Panen Berlipat di Lahan Ketat
Cuma punya lahan “ketat” tapi ingin panen lele berlipat? Lele super intensif jawabannya.
Lele digadang sebagai ikan masa depan. Pasalnya, lele bisa dibudidayakan dengan kepadatan sangat tinggi. Meski dihalangi ketersediaan lahan dan air yang semakin ketat, budidaya lele masih bisa menghasilkan panen berlipat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang semakin meningkat.
Menurut Kesit Tisna Wibawa, perekayasa di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jabar, setidaknya ada tiga sistem budidaya lele, yaitu tradisional (ekstensif), intensif, dan super intensif. Perbedaan mendasar sistem budidaya ini terletak pada kepadatan lele di kolam pemeliharaan. Budidaya lele sistem tradisional biasanya dengan padat tebar 50-100 ekor/m3, sedangkan densitas lele sistem intensif berkisar 200-300 ekor/m3.
Sementara, sistem budidaya lele super intensif dibagi ke dalam dua kategori, yaitu budidaya lele dengan teknologi probiotik plus dan teknologi bioflok. Padat tebar lele super intensif pun sangat tinggi. Menggunakan teknologi probiotik plus, kepadatan lele bisa ditingkatkan hingga 500-1.000 ekor/m3. Sedangkan dengan teknologi bioflok, padat tebar lele mencapai 2.500 ekor/m3.
Jika sistem ekstensif dan intensif memerlukan kolam budidaya yang cukup luas, puluhan hingga ratusan meter persegi, sistem super intensif sebaliknya. Kolam berukuran 1 m x 1 m atau bergaris tengah 3 m pun bisa digunakan. Hasil panen akan berlipat dengan ukuran lele yang lebih seragam, lebih sehat, susut selama pengiriman pun berkurang.
Selain itu, sistem super intensif mampu menurunkan konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) dari 1 hingga 0,6. Lantas, biaya produksi pun bisa ditekan.
Teknologi Probiotik
Teknologi probiotik dikembangkan Kesit sejak 2008 silam dan mulai dikenalkan ke masyarakat pada akhir 2009. Menurut Kesit, penambahan probiotik pada kolam budidaya lele bertujuan menciptakan lingkungan budidaya yang terkendali. Sebab probiotik menciptakan lingkungan yang nyaman untuk tempat hidup ikan dan mengurangi risiko kegagalan budidaya. Probiotik menguraikan limbah nitrogen berupa kotoran dan sisa pakan agar tidak berubah menjadi amoniak, racun bagi ikan.
Dalam aplikasi teknologi ini, Kesit mewanti-wanti agar pembudidaya memasukkan probiotik setelah ikan dalam kondisi sehat. “Ikan yang baru dipindah itu dalam kondisi stres tinggi. Kalau ditambah lingkungan yang berkompetisi dengan kompetitor yang lain seperti bakteri, plankton, takutnya ikan tambah stres,” papar penemu kolam sistem paket padat tebar tinggi ini.
Sebelumnya, kolam budidaya lele harus disuntikkan biang plankton sebagai penyumbang karbon dan mineral air. Selama ini, sambung Kesit, pembudidaya mengabaikan kandungan mineral air. Padahal, “Mineral air ini kunci perairan. Daripada kekurangan, kita injeksikan karena mineral air ini sangat penting,” alasannya.
Selanjutnya, penambahan probiotik air dilakukan sesuai kebutuhan, bisa seminggu sekali atau ketika kandungan nitrogen cukup tinggi sehingga bisa diuraikan sebelum meracuni ikan. Jika kandungan amoniak telanjur tinggi, segera lakukan sirkulasi air. Agar seimbang, pakan pellet juga harus ditambahkan probiotik pakan untuk mendukung kerja probiotik air. Pakan yang digunakan berkadar protein 30%. Teknologi probiotik ini bisa menekan FCR hingga 0,8.
Kesit menambahkan, teknologi probiotik bisa diterapkan di kolam tanah, kolam terpal, kolam semen, hingga kolam fiber. Bentuk kolam pun boleh kotak atau bulat. Supaya tercapai efisiensi ekonomi, pembudidaya harus memiliki 10-12 paket teknologi probiotik untuk daerah di bawah 1.000 m dpl dan 15-17 paket untuk daerah di atas 1.000 m dpl. Satu paket terdiri dari dua kolam budidaya yang sekaligus berfungsi sebagai kolam sortir.
Teknologi Bioflok
Menurut Ir. Suprapto, Tim teknisi Shrimp Club Indonesia, teknologi bioflok mulanya dikembangkan dalam budidaya udang. Teknologi bioflok ini membutuhkan sedikit air, melibatkan mikroba sehingga kebutuhan oksigen tinggi, dan bisa ditebar dengan kepadatan tinggi hingga 3.000 ekor/m3. Pada 2010 ia memperkenalkan teknologi bioflok ke pembudidaya lele di Pekalongan, Jateng, yang kesulitan air.
Menurut Suprapto, teknologi bioflok sebenarnya kelanjutan dari teknologi probiotik, yaitu menciptakan lingkungan perairan yang nyaman bagi lele sekaligus menimbulkan flok sebagai makanan ikan. “Ketika media nyaman lalu ada kesamaan osmoregulasi air dan tekanan tubuh ikan, maka makanan yang masuk ke tubuh ikan hampir 100% digunakan untuk tumbuh,” tambah Muhammad Amir Shobirin, Ketua Penelitian dan Pengembangan Forum Komunikasi Mina Pantura (FKMP), Pekalongan, Jateng.
Untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, perlu dilakukan sterilisasi media, yaitu perendaman dengan 30 ppm kaporit selama 3 hari dan diaerasi. Tambahkan garam 3 ppt untuk meningkatkan tekanan osmoregulasi air dan menghindarkan serangan bakteri dan parasit. Lalu, masukkan probiotik sebanyak 10 cc/m3 dan diamkan selama 7 hari agar bakteri yang diinginkan mendominasi perairan.
Ketika limbah nitrogen di perairan tinggi, seimbangkan dengan rebusan molases atau tepung terigu untuk menyeimbangkan CN rasio antara 15-20. Keseimbangan CN rasio akan mencegah proses nitrifikasi sehingga terjadi pembentukan protein. Nitrogen dari NH3 dan NH4 dimanfaatkan bakteri dan dijadikan protein sel yang melayang-layang dan menempel di substrat. Gumpalan protein inilah yang disebut bioflok. Dengan perlakuan pengurangan porsi pakan 80% daya kenyang dan puasa seminggu sekali, flok akan termakan lele. Akibatnya teknologi flok menghemat 20%-30% pakan. Pakan yang digunakan juga bisa berkadar protein rendah, di bawah 30%.
Menurut Suprapto, kesalahan yang sering dilakukan pembudidaya adalah memberikan molases berlebihan sehingga kebutuhan oksigen jadi tinggi. Akibatnya akan ada perubahan suhu yang bisa memicu ikan stres. Selain itu, teknologi bioflok mengharuskan kolam dalam kondisi tertutup, tidak terkena hujan dan sinar matahari langsung. Tujuannya untuk mengurangi intervensi alam ke dalam kolam. Kolam yang digunakan pun tidak bisa kolam tanah, harus dialasi terpal, fiber, atau kolam semen. “Jangan langsung dasar tanah karena tanahnya ikut tersuspensi,” ulas Amir.
Efisiensi Pakan
Budidaya lele super intensif meningkatkan efisiensi pakan karena bisa menurunkan konversi pakan dari 1 hingga 0,5. Hidayat Priyoutomo, Senior Marketing Manager PT Feedmill Indonesia, produsen pakan ikan di Cakung, Jakarta Timur menuturkan, kondisi ini terjadi karena pakan yang dicampurkan probiotik sebelumnya difermentasikan dulu atau diperam selama 1-2 hari sebelum diberikan ke ikan. Akibatnya, terjadi pemotongan rantai peptida protein dalam pakan menjadi pendek dan lebih mudah diserap.
Terkait hal ini, Hidayat menuturkan, penurunan nilai konversi pakan tidak akan mengancam omzet pabrik pakan. Sebaliknya, “Justru akan semakin memancing orang berbudidaya. Jumlah pembudidaya makin tambah karena dengan keterbatasan tempat, keterbatasan benih, dana, mereka masih bisa melakukan bisnis ini,” paparnya saat ditemui AGRINA.
Bahkan, Hidayat menilai, budidaya sistem super intensif bukan lagi kemajuan teknologi, tetapi lompatan teknologi budidaya. Sebab, dalam kurun 2-3 tahun perkembangan budidaya lele meningkat pesat dari kepadatan 200 ekor/m3 menembus 2.500 ekor/m3.
Sementara itu, Sarifin, Kepala BBPBAT Sukabumi mengapresiasi berkembangnya lele super intensif ini. “Prospeknya bagus,” ujar dia. Mau memilih super intensif ataupun ekstensif, sambung Sarifin, tergantung pada kepemilikan lahan. “Yang mengembangkan di lahan sempit dianjurkan kepada kepadatan tinggi tapi catatannya bagaimana mengelola air yang baik menggunakan probiotik, bioflok, juga aerasi. Kalau lahannya cukup luas, kepadatan rendah bisa lebih dioptimalkan lagi,” paparnya.
Anda pilih yang mana?
Windi Listianingsih
Cashflow Budidaya
Lele Super Intensif Metode Bioflok Masa budidaya 60 hari di 10
kolam lele, volume 5 m3, dan
benih 5.000 ekor Kolam Hari ke 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 Biaya 1 500 40 80 120 140 180 240 360 570 1320 3.700 2 Persiapan media 500 40 80 120 140 180 240 360 720 2.380 3 Persiapan media 500 40 80 120 140 180 240 360 1.660 4 Persiapan
media 500 40 80 120 140 180 240 1.300 5 Persiapan
media 500 40 80 120 140 180 1.060 6 Persiapan
media 500 40 80 120 140 880 7 Persiapan
media 500 40 80 120 740 8 Persiapan
media 500 40 80 620 9 Persiapan
media 500 40 540 10 Persiapan
media 500 500 Biaya/kolam 500 540 620 740 880 1.060 1.300 1.660 2.380 3.700 13.380 Keterangan: biaya dalam
ribuan Rp Analisis Usaha Budidaya Lele Super Intensif Metode Bioflok Biaya Benih 500 ekor x Rp1.000 Rp500.000 Pakan 400 kg x Rp7.800 Rp3.120.000 Biaya variabel Rp200 x 400 kg Rp80.000 Total biaya Rp3.700.000 Pendapatan Panen 500 kg x Rp12.000 Rp6.000.000 Laba panen – total biaya 2.300.000/kolam Total cashflow per siklus (60 hari) Rp13.380.000 Total laba Rp23.000.000 Keterangan: Asumsi FCR 0,8 Luas lahan 66 m2,
10 kolam Rotasi tebar dan panen per 6
hari Lama
budidaya 60 hari/siklus Sumber:
M. Amir Shobirin, 2013