Rabu, 24 April 2013

Moratorium Tak Hambat Investasi Sawit

Menteri Kehutanan (Menhut) mendukung perpanjangan moratorium hutan yang sudah diterapkan selama ini sebagai bagian untuk melestarikan hutan dan bukan menghambat investasi.  

Dulu, banyak pelaku usaha protes terkait moratorium ini, tapi kekhawatiran itu terbukti tidak terjadi. “Justru pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat sebesar 6,3 persen pada 2012 lalu,” kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam pembukaan Seminar Nasional Moratorium Hutan Untuk Masa Depan Indonesia yang dibacakan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Hadi Daryanto di Plaza Bapindo, Selasa (23/4).

Menhut menambahkan, moratorium atau penundaan pemberian izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut seyogyanya untuk menata kawasan hutan agar hutan tidak lagi dieksploitasi. Untuk itu, Kebijakan moratorium hutan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut harus diperpanjang.

Pasalnya, moratorium ini terbukti efektif menekan laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia sekaligus menjaga kawasan konservasi hutan. Pada 1996 sampai 2003, laju deforestasi mencapai rata-rata 3,5 juta hektar per tahun, tapi sekarang hanya 450 hektar. Artinya,  deforestasi hanya 15 persen.

Menurut Hadi Daryanto, Saat ini pemerintah tengah mencari titik sepakat untuk menjembati kepentingan berbagai pihak. Termasuk menengahi antara  kepentingan pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat adat. Moratorium yang berjalan juga diharapkan seiring dengan perluasan bisnis.

Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto menambahkan kebijakan moratorium akan dibenahi jika nanti diputuskan perpanjangan. Penerapan moratorium dipastikan tidak akan menggangu iklim investasi.

Sudah Penuhi Dua Aspek

Sementara itu, Menurut Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Tungkot Sipayung, perkebunan sawit sudah memenuhi dua aspek yang disyaratkan dalam moratorium hutan yang terangkum pada Inpres No 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pembukaan Hutan dan Lahan Gambut.

Aspek pertama terdapat pada sisi ekologis, sedang aspek kedua memenuhi aspek ekonomis. "Dua hal inilah yang menjadi titik temu antara perkebunan kelapa sawit dan  moratorium hutan. Sehingga jelas jika moratorium tidak perlu diperpanjang," kata Tungkot.

Berdasarkan data GAPKI, perkebunan kelapa sawit lebih banyak menyerap karbon dioksida sebesar 64,5 persen, lebih besar dibandingkan dengan hutan tropis yang hanya menyerap 42,4 persen. Sementara itu, hutan tanaman industri di-replanting dalam 6-10 tahun, sedangkan tanaman tahunan setelah 25 tahun.

"Ini tentu memenuhi kriteria hutan menurut Food Agriculture Organization. Karena dalam pelestarian plasma nutfah pun, hutan tanaman industri paling efektif dan efisien secara lintas generasi. Jadi pada aspek ekonomi, industri sawit adalah salah satu lokomotif perekonomian Indonesia," jelas Tungkot.

Selain itu, tambah Tungkot, perkebunan sawit mampu  menghidupi usaha kecil menengah (UKM). Setiap 1.000 hektare tanaman kelapa sawit menghidupi 50-70 unit UKM sebagai penyuplai barang dan jasa untuk perkebunan. Sawit juga menghasilkan penerimaan negara dari bea keluar sepanjang tahun 2006-2012 sebesar Rp 30,73 triliun dan devisa negara sebesar 21,30 persen pada tahun 2012.

Jadi, tidak perlu dicurigai motif di balik perpanjangan moratorium ini, karena masalah lingkungan sudah menjadi agenda internasional. "Itu bukan masalah invisible hand lagi, itu sudah real," katanya.

Dia mengatakan, dengan penggunaan teknologi terbaru pengolahan hutan dapat dilakukan dengan baik. Ia mengatakan, jika moratorium diperpanjang, perlu disosialisaikan sebagai moratorium pemberian ijin baru, bukan moratorium logging dari hutan yang sudah mempunyai ijin.

"Pemerintah fokus pada hutan lindung dan konservasi betul-betul dijaga, lakukan itu saja,”tandasnya. Pihaknya, tidak setuju perpanjangan moratorium, jika alasanyya terkait kelestarian lingkungan. Sebab, menurut Tungkot bisa dilakukan dengan memaksimalkan fungsi undang-undang yang telah ada.

Tri Mardi Rasa

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain