Senin, 18 Pebruari 2013

LIPUTAN KHUSUS : Mengatrol Kualitas Daging dari Peternak

Bakalan dan pakan yang baik bukanlah pilihan, tetapi satu paket tak bisa ditawar-tawar untuk suksesnya penggemukan sapi.

Hotel, restoran, katering, dan ritel membutuhkan daging berkualitas. Ini memberi peluang bagi peternak untuk menghasilkan sapi terbaik yang selanjutnya dipotong untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Ir. Mursyid Ma’sum, M.Agr, Direktur Pakan Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, “Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ternak, yaitu spesies, genetik, umur, pakan, cara budidaya, dan perlakuan saat pemotongan.” Dari sekian banyak faktor tersebut, peternak bisa bermain pada tataran budidaya, termasuk pakan.

Pasokan Bakalan Seret

Ranah peternak dimulai dari pemilihan bakalan, baik bakalan impor maupun lokal.  Tahun ini pemerintah membatasi impor sapi bakalan hanya sebanyak 267 ribu ekor. Pemerintah mengharapkan para penggemuk sapi, peternak maupun industri, menutup kekurangannya dari lokal.

Saat ini bakalan sapi lokal memang banyak tapi lokasinya tersebar di seantero negeri. Berdasarkan informasi yang dihimpun AGRINA, harga bakalan lokal di daerah, seperti Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, telah menyentuh kisaran angka Rp34 ribu-Rp35 ribu/kg bobot hidup. Sementara harga bakalan impor di Australia mencapai US$3,26/kg atau setara Rp31.500/kg bobot hidup (16/2). Harga ini terbilang tinggi lantaran di sana sedang musim hujan. Saat musim hujan peternak lebih banyak yang memelihara sapinya karena pakan melimpah sehingga suplai bakalan ke pasaran lebih sedikit.

Harga jual sapi hidup yang tinggi di pasar domestik kita menggairahkan peternak. Mereka beramai-ramai membeli bakalan untuk dipelihara. “Sebetulnya kita tidak kekurangan, hanya saja peternak tidak mau melepas. Peternak cenderung untuk membeli karena menganggap itu prospek,” ungkap Ismail Fahmi, peternak di Desa. Banjaragung, Kec. Bareng, Jombang, Jatim, yang sekaligus Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) “Sedulur Tani”.

Sejak Baru Lahir

Masalah persapian lokal dimulai dari cara peternak memperlakukan hewan ternaknya. Tak semua peternak mampu memberikan perawatan optimal. Mereka ini memberikan pakan seadanya sehingga tak hanya kualitas bakalan yang akan dilepasnya kelak tidak terjamin, tapi mutu induknya pun diragukan.

Untuk melakukan penggemukan sapi, menurut Prof. Dr. Nahrowi, M.Sc., Sekjen Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (Aini), “Pertama, bakalannya harus dilihat. Kalau bakalannya jelek, program penggemukan takkan menguntungkan karena tidak efisien.  Bakalan yang jelek tak bisa memberikan pertambahan bobot badan yang baik dan cepat, meskipun diberikan pakan berkualitas tinggi.” Karena itu peternak harus memilih bakalan yang berkualitas terlebih dahulu.

Perhatian terhadap pakan dan manajemen tidak hanya dilakukan pada masa penggemukan. Peternak juga disarankan sudah memberi perhatian ekstra kala sapi baru lahir, bahkan saat sapi masih dalam perut induknya. Ismail atau yang kerap disapa Memed, menyampaikan, “Kalau suplai nutrisi induknya bagus, kemudian pakan penunjang/suplemennya juga bagus, nanti untuk menggenjot performance (anakan) ke depannya itu mudah sekali. Dibanding dengan cara konvensional, cara konvensional butuh waktu dua tahun bahkan lebih untuk bisa mencapai maksimal,”

Usaha Penggemukan

Menurut Memed, “Peternak kita lebih senang melihat sapinya kenyang dibanding gemuk. Padahal, kenyang ‘kan belum tentu gemuk.” Hal senada pun dituturkan oleh Karnadi Winaga, Direktur Operasional PT Sumber Prima Anugerah Abadi, perusahaan penggemukan sapi potong di kawasan Rumpin, Bogor, Jabar. “Selama ini ‘kan rumput hijauan atau jerami yang diandalkan oleh peternak. Pilihan jerami banyak diambil karena limbah pertanian ini paling mudah ditemukan,” katanya. Sayang, sebagai sumber pakan, kualitas jerami sangat rendah karena minim kandungan nutrisi.

Agar pakan yang diasup sapi menjadi daging, nutrisi yang masuk harus melebihi kebutuhan pokoknya. “Kebutuhan pokoknya terlampaui, kebutuhan untuk tumbuhnya terlampaui, baru kebutuhan untuk produksi daging termasuk didalamnya kualitas daging. Standarnya ada. Misalnya untuk total zat gizi tercerna (TDN) di atas 60%, protein kasar 15%-16%, yang lain akan mengikuti,” terang Nahrowi yang juga Dosen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB Bogor.

Untuk memenuhi itu, peternak mesti memberikan nutrisi yang seimbang. Tidak hanya kandungan protein dan energi, tetapi vitamin dan mineral mikro harus memenuhi prasyarat ternak untuk menghasilkan daging yang berkualitas. Untuk itu, sapi harus dibiasakan dengan pakan berkualitas sejak masih kecil. “Berikan juga konsentrat sejak dari kecil supaya terbiasa dan pertumbuhannya lebih cepat,” ujar Karnadi.

Nahrowi menambahkan, “Dengan pakan berkualitas, pemeliharaan yang baik, dan tenaga kerja, kalau peternak mau untung, rata-rata kenaikan berat badan harian (ADG)-nya 1,2-1,3 kg. Itu baru peternak bisa enjoy. Titik impas (BEP) dengan pakan yang bagus jatuh pada angka 1,1 kg.”

Guna mencapai target tersebut, peternak bisa memberikan pakan yang mudah ditemukan, seperti onggok, dedak atau polar, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, tetes tebu atau molases, jagung, dan jika memungkinkan akan sangat baik jika ada bungkil kedelai, Corn Gluten Feed (CGF), dalam susunan pakannya.  Saat ini peternak skala kecil tidak perlu repot menyusun dan membuat ransum sendiri karena telah ada konsentrat dan ransum komplet komersial untuk sapi.

Pemilihan hijauan menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan. Semakin tua umur tanaman hijauan, maka semakin turun kualitasnya. “Kalau kita banding ‘kan, limbah tanaman jagung manis yang sudah dipanen lebih bagus daripada limbah jagung pipil. Tapi limbah jagung pipil masih lebih unggul dari jerami padi,” terang Nahrowi.

Kendati demikian, untuk mendapatkan kualitas pakan optimal, peternak dianjurkan menggunakan bahan baku yang bervariasi. Tujuannya untuk mendapatkan nutrien yang lengkap. “Pola pemberian pakan menjadi sesuatu yang juga penting,” rangkum Karnadi.

Dengan berbagai upaya perbaikan di bidang pakan semoga daging lokal menjadi menjadi lebih baik, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hotel, restoran, katering, dan ritel.

Ratna Budi W. Tri Mardi R. Indah Retno Palupi (Surabaya)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain