Minggu, 12 Mei 2013

LIPUTAN KHUSUS : Densitas Tinggi Tak Masalah Lagi

Budidaya udang galah padat tebar tinggi sangat mungkin dilakukan. Bagaimana caranya?

Udang galah dikenal bersifat kanibal dan mempunyai daerah kekuasaan (teritorial). Akibatnya, budidaya udang galah hanya bisa dilakukan secara tradisional dengan padat tebar rendah. “Kalau pada tebar tinggi, pasti banyak kematian. Survival rate (SR)-nya pasti rendah,” ujar Kesit Tisna Wibawa, perekayasa Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jabar.

Karena itu, umumnya masyarakat membudidayakan si capit panjang ini secara tradisional dengan densitas (padat tebar) rendah, antara 1-5 ekor/m2. Selama ini padat tebar udang galah yang tertinggi mencapai 20 ekor/m2. Budidaya juga dilakukan di kolam tanah berdinding semen dengan menambahkan shelter (pelindung) atau menggunakan apartemen bertingkat.

Densitas rendah menyebabkan produksi udang galah bergerak lambat, jauh tertinggal dari permintaannya di pasar. Namun, pembudidaya kini bisa bernapas lega. Budidaya udang galah densitas tinggi dapat dilakukan. Kelangsungan hidupnya pun cukup menggembirakan.

Inovasi Teknologi

Setahun terakhir ini BBPBAT Sukabumi mengembangkan budidaya udang galah sistem intensif dengan padat tebar tinggi, yaitu 50 ekor/m2. Menurut Ir. H. Sarifin, MS, Kepala BBPBAT Sukabumi, budidaya udang galah sistem intensif ini menggunakan inovasi teknologi berupa pemakaian kincir dan probiotik.

Karena menerapkan padat tebar tinggi sementara udang galah sangat bergantung pada suplai oksigen, penggunaan kincir mutlak diperlukan. Sedangkan probiotik berfungsi mengubah racun berupa limbah pakan dan kotoran udang menjadi bahan bermanfaat.

Siklus budidaya udang galah sistem intensif pun tidak terlampau lama. “Siklusnya 3,5 bulan, setahun bisa 3 kali, size-nya 25-30. Ini bisa diaplikasi oleh masyarakat,” ujar Sarifin.

Akhir April lalu BBPBAT Sukabumi sukses memanen sekitar 700 kg udang galah ukuran 25-35 ekor/kg hasil budidaya sistem intensif dari lahan seluas 600 m2 dengan padat tebar 50 ekor/m2. Menggunakan dua unit kincir, kolam beralas plastik HDPE, dan probiotik, SR udang mencapai 70% dengan konversi pakan 1:2.

Menurut Slamet Soebjakto, Dirjen Perikanan Budidaya, Kementreian Kelautan dan Perikanan, inovasi teknologi ini turut mendukung produksi udang nasional. “Dengan kepadatan 50 ekor/m2 ternyata satu hektar bisa menghasilkan 7 ton. Ini sama dengan udang windu. Udang windu kita sudah mantap, teknologi benihnya sudah bisa kita hasilkan. Udang vaname sudah mantap teknologinya. Udang galah ini teknologinya juga sudah mantap,” papar Totok saat memanen udang galah sistem intensif di BBPBAT Sukabumi (20/4).

Shelter Bambu

Menurut Haryo Sutomo, perekayasa BBPBAT Sukabumi, kolam budidaya udang galah sistem intensif memiliki saluran inlet dan outlet yang dilengkapi saringan. Kolam budidaya dilapisi plastik HDPE untuk mencegah teraduknya tanah di dasar kolam oleh kincir. Sebelum diisi air, ke dalam kolam dimasukkan shelter bertingkat dua yang terbuat dari anyaman bambu. Shelter berfungsi sebagai tempat berlindung udang galah ketika molting (ganti kulit). Pasalnya, udang galah yang sedang molting rawan diserang udang galah lain. Selain itu, teritorial udang galah akan lebih terjaga dengan adanya shelter.

Shelter dibuat dari anyaman bambu bertingkat dua yang berukuran 2 m x 2 m dengan jarak antar-anyaman sekitar 10 cm.  Shelter ditopang tiang penyangga yang berjarak 30 cm dari dasar kolam. Shelter tingkat pertama dan kedua pun berjarak 30 cm. Shelter harus menutupi 60% luas kolam. Pada kolam 600 m2, digunakan 10 shelter yang berjarak satu meter.

Selanjutnya, kolam diisi air setinggi satu meter, ditambahkan probiotik dan diaduk oleh kincir. Kincir yang digunakan dua unit, tetapi dioperasikan bergantian setiap 12 jam. Tokolan udang galah (6-8 gr/ekor) ditebar setelah air kolam berwarna hijau yang menandakan tumbuhnya plankton.

Udang diberi pakan pellet berprotein 30% dengan dosis 7% bobot tubuh yang terus menurun setiap dua minggu hingga mencapai 3%. Pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan dosis 20% pada pagi dan siang hari serta 60% saat sore atau malam hari. Sebab, imbuh Haryo, udang galah termasuk hewan nokturnal (aktif pada malam hari). Selain itu, tidak ada pergantian air dalam budidaya sitem intensif. Yang ada hanyalah penambahan air karena proses penguapan.

Oksigen

Menurut Kesit, suplai oksigen wajib dipenuhi lingkungan budidaya udang galah sistem intensif. “Kalau kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) menurun dalam waktu satu jam saja, udang akan naik ke permukaan, stres, dan mati,” ujarnya. Oksigen dikatakan aman pada kadar minimal 3-4 ppm. Semakin tinggi kandungan oksigen, semakin baik lingkungan hidup udang.

Oksigen bisa ditingkatkan dengan penggunaan kincir atau air mengalir. Namun, sistem budidaya intensif mencegah keluar masuknya air setiap saat. Penggunaan kincir pun mutlak diperlukan. DO harus dicek setiap pagi agar pembudidaya tidak kecolongan.   

Selain itu, sambung Kesit, pembudidaya mesti menjaga kandungan amoniak maksimal 1 mg/lt. Jika amoniak terlalu banyak, udang akan mati. “Ciri amoniak salah satunya pH turun menjadi asam, warna air berubah, dan bau,” terangnya.

Penggunaan probiotik menstabilkan kualitas air di lingkungan budidaya, seperti menurunkan kandungan amoniak dalam air, menstabilkan pH, dan mencegah blooming alga. 

Windi Listianingsih


 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain