Faktor penting penghasil kualitas daging yang bagus adalah pakan dan lingkungan.
Fatal akibatnya bila peternak mengabaikan kualitas pakan karena bisa mempengaruhi laju pertumbuhan dan kualitas daging. Sementara itu, pakan merupakan komponen biaya terbesar, 70%-75%, dalam penggemukan sapi. “Jadi kalau kita abaikan ya berarti sekitar itulah kerugian kita,” cetus Ismail Fahmi, peternak asal Dusun Serning, Desa Banjaragung, Kecamatan Bareng, Jombang, Jatim.
Memed, begitu sapaannya, menambahkan, perhatian pada pola pakan ini dimulai sejak sapi masih dalam kandungan, sejak lahir hingga siap dipotong. Jika sejak pedet masih dalam kandungan sudah bagus, kebutuhan nutrisi induknya terpenuhi, pakan penunjang juga bagus, mudah meningkatkan performanya ke depan. Kalau performa sudah terbentuk sejak awal, dalam dua tahun saja sapi sudah bisa dipotong. Bahkan pada umur sapi mencapai 1,5 tahun, bobot badannya sudah bisa mencapai 350-400 kg. “Memang biayanya tidak sedikit tapi yang penting untungnya banyak,” ujar Memed dengan senyum mengembang.
Jangan Asal Pilih PakanMemed mengamati, umumnya peternak cenderung lebih senang melihat sapinya kenyang dibandingkan gemuk. “Pokoknya, asal perut besar. Padahal harus ada formulasi nutrisi seimbang bagi sapi. Pemenuhannya seratnya yang pas, pakan penguat yang mempunyai sertifikasi mutu jelas, itu salah satu membentuk kualitas daging,” imbuh Ketua P4S Sedulur Tani ini.
Kandungan nutrisi dan efisiensinya harus jadi perhatian utama peternak. Memed sendiri dalam penggemukan sapi memilih pakan buatan PT Wirifa Sakti, Surabaya. Dia beralasan, komposisi pakannya lebih bagus, sesuai kebutuhan sapi dan harganya terjangkau.
Lebih jauh dia mencontohkan, kandungan proteinnya cukup 14% tidak usah terlalu tinggi karena sapi tidak butuh protein yang tinggi, kecuali karbohidrat dan energinya. Sebaliknya untuk sapi anakan (pedet), kebutuhan proteinnya sangat tinggi sehingga kadar karbohidratnya tidak usah terlalu banyak dan berserat tinggi. “Ya, persis bayi, makanya diberi susu. Jadi, kebutuhan protein digenjot saat awal,” urainya.
Pakan konsentrat dari Wirifa bagi Memed sudah sesuai dengan tingkat umur dan kondisi sapi. “Untuk induk bunting dan menyusui pakai Protelis, sedangkan pedet pakai Jovis,” tambahnya. Komposisi pemberian pakan untuk sapi bunting selama 9 bulan dan menyusui sampai 3 bulan adalah Protelis 1 kg, bekatul/dedak 2 kg ditambah hijauan segar (rumput gajah/tebon jagung) sebanyak 10-15 kg pada pagi. Siang dan sore hari, cukup jerami, tebon jagung kering, dan rendeng kangkung sebanyak 10-15 kg.
Pedet lepas sapih umur 3 bulan dipisah dari induknya dan diberi pakan Jovis sebanyak 1 kg dicampur bekatul 1 kg. Siang dan sore hari pakan yang diberikan sama dengan sang induk saat siang dan sore hari. Ketika umurnya 5 bulan, porsi bekatulnya ditambah menjadi 2 kg.
Menginjak umur 7 bulan, pakan Mega Pro disajikan sebanyak 1 kg plus bekatul 2 kg. Sedangkan untuk sapi jantan umur 8 bulan yang berbobot 400 kg, komposisi pakan ditambah jadi 2 kg. Sampai bobot pedet 600 kg jatah Mega Pro jadi 3 kg dan bekatul 7 kg. Sementara itu pedet betina cukup dengan 2 kg Mega Pro dan 2 kg katul.
Bagusnya performa sapi peliharaan Memed menjadikan dagingnya pun berkualitas prima. Bahkan sempat ditolak RPH karena kualitas dagingnya dianggap tidak sesuai dengan pasar lokal Jombang. “Jadi jagal bilang, saya rugi jual daging sampeyan (Anda), terlalu bagus untuk kelas lokal sini, harusnya daging sampeyan dijual dengan harga di atas harga lokal. Sebab di Jombang bukan untuk steak, tapi untuk kebutuhan daging bakso,” ceritanya dengan nada bangga.
Efisiensi Tingkatkan Laba
Pakan pabrikan, kata Memed, solusi bagi peternakan rakyat yang punya keterbatasan modal, daya simpan, dan ketersediaan pakan. Dengan pakan pabrik akan memudahkan peternak terutama untuk yang skala di bawah 100 ekor. Namun jika populasi 200-500 ekor lebih baik mencampur sendiri pakannya.
Ada satu kelebihan lagi, pakan pabrikan itu pasti dikukus dalam pembuatannya. Pakan tersebut mudah dicerna sehingga berdampak baik pada performa sapi. Selain itu, peternak acapkali dihadapkan pada fluktuasi harga polar, bungkil kedelai, dedak yang digunakan sebagai ransum melebihi harga pakan pabrikan. “Lebih baik beli pakan pabrik sebab kandungan nutrisinya jelas. Peternak tak usah nyetok terlalu banyak dan harganya terjangkau,” saran Memed.
Memang, kebutuhan konsentrat hanya 20% dibandingkan pakan serat yang 80%. Tapi dari sisi biaya harga pakan konsentrat ini mencapai 60% - 70% dari total biaya pakan. Harga konsentrat bisa Rp5.000/kg, sementara serat hanya Rp150/kg. “Meski demikian masih tertutup dengan keuntungan,” tandasnya menyakinkan.
Hitungan Memed, biaya pemeliharaan sapi hingga umur 1,5 tahun dengan bobot badan antara 350–400 kg berkisar Rp8 juta. Bila harga jual sapi hidup mencapai Rp30 ribu/kg, maka peternak mendapatkan keuntungan Rp2,5 juta. Kalau peternak melakukan penggemukan sampai siap potong dengan bobot 590 - 640 kg, rata-rata kenaikan bobot harian (ADG) 1,2 kg, maka keuntungannya lebih banyak.
Untuk mencapai target bobot badan itu selama 3–6 bulan dibutuhkan biaya tambahan buat beli pakan antara Rp2,2 juta–Rp4,4 juta. Sedangkan ADG 1,2 kg membutuhkan biaya Rp22 ribu/hari. Jika diasumsikan saat dipotong harga sapi sama, hasil penjualan sapi tersebut berkisar Rp17,7 juta – Rp19,2 juta.
Pengalaman Memed itu bisa semakin menguntungkan dengan catatan, pola budidayanya secara intensif.
Indah Retno Palupi (Surabaya)