Selasa, 19 Maret 2013

Jangan Biarkan Tumpang Tindih Perijinan

Sampai saat ini, pemerintah belum menyelesaikan beberapa hal yang menjadi sebab pemberlakuan moratorium.  Pertama, selesainya integrasi menuju satu peta sebagai basis semua perizinan dan kedua mekanisme tata kelola perijinan penggunaan lahan yang sudah diperbaiki.

“Jika pemerintah belum selesai dengan dua hal itu, seharusnya masa moratorium diperpanjang. Kalau tidak, berarti pemerintah kembali membiarkan terjadinya tumpang-tindih perizinan usaha dan penafikan atas hak-hak masyarakat,” kata Mubariq Ahmad dalam acara Journalist Class yang diadakan Yayasan Perspektif Baru (YPB) dan Kemitraan, di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (19/3).

Selain itu, tegas Mubariq Ahmad, perpanjangan moratorium tidak akan memperlambat pertumbuhan sektor pertambangan dan perkebunan sawit karena sekarang sudah terlalu banyak izin yang bisa dimanfaatkan dan ada empat juta lahan sawit yang belum ditanami.

Sementara itu  Deputi 1 Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) bidang Pengawasan dan Pengendalian Inisiatif Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan Heru Prasetyo mengatakan, moratorium merupakan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola hutan sehingga sasaran pertumbuhan ekonomi dan pengurangan emisi dapat tercapai.

Juga, tambahnya moratorium telah membuat antar instansi berkolaborasi, salah satunya dalam program Satu Peta (One Map). Hal ini diharapkan menjadi acuan setiap instansi dalam penerbitan berbagai perizinan di kawasan hutan.

Selain itu, juga perlu adanya transparansi dari semua pihak agar posisi tawar Indonesia lebih kuat di mata dunia. “Diharapkan, moratorium dapat menciptakan perbaikan hak, wilayah dan tata kelola atas hutan dan gambut,” ujar Heru.

Sementara itu Direktur Eksekutif Sawit Watch Jefri Gideon mengatakan, moratoriun hutan dan lahan gambut yang dikeluarkan pemerintah merupakan jawaban dari keprihatinan para penggiat lingkungan terhadap keadaan hutan Indonesia saat ini. “Moratorium hutan akan berdampak positif terhadap penurunan jumlah konflik lahan, kriminalisasi massa dan pengakuan terhadap hak kelola rakyat yang berkelanjutan,” katanya.

Dalam diskusi tersebut Wimar Witoelar selaku moderator mengatakan, kebijakan moratorium ini, efektif mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, dan untuk mengelola hutan Indonesia lebih baik.

Karena sekarang ini ada persepsi di masyarakat kampanye untuk menjaga hutan itu sama dengan kampanye anti kelapa sawit. “bukan itu maksudnya,”cetusnya.

Sebab, peniadaan industri sawit jelas akan merugikan bagi pemasukan negara, tapi jeda dua tahun diperlukan agar semua pihak bisa memikirkan solusi yang terbaik bagi hutan dan lahan-lahan tersebut. Intinya, industri kelapa sawit bisa diteruskan secara sustainable tanpa mengganggu keberlangsungan hutan sepanjang masa, hutan dijaga, kelapa sawit juga bisa (tetap berjalan).

Tri Mardi Rasa


 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain