Senin, 4 Maret 2013

LIPUTAN KHUSUS : CSR Hero Supermarket Yang Umum Jadi Premium

Kebutuhan produk segar dengan tonase besar setiap hari oleh peritel membuahkan kerjasama apik yang juga sangat membantu petani.

Ritel modern mengiringi pertumbuhan ekonomi kota-kota besar di Indonesia. Kenyamanan berbelanja dan konsep one stop shopping seolah menjadi magnet tersendiri. Tidak heran, berbagai tipe ritel modern, seperti minimarket, supermarket, hingga hypermarket semakin menjamur. Sebagai tambahan, jika ingin mencari produk dengan kualitas terjamin, konsumen biasanya akan lebih percaya pada ritel modern.

Tidak mengherankan bila perlakuan terhadap produk, terutama produk segar di ritel modern sangat berbeda dengan pasar tradisional. Adanya lemari pendingin dan gudang yang memadai membuat umur simpan produk-produk segar, seperti buah, sayuran, hingga berbagai jenis daging, akan lebih panjang. Harga yang cenderung lebih tinggi ketimbang di pasar tradisional dirasakan konsumen sebanding dengan kualitas produk yang didapatkan.

Menjamin kualitas dan kontinuitas ketersediaan produk segar menjadi tantangan tersendiri bagi peritel. Mungkin petani sayuran dan buah banyak tersebar di seluruh wilayah negeri ini, tetapi hanya sedikit dari mereka yang mampu menghasilkan produk sesuai persyaratan kualitas ritel modern. Kerjasama antara ritel modern dengan petani pun menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekaligus meningkatkan taraf hidup petani.

Kualitas Premium

Kekayaan buah dan sayuran lokal Indonesia sebenarnya tidak perlu diragukan lagi. Sayangnya, masalah klasik yang masih belum teratasi hingga saat ini adalah lemahnya pengelolaan pascapanen. Buah yang berlimpah sewaktu panen raya tidak dikelola dengan baik sehingga tidak jarang buah terbuang begitu saja, atau dijual murah.

Yudhi Komarudin, Direktur PT Hero Supermarket, Tbk., memaparkan, bantuan sarana pascapanen merupakan hal mutlak yang harus diberikan pemerintah kepada petani hortikultura. “Kita ambil contoh di China. Produk mereka belum tentu bagus, tapi pengelolaannya sangat baik. Begitu panen, (buah) langsung masuk cold storage dan bisa disimpan berbulan-bulan. Begitu stok di pasar kurang, baru dikeluarkan. Ini yang pemerintah kita harus lakukan,” katanya.

Pengelolaan pascapanen yang buruk berimbas pada turunnya kualitas produk. Sebaliknya, ritel modern sebagai potensi pasar besar membutuhkan produk berkualitas tinggi. Sangat disayangkan jika peluang pasar ini terlepas begitu saja. Yudhi mengakui, saat ini, pasokan produk hortikultura segar dari petani ke ritel modern masih sangat kurang.

“Kami memang perlu pemasok, bukan hanya satu dua orang, tapi banyak!” tegas Yudhi. Dia menambahkan, tidak ada yang perlu ditakutkan dari ritel modern. “Imej ritel modern selama ini ‘kan eksklusif, petani sudah takut duluan. Padahal selama dia punya kualitas yang baik, bahkan premium, apa yang harus ditakutkan? Kami ingin membangkitkan kepercayaan diri mereka,” cetusnya.

Program CSR

Menyadari kebutuhan akan produk segar berkualitas yang tinggi, PT Hero Supermarket Tbk. tidak hanya diam di tempat menerima pasokan, melainkan ikut turun langsung ke lapangan membina petani. Bentuk kerjasama ritel modern dengan petani ini dijadikan salah satu kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Yudhi, bentuk pendampingan kepada petani dilakukan berbekal Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) Pasal 74 yang mewajibkan setiap perusahaan melaksanakan program CSR tersebut.

“Karena kami adalah perusahaan yang berkewajiban untuk itu (melaksanakan CSR), ada kepentingan di bidang ini, dan kami akan terlibat secara langsung. Apa yang kami lakukan? Bagaimanapun kami mencari buah-buahan karena kami mau jualan. Namun, sayangnya dukungan bagi program ini dari pemerintah yang mewajibkan pun masih sangat kurang,” paparnya saat ditemui AGRINA di Jakarta.

Dia mencontohkan, dalam peningkatan kualitas panen misalnya, diperlukan budidaya intensif yang tentu saja membutuhkan dukungan sarana produksi dan bimbingan teknis. “Kami peritel tidak bisa benahi masalah secara keseluruhan. Kami bukan petani, bukan tugas kami dari tanam sampai menghasilkan buah. Masalah pupuk, air,  bukan tugas kami, pemerintah harus lebih banyak mendukung. Kalau mau hitung-hitungan, pemerintah itu harus support minimal 80%, lalu 20% swasta, baru berjalan baik,” paparnya.

Lalu apa yang dilakukan peritel pada petani? Perbaikan penampilan produk agar diterima konsumen ritel modern yang mayoritas berasal dari kelas menengah ke atas. Pengelolaan pascapanen mulai dari penyimpanan, pengemasan, hingga distribusi, diakui Yudhi menjadi program utama CSR PT Hero Supermarket.

“Kami ajarkan bagaimana pengelolaan pascapanennya. Membungkus, mengemas, memilih, menyimpan, dan mendistribusikannya bagaimana. Itu saja keahlian kami. Selebihnya, untuk produksi kami serahkan kepada pemerintah. Program ini harus menyatu dengan program pemerintah. Kalau swasta saja yang men-support petani satu per satu, tidak akan mungkin,” tandas pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan ini.

Perlu Komitmen

Ade Dwi Adedi, Ketua Ikatan Petani Melon Cilegon (IPMC), Banten, mengakui, pembinaan yang dilakukan Hero sangat membantu dia dan petani binaannya dalam meningkatkan nilai tambah melon mereka. “Saran mereka pada intinya bagaimana agar melon itu bisa dikemas cantik dan semenarik mungkin seperti parsel melon misalnya. Pengembangannya nanti akan ke arah sana,” tutur Ade.

Saat ini, program CSR agribisnis PT Hero Supermarket Tbk. berjumlah 10 unit yang tersebar di wilayah Cilegon, Pangalengan, Garut, Cirebon, serta beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur. Yudhi mengakui, jumlah produk hortikultura segar yang dipasok dari program CSR ke Hero Grup terbilang masih jauh lebih sedikit dibandingkan pasokan dari petani secara mandiri. Padahal hingga saat ini, Hero Grup telah mengoperasikan 43 gerai Giant Hypermarket, serta 130 gerai Hero dan Giant Supermarket.

Mekanisme kerjasama antara Hero dengan petani tidak sulit. “Syarat secara khusus tidak ada. Yang penting, dia menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang kami minta. Kalau kualitasnya tidak memenuhi standar setelah kita bina, itu menjadi risikonya, silakan menjual ke tempat lain. Tapi kalau misal kualitasnya memenuhi syarat untuk masuk ke Hero, lalu dia jual ke tempat lain, itu yang tidak benar,” terangnya lagi.

Komitmen besar dari petani maupun perusahaan dibutuhkan untuk mempertahankan sistem kerjasama ini. Ade mengakui, dia dan kelompok taninya merasa tidak perlu mencari pasar lainnya karena program CSR Hero sangat membantu peningkatan pendapatan dan ilmu mereka.

Renda Diennazola, Liana Gunawati

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain