama Februari mulai mereda. Kendati begitu masih terjadi kematian ayam secara sporadis. 
 
Kepala Dinas Pertanian Kota Bandarlampung Agustini, MM mengatakan, penyakit yang menyerang ayam peliharaan warga di Kelurahan Campang Jaya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandarlampung, positif disebabkan virus  (Avian influenza, AI) atau H5N1. "Hasil uji lab bangkai ayam yang dilakukan di Balai Veteriner Bandarlampung diketahui ayam-ayam tersebut positif mengidap H5N1," ujar Kadis di Bandarlampung, Selasa (19/2).
 
Untuk mengatasi penyebaran virus, Agustini mengaku, pihaknya sudah melakukan pennyemprotan disinfektan pada kandang-kandang ayam milik warga. Termasuk di pasar-pasar juga sudah disemprot, bahkan pedagang sudah kami sosialisakan, untuk masyarakat bila diperlukan kami juga akan vaksinasi unggas mereka," lanjutnya.
 
Waspada
 
Dinas Pertanian mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terutama bagi warga yang memiliki ayam ataupun unggas untuk selalu memperhatikan kebersihan kandang serta lingkungan tempat pemeliharan. Termasuk pedagang ayam di pasar-pasar pun sudah diberi sosialisasi dan peringatan agar tidak menjual ayam yang mati secara tiba-tiba karena ditakutkan sudah terkena virus H5N1.
 
Selain itu Dinas Pertanian  juga sudah mengirimkan surat edaran kepada semua camat di Bandarlampung untuk mengantisipasi virus flu burung dengan membersihkan kandang-kandang unggas pemeliharaan dan meminta unggas-unggas untuk tidak diliarkan terlebih dahulu.
 
Adapun ciri-ciri ayam yang terserang AI di antaranya jenggernya mengembang berwarna kehitaman, muncul bercak pada kaki ayam, dan mengeluarkan lendir dari hidung dan paruh. Terhadap ayam yang memiliki gejala demikian, Agustini menyarankan untuk tidak memotong dan mengkonsumsinya karena dikhawatirkan virus flu burung menular ke manusia. 
 
“Sebetulnya jika sudah dimasak sudah aman karena virus sudah mati. Namun yang dikhawatirkan virus tersebut menular pada saat pengolahan ayam sakit tersebut,” jelasnya. Ayam yang mati sebaiknya dibakar lalu dikubur dengan radius 10 meter dari lokasi kandang ayam lainnya.
 
Kadis juga meminta masyarakat untuk tidak takut mengkonsumsi ayam karena tim dinas pertanian sudah melakukan pengawasan hingga ke pasar-pasar. Kendati begitu, masyarakat tetap diumbau tetap teliti dan waspada.
 
Penyebab AI
 
Di lokasi berjangkitnya AI, yakni RT 04 Kelurahan Campang Jaya ditemukan penyebaran virus ini mulai mereda setelah mengganas sekitar dua pekan sebelumnya. Menurut Sugito, warga RT 04 yang sekitar 50-an ekor ayamnya mati, masih ada 2 hingga 3 ayam yang terserang flu burung. 
“Sudah tidak seganas sebelumnya di mana dalam sehari bisa 5 sampai 10 ekor ayam saya mati mendadak. Dan yang mati ayam jago yang harganya sudah Rp100 ribuan per ekor,” ungkapnya.
 
Meluasnya AI di wilayah itu karena ada warga yang memotong ayam sakit dan air bekas mencuci ayam dialirkan ke selokan yang kemudian diminum oleh ayam sehat. Selang dua hingga tiga hari kemudian, ayam-ayam kampung yang dipelihara warga bergelimpangan. 
 
Kujaemi, Ketua RT 05 mengaku, penyebaran virus H5NI di wilayahnya karena ada ayam mati di selokan yang tidak ketahuan dan sudah berulat sehingga dimakan ayam lain. “Termasuk ayam saya mati enam ekor,” tutur Kujaemi. Umumnya ayam warga di RT Kujaemi dilepasliarkan. Bahkan, banyak juga yang tidur di pohon-pohon kayu sehingga pemilik tidak tahu jika ayamnya sudah mati terserang AI. 
 
Setelah dikunjungi staf Dinas Pertanian, dilakukan penyemprotan dengan disinfektan di kandang-kandang ayam dan sejak itu baru penyebaran flu burung mereda. “Syukur penyakit ini bisa cepat diatasi. Kalau saat wabah flu burung tahun 2016 lalu, semua ayam di sini habis semua,” tambahnya. 
 
Berapa ekor ayam yang mati akibat flu burung di RT 04 dan RT 05, Kujaeimi tidak mengetahui persis karena sebagian ayam tidur di pohon-pohon dan warga pun tidak mendata berapa ayam miliknya yang mati. 
 
“Tapi perkiraan saya lebih seratusan ekor. Pasalnya memang hampir semua warga di sini memelihara ayam kampung. Apalagi, RT kami ini dekat pasar sehingga ayam tidak perlu dikasih makan karena banyak makanan tersisa di pasar,” tambahnya. 
 
Syafnijal Datuk Sinaro (lampung)
 
Editor : Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain