Senin, 1 April 2013

LIPUTAN KHUSUS : Yuk, Bergandeng Tangan!

Revitalisasi tambak udang tidak akan berhasil tanpa adanya peran mitra. Perbankan pun enggan melirik lantaran risiko budidaya dianggap tinggi.

Revitalisasi tambak udang pantai utara (Pantura) Jawa yang menggandeng pengusaha sebagai mitra bagi petambak tradisional dinilai tidak akan berjalan mulus. Pasalnya, mitra berperan sebagai pembimbing petambak tradisional sekaligus penanggung risiko kegagalan budidaya udang. Pengusaha mana yang mau menanggung risiko kegagalan usaha di tengah kondisi minimnya pengetahuan?

Begitulah selentingan tentang pola kemitraan yang diharapkan bisa mengangkat status pembudidaya udang tradisional menjadi semi intensif. Namun, Hikmat Darmawan, mitra dari 11 kelompok pembudidaya udang di Serang, Banten berpendapat, menjadi mitra dalam revitalisasi tambak Pantura ini justru menguntungkan. “Kalau kita investasi sendirian ‘kan butuh berapa satu lahan? Tapi begitu sudah ada insentif untuk pembudidaya, otomatis risikonya sudah berkurang,” paparnya. Hikmat mengelola 209 ha tambak udang revitalisasi di Desa Kemanyungan dan Wanayasa, Kec. Pontang, Kab. Serang, Banten.

Lima Tahun

Hikmat menilai program revitalisasi tambak udang KKP cukup bagus karena banyak pihak terjun langsung di dalamnya. “Bagusnya karena terintegrasi dari pabrikan, teknisi, petambak, mitra, KKP, pemda ada di situ. Kalau kita memberdayakan masyarakat sepotong-potong, sama saja menggarami air laut. Kalau bersama-sama ‘kan jadi satu kekuatan yang sama,” terang pria yang juga membudidayakan rumput laut dan lele ini.

Pembudidaya tradisional dalam revitalisasi mendapatkan stimulan berupa sarana produksi tambak, seperti benur, pakan, mulsa plastik, dan kincir. Mereka juga memperoleh sokongan permodalan dari perbankan berupa pinjaman senilai Rp450 juta – Rp500 juta/hektar tambak.

Sementara itu, Sutaryo, Technical Service area Serang PT Central Proteinaprima, Tbk. menuturkan, untuk mengubah pola kerja pembudidaya tradisional menjadi semi intensif perlu dilakukan secara bertahap karena sebelumnya mereka memelihara udang windu yang berbeda karakternya dengan vaname. Namun, pembudidaya tradisional ini bisa beradaptasi secara cepat. “Nyatanya ini sampai umur (udang) hampir dua bulan, mereka udah bisa jalan,” ucapnya. Saat ini, setiap pembudidaya ditugaskan mengelola dua hektar tambak. 

Meski pemberdayaan dilakukan secara bertahap, Hikmat mematok target pembudidaya harus mampu mandiri dalam waktu 5 tahun kerja sama. Selepas dari program, mereka mandiri dan punya tambak sendiri tapi tetap bekerja sama.

Bagi Hasil

Menurut Hikmat, pola kemitraan yang dibentuk berbeda dengan pola inti-plasma. “Kita mencoba kelemahan inti plasma itu kita perbaiki,” ujarnya. Sebab, sambung mantan auditor ini, jika plasma terlalu kuat, bisa memisahkan diri dan membuat inti menjadi tidak berdaya. “Itu awal kehancuran di beberapa tempat kayak di Lampung,” imbuhnya.

Karena itu, Hikmat menerapkan konsep bagi hasil dan pengelolaan keuntungan usaha melalui koperasi. “Bagi hasil itu 40:60. Diharapkan dengan 40% ke mereka, ke depan mereka punya simpanan. Karena yang dikonsumsi oleh mereka itu adalah bagian dari gaji dan insentif. Sementara keuntungan lainnya disimpan di koperasi,” ulas pemilik PT Krakatau Industri Kecil Alumunium ini.

Pola bagi hasil dihitung berdasarkan kepemilikan tambak. Jika tambak berasal dari mitra sedangkan pembudidaya hanya menggarap, bagi hasilnya 40:60. Yaitu, 40% keuntungan usaha menjadi hak pembudidaya penggarap tambak dan 60% milik mitra. Begitu pun jika pembudidaya menggadaikan atau mengontrakkan tambaknya kepada mitra, bagi hasil tetap 40:60 meski pembudidaya mengolah di lahan tambaknya sendiri.

Apabila pembudidaya memiliki tambak sendiri, dia akan mendapat tambahan kompensasi sebesar 5%-10%. Selain itu, pembudidaya yang tergabung dalam kemitraan akan memperoleh biaya hidup selama menunggu masa panen.

Koperasi

Untuk membantu mengelola keuangan hasil usaha budidaya bandeng, Hikmat dan pembudidaya anggota kemitraan membentuk Koperasi Putera Serang Mandiri. Menurut Mina Permana, sang Ketua Koperasi, selain untuk mengelola aset permodalan milik bersama, koperasi juga menciptakan kebersamaan di antara pembudidaya. Dari sisi mitra, keberadaan koperasi menjadikan mereka lebih tenang, ”Sudah ada wasitnya, ikut aturan koperasi saja,” tambah Hikmat.

Koperasi mendapatkan dana usaha sebesar 25% dari keuntungan budidaya udang. Hitungan Hikmat, angka 25% itu cukup besar. ”Yang mereka konsumsi sewajarnya, tapi sewaktu-waktu ada yang sakit, mau sekolah, atau apa, kita ambil dari situ,” ulas Hikmat. Selain itu, anggota kelompok koperasi juga diperbolehkan menabung ataupun meminjam uang dari koperasi.

Agar lebih berdaya guna, Koperasi Putera Serang Mandiri juga membuat produk olahan ikan yang dipasarkan ke daerah sekitar. “Hasil olahan buatan kelompok sudah ada seperti kerupuk dari rumput laut,” ujar Mina.

Berminat untuk bermitra?

Windi Listianingsih

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain