Musim bercocok tanam kedua segera datang, perhatikan cuaca dan penyakit yang marak menyerang.
Petani boleh berlega hati ketika menanam padi, jagung, dan kedelai pada musim tanam kedua tahun ini. Pasalnya, menurut Haryono, Kepala Badan Litbang Pertanian, sifat hujan pada musim tersebut diperkirakan dominan normal. “Luas sawah untuk tanam padi dengan sifat hujan normal itu sekitar 2,95 juta ha,” kata Haryono.
Sementara itu, petani masih perlu juga mewaspadai curah hujan atas normal yang bisa menyebabkan banjir dan curah hujan bawah normal yang mengakibatkan kekeringan. Sifat hujan atas normal akan melanda 0,76 juta ha lahan dan sifat hujan bawah normal akan menerjang 1,55 juta ha lahan.
Maret sampai Mei
Musim tanam kedua (MT II) berlangsung antara Maret-Mei 2013. MT II mencakup 8 juta ha luas baku sawah yang terdiri dari 5,26 juta ha lahan padi, 2,68 juta ha lahan jagung/kedelai, dan 0,05 juta ha lahan kedelai. Penanaman paling awal terjadi pada Maret dasarian (10 harian) 1-2 di Pulau Jawa, disusul Maret dasarian 3 dan April dasarian 1 untuk Pulau Maluku dan Papua. Sedangkan Pulau Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, serta Sulawesi mulai aktif menanam pada Mei dasarian 1 dan 2.
Sifat hujan bawah normal, kata Haryono, akan melanda wilayah Sumatera, timur Jawa, Bali-NTB, Sulteng, Maluku, dan wilayah utara Papua. Sedangkan sifat hujan atas normal meliputi wilayah barat Sumatera, Kalteng, dan selatan Papua. Di luar wilayah tersebut, seperti Kalsel, Kaltim, Kalbar, wilayah timur Sumatera, dan wilayah barat Jawa masuk dalam sifat hujan normal.
Haryono menambahkan, “Kurang lebih 20% kabupaten di Indonesia merupakan wilayah rawan banjir dan sangat rawan banjir pada MT II. Kabupaten itu terdapat di Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan Selatan, Sulawesi bagian utara dan bagian selatan.” Sementara kabupaten yang sangat rawan kekeringan terdapat di sebagian pantai barat Sumatera, pantai utara Jawa, dan NTT.
Tahan Genangan hingga “Ultra” Genjah
Menghadapi kondisi cuaca yang berbeda tiap daerah, petani pun perlu menyiapkan varietas padi sesuai tipe lingkungan setempat. Wilayah yang diprediksi mengalami sifat hujan atas normal yang rawan banjir, Haryono merekomendasikan menggunakan varietas yang tahan genangan, seperti Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, dan Ciherang-Sub 1.
Pada wilayah yang akan mengalami sifat hujan bawah normal, petani dianjurkan menggunakan padi berumur sangat genjah. “Sangat genjah itu antara 95-104 hari dan ultra genjah kalau perlu, yang kurang dari 85 hari,” ujar Haryono. Varietas padi yang dianjurkan untuk kondisi hujan bawah normal adalah padi yang tahan kekeringan, contohnya Inpari 1, Inpari 10, Inpari 11, Inpari 12, Inpari 13, Situbagendit, Silugonggo, Situpatenggang, dan Dodokan. Selain itu, dia mengingatkan, perlu antisipasi dengan memanfatkan sumber air alternatif, seperti air permukaan, embung, dan pompanisasi.
Di MT II ini petani padi juga harus mewaspadi organisme pengganggu tanaman (OPT) padi yang utama, yaitu penggerek batang, blast, dan kresek. “Tiga OPT itu terutama terdapat di Jawa, Lampung, dan Sulawesi Selatan,” imbuh Haryono.
Ijen dan Argopuro
Pada MT II, OPT dominan yang bakal menyerang tanaman jagung adalah penggerek tongkol, penggerek batang, dan bulai. OPT ini khususnya terjadi di sebagian Jawa, NTB, NTT, dan Sulawesi. Dan pada tanaman kedelai, OPT dominan di MT II adalah penggerek polong, penggulung daun, dan ulat grayak yang terutama menyerang sebagian wilayah Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi, dan NTT.
Varietas yang direkomendasikan untuk mengantisipasi kondisi rawan OPT kedelai adalah Ijen dan Argopuro. Mengantisipasi sifat hujan bawah normal dan rawan kekeringan, dia menganjurkan petani menanam varietas Wilis, Dieng, dan Dering 1. Menurut Haryono, dari sekitar 70 varietas kedelai milik Indonesia saat ini, hanya 10 varietas yang paling digemari petani. Di antaranya, Argomulyo, Grobogan, dan Kepak Kuning. “Grobogan itu terkenal sekali karena memang besar-besar dan bagus. Dan varietas kedelai Indonesia itu lebih bagus dari kedelai impor dari sisi kandungan nutrisi, terutama protein,” tambahnya.
Pengawasan kalender tanam (katam) 2013 ini melalui pemantauan kamera closed-circuit television (CCTV). Haris Syahbuddin, Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, mengatakan, sebanyak 54 CCTV akan dipasang di Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, dan Lampung. Selain mengamati waktu tanam, CCTV juga berfungsi memantau kondisi pertanian secara real time.
Selanjutnya, petani juga bisa bertanya tentang katam melalui pesan pendek (short message system, sms) yang direncanakan aktif pada Oktober mendatang. Selamat bertanam!
Windi Listianingsih