Hujan dan patek seperti tidak dapat dipisahkan. Hujan datang, patek pun menyerang.
Petani mana yang tidak ketar-ketir bila ada satu saja tanaman cabai di lahannya terserang patek. Pasalnya, jika tidak segera dicabut dan dimusnahkan, penyebaran penyakit yang juga dikenal dengan julukan busuk buah ini sangat cepat. Tanaman yang terinfeksi akan menjadi sumber penyakit bagi tanaman lain, bahkan kebun di sekitarnya.
Tak pelak patek masih menjadi ancaman utama bagi petani. Ir. Soesilo, M.Si., Direktur Perlindungan Tanaman Hortikultura, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, memaparkan, lahan yang terserang penyakit ini bisa mengalami penurunan hasil sampai 80%. “Kadang ada yang sampai 100%, gagal panen,” katanya kepada AGRINA melalui telepon.
Kondisi lingkungan lembap menjadi salah satu faktor pendukung munculnya penyakit yang juga dikenal dengan antraknosa ini. “Selain itu, sanitasi kebun yang kurang baik, baik dari gulma maupun tanaman yang terserang akan menjadi faktor pendukung penyebaran penyakit,” terang Silviya Wiltin, Crop Specialist Chili, Shallot, and Watermelon, PT Bayer Indonesia.
Tanggulangi dengan Tepat
Ahmad Yani, petani cabai di Desa Raksasari, Kec. Taraju, Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat, menerangkan, serangan patek sudah sangat biasa terjadi di lahannya kala musim hujan tiba. Bahkan, ketika dihubungi AGRINA, pria 46 tahun ini berseloroh, “Ya, kalau hujan busuk-busuk dikit itu sudah biasalah.”
Memang, kalau teknik budidaya yang benar sudah dikuasai, patek dapat dicegah dengan mudah. “Usahakan tidak ada air yang tergenang di lahan, lalu jarak tanamnya diperlebar. Kalau biasanya petani itu jarak tanamnya 50x50 (cm), sekarang diharapkan lebih dari 60 cm. Dengan begitu, nanti pertumbuhan tanamannya juga akan lebih optimal. Kalau di bawah 50 cm, tanamannya banyak, tapi produksinya kurang,” tutur Yani.
Jika budidaya yang baik telah diterapkan, antisipasi dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif tebukonazol dan trifloksistrobin juga menjadi pilihan. Menurut Silviya, tebukonazol bersifat sistemik dan diserap cepat ke dalam jaringan tanaman, bekerja dengan merusak dinding sel cendawan sampai pecah dan mati.
“Trifloksistrobin bersifat mesosistemik, yang bekerja di permukaan tanaman, diserap di lapisan lilin secara menyeluruh sehingga melindungi seluruh permukaan daun. Trifloksistrobin bekerja dengan mengganggu keseimbangan energi cendawan yang menyebabkan cendawan mati,” jelasnya melalui surat elektronik.
Silviya mencontohkan, fungisida dari golongan azole dan strobilurin seperti NATIVO 75 WG mengandung kedua bahan aktif tersebut. Fungisida ini bekerja dengan dua cara yang berbeda, seperti diserap rata oleh jaringan tanaman, bertahan cukup lama dalam tanaman, tahan terhadap hujan, serta melindungi tanaman luar dan dalam. Selain itu, penambahan fungisida kontak seperti Antracol 70 WP juga dapat meningkatkan perlindungan tanaman dari antraknosa.
Renda Diennazola, Untung Jaya