Salah satu elemen penting keberhasilan pembangunan peternakan ayam di dalam negeri ialah peran peternak ayam yang terhimpun dalam berbagai wadah organisasi atau asosiasi. Di samping pemerintah dan industri perunggasan,
Peternak yang terhimpun ke dalam organisasi wajib mandiri, profesional, dan mempunyai peran yang signifikan. Sebab hal itu dapat memperkuat posisinya dalam menentukan arah pembangunan peternakan ayam ke depan. Hal tersebut dilontarkan Herry Dermawan, Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) saat pembukaan Rakernas Gopan di Bogor, Jum’at (4/5).
Menurut Herry, asosiasi-asosiasi peternak di daerah sudah seharusnya terlibat dalam pembangunan peternakan di Tanah Air. Pada gelaran Rakernas kali ini, Gopan membahas langkah strategis jangka pendek, menengah, dan panjang dalam membangun perunggasan nasional. “Tujuannya tentu agar kesejahteraan peternak ayam di Indonesia meningkat,” ujarnya.
AGP dan WTO
Peternak saat ini menghadapi kondisi yang semakin sulit. Tak hanya masalah teknis dan budidaya, namun kelanjutan peternak dalam usaha juga masih penuh tanda tanya. Pelarangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) masih menjadi masalah yang harus dipecahkan. Di sisi lain, ancaman penyakit akibat perubahan iklim juga masih terus ada.
Dari segi non-teknis, lanjut Herry, ancaman banjir impor ayam asal Negeri Samba juga turut menjadi ancaman bagi peternak. “Sebenarnya ini jadi ancaman sekaligus tantangan bagi industri perunggasan nasional untuk lebih bersaing. Tapi tentu pemerintah memiliki tugas dalam menguatkan dan merlindungi industri perunggasan, khususnya peternak mandiri,” tandas Herry.
Herry juga mengapresiasi langkah pemerintah karena sudah memulai menata perunggasan dengan regulasi Permentan No. 26 dan 61/2016 sampai yang terbaru Permentan No.32/2017. Dengan aturan tersebut, ia berharap semua pemangku kepentingan bisa menaatinya.
Distribusi DOC
Terkait Permentan, Herry mengakui beberapa pasal yang terkandung dalam pasal 32/2017 belum berjalan efektif. Contohnya, distribusi DOC yang belum sesuai. Ia menyebut, seharusnya pembagian DOC antara peternak mandiri dan integrator 50:50. Kenyataannya, banyak peternak mandiri yang tidak kebagian.
Sementara itu, Permendag 27/2017 yang mengatur harga live bird (ayam hidup) di kandang Rp18.500/kg dengan plus minus 10%, mengacu pada harga DOC Rp4.800/ekor dan pakan Rp6.800/kg. Harga acuan tersebut, lanjutnya, harus dikoreksi. Sebab harga DOC sudah Rp5.800/ ekor -Rp6.500/ekor. “Belum lagi harga pakan sudah naik Rp150/kg. Regulasi non-AGP membuat konsumsi pakan meningkat, HPP jadi naik,” pungkasnya.
Try Surya Anditya