Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi garam pemerintah memastikan bakal menutup keran impor komoditas tersebut dengan meningkatkan produksi dan produktivitas petambak garam dengan teknologi tinggi.
“Kita bisa kurangi impor garam, kita harapkan program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) bisa maksimal dan berkontribusi bagi pemenuhan kebutuhan garam di sektor industri,” ujar Kepala Pusat Badan Statistik dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Indra Sakti, dalam diskusi bertema “Industrialisasi Garam Rakyat Untuk Mewujudkan Kemandirian Produksi Garam Nasional, dan kunjungan ke pengelolaan garam rakyat yang di kelola Pondok Pesantren (ponpes) Sunan Drajad di Lamongan, Jawa Timur Sabtu (25/5).
Kasubdit Sosial Budaya Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Pesisir KKP, Paskah Gumilar menambahkan, beberapa petambak garam rakyat telah berhasil menyuplai kebutuhan sektor industri. Salah satu kontribusinya adalah menyuplai industri minuman ringan di dalam negeri. Tapi, untuk memebuhi garam industri membutuhkan kualitas olahan yang baik.
“Tambak garam yang dikerjakan masyarakat perlu memenuhi standar khusus agar pasokannya bisa berkontribusi bagi sektor industry,” kata Paskah Gumilar
Sedangkan Wakil Rektor III bidang Kerjasama Universitas Hang Tuah Surabaya Djoko Triono mengatakan, analisis kadar NaCl beberapa produk garam berkisar antara 70-86%. Standarisasi mutu garam bagi makanan dan minuman, serta farmasi perlu mencapai 95%-97%.
Para petambak perlu meningkatkan kadar NaCl yang cukup tinggi agar potensi garam produksi petambak bisa diserap sektor industri. “Jadi sesungguhnya perlu ada peningkatan kualitas garam K3 ke K1,” kata Agus Sulistyo, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KKP.
Sementara itu, (Ponpes) Sunan Gunung Drajat di Lamongan memproduksi garam beryodium dengan bantuan dari (KKP) telah berhasil memproduksi garam beryudium sebanyak 2 ton per hari.
Garam industry rumahan ini bermerek Samudra dan ditargetkan untuk dijual di toko-toko ritel. Pengelola garam Samudra Biyati Ahwarumi berencana menongkatakan kapasitas hingga 5 kali lipat sehingga bisa menjadi pemasok ritel.
"Dengan tambahan alat baru hasil kerjasama dengan Universitas Hang Tuah Jakarta, target bisa dicapai,” kata Biyati pada wartawan di pabrik pengolahan garam miliknya.
Awalnya, jelas Biyati produksi garam miliknya hanya kerjasama dalam bentuk penilitian antara KKP, Universitas Hang Tuah, dan santri SMK Ponpes Sunan Gunung Drajat pada tahun 2010. Kemudian di tahun 2012 menjadi sebuah unit usaha sendiri. “Omset bisnis ini sekarang Rp 85 juta per bulan,” tandas Biyati.
Agus Sulistyo menambahkan, KKP membantu "Samudra" dengan peralatan pengolahan garam dan melakukan supervisi serta bantuan teknis. "Perusaan garam Samudra memang jadi salah satu binaan KKP dalam menghasilkan garam konsumsi yang memenuhi standar SNI Kami telah membina sebanyak 14 perusahaan pengolahan garam di Rembang, lamongan, Tuban, Gresik, dan beberapa wliayah lainnya di sentra-sentra penghasil garam, “ jelas Agus.
Biyati menambahkan, garam yodium produksi pabriknya sudah sesuai standar nasional dengan kadar Natrium Khlorida (NaCl) mendekati 95%. Ia juga terus berupaya mengurus sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Untuk urus perizinan dengan Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah," jelas Biyati.
Tri Mardi Rasa