Kamis, 21 Nopember 2013

Produk Perkebunan Indonesia Kalah dengan Negara Tetangga

Pengusaha mengaku sulit melakukan pengembangan usaha perkebunan di Indonesia.  Salah satu kendalanya karena pembebasan lahan yang dilakukan seringkali memicu konflik antara pengusaha dan warga setempat.

Para 2012 tercatat 541 kasus sengketa lahan perkebunan, 74%-nya adalah konflik penguasaan lahan yang melibatkan pengusaha dan warga dan baru 10% kasus sengeketa tersebut yang bisa diselesaikan.

“Tumpang tindihnya perisinan, prosedur pengurusan lahan dan klaim masayrakat atas kepemilikan lahan,” kata Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) Didiek Hadjar Goenadi pada Konferensi Pers GPI Conex di Kantor Kementerian BUMN di  Jakarta, Kamis (21/11).

Jika dihitung rata-rata luasan kepemilikan lahan dan produktivitas rata-rata produk perkebunan di Indonesia masih kalah dengan negara tetangga seperti, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Didiek menjabarkan, saat ini  produktivitas cpo (crude palm oil) Indonesia rata-rata hanya 3,6 ton/ha/tahun, untuk karet 930 Kg karet kering/ha/tahun.

Sementara itu, tambahnya, di Malaysia produktivitas sawit mencapai 4,7 ton/ha/tahun, dan untuk karet keringnya 1.450 Kg /ha/tahun. Sedangkan di Thailand jauuh lebih tinggi yaitu 1.705 Kg karet kering/ha /tahun.

Didiek melanjutkan, untuk produksi kopi, Indonesia baru bisa menghasilkan rata-rata 500-700 Kg biji kopi kering/ha/tahun sedangkan di Vietnam rata-rata mencapai 2.000 Kg biji kopi kering/ha/tahun.

Dorong Perkembangan Dengan Benih Unggul

Dirut RPN, Didiek Hadjar Goenadi, mengatakan ke depan Indonesia terus dorong melakukan penelitian pada benih-benih unnggul, misalnya benih sawit yang memiliki tingkat produksi cpo yang tinggi mencapai 7 ton/hektar/tahun. “Kita akan terus melakukan penelitian untuk kemajuan bisnis perkebunan ini," katanya.

Didiek juga memberikan contoh pada temuan varietas tebu yang tahan kekurangan air, karena tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan maupun kelebihan air. “Setiap tahun kita terus lakukan penelitian berkelanjutan dan tidak pernah berhenti,” ujarnya.

Ia menjelaskan, penelitian varietas tebu tahan air ini di lakukan PT. RPN dengan menggunakan dana penelitian sebesar Rp 10 miliar. Sementara itu, untuk pendanaan penelitian selama ini berasal dari keuangan internal perusahaan.

Per tahun, PT RPN rutin mengalokasikan dana penelitian sebesar Rp 25 miliar untuk membuat benih unggul komoditas perkebunan. PT RPN juga menjadi salah satu produsen benih terbesar di Indonesia, karena menguasai pasar benih untuk sawit di Indonesia sebesar 40%, karet 95%, kakao 90%, tebu 100%.

Tri Mardi Rasa

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain