Manfaat mesin ini akan maksimal bila pilihan ukurannya sesuai kondisi lahan dan pengoperasiannya tepat.
Sejak 2013 Kementerian Pertanian mulai menggelontorkan bantuan mesin panen padi (combine harvester) ke berbagai kelompok tani di Provinsi Lampung. Tujuannya untuk mempercepat panen dan meminimalkan kehilangan produksi saat pascapanen.
Salah satu penerimanya adalah Gapoktan Sumber Rejeki di Desa Tanggul Angin, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Siswantoro, sang ketua gapoktan, mengungkapkan, pihaknya menerima bantuan mesin panen padi (combine harvester) besar dari pemerintah pusat dua tahun silam. Hingga kini mesin berharga Rp300 juta tersebut sudah digunakan oleh 15 kelompok tani anggota gapoktan dengan luas areal 442 ha sebanyak enam musim panen.
Menurut Sis, begitu ia biasa disapa, aplikasi combine harvester bukanlah hal baru di daerahnya, sebab sebelumnya sudah ada mesin serupa yang dioperasikan sebuah perusahaan swasta. Namun pengoperasian mesin tersebut kurang optimal karena banyak bulir padi yang berserakan keluar sehingga petani trauma menggunakan mesin serupa ketika Gapoktan menerima bantuan lagi.
“Kami butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan petani bahwa menggunakan mesin panen kehilangan produksi bisa ditekan seminimal mungkin dengan waktu panen lebih cepat dan biaya lebih rendah. Jadi baru dalam tiga musim panen terakhirlah mesin ini benar-benar diterima petani,” ujar Sis kepada AGRINA di rumahnya awal Juni lalu.
Hendro Wijayanto, Presiden Direktur CV Karya Hidup Sentosa, produsen alsintan di Yogyakarta, menerangkan, combine harvester merupakan alsintan yang berfungsi untuk memanen padi. Dinamakan combine harvester karena mesin ini mengombinasikan beberapa aktivitas panen mulai dari proses memotong, merontokkan, hingga membersihkan. “Alat ini juga menjadi jawaban di tengah semakin sedikitnya tenaga kerja yang bersedia terjun di sektor pertanian. Apalagi saat musim panen yang biasa serentak dibutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan mesin ini, panen satu hektar cukup 4 - 5 orang saja, ” tuturnya kepada AGRINA di kantornya.
Sesuai Kondisi Lahan
Fakta di Lampung memberikan pelajaran pentingnya pemilihan jenis alsintan yang tepat sesuai kondisi lapangan. Sumarno, Sekretaris Gapoktan Sumber Rejeki, menuturkan, mesin panen yang mereka terima ternyata biaya perawatannya tinggi karena suku cadang mudah aus. Padahal harga suku cadang tersebut mahal. Dalam sekali musim panen bisa dua kali ganti klahar, rantai-rantai, dan sekali untuk ban roda.
Akibatnya, kini sudah banyak mesin serupa yang dioperasikan gapoktan lainnya tidak terpakai lantaran pendapatan tidak sebanding dengan biaya perawatan. “Apalagi yang mini combine harvester, rodanya mudah rontok karena terbuat dari besi,” terang Sumarno.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 11 Edisi No. 253 yang
terbit pada Senin, 6 Juli 2015. Atau klik di www.scanie.com/featured/agrina.html,
https://www.wayang.co.id/index.php/majalah/agrina