Senin, 10 Desember 2012

LIPUTAN KHUSUS : Berebut Pasar di Provinsi Jagung

Pabrik pakan butuh 7 juta ton tahun depan. Supaya tak impor lagi, benih yang sesuai kondisi lokasi dan perubahan iklim wajib dikembangkan.

Untuk meningkatkan produksi jagung, pemerintah maupun swasta menyediakan sangat banyak varietas. Mengutip data Kementan, Junaidi Sungkono memaparkan, sejak 1945 hingga 2001 sudah dirilis sebanyak 196 varietas jagung. Terdiri dari 45 bersari terbuka dan 151 hibrida.

Menurut  Direktur PT Agri Makmur Pertiwi, produsen benih jagung dan hortikultura di Surabaya tersebut, “Petani Indonesia membutuhkan varietas yang produktivitasnya tinggi, rata-rata 8-10 ton/ha. Selain itu, juga tahan penyakit seperti bulai (downy mildew), karat daun, dan hawar daun. Mengingat perubahan iklim yang terjadi saat ini, varietas juga harus tahan cekaman kekeringan, rendaman, tahan rebah untuk daeah tertentu dan cocok dikembangkan sesuai lokasi (dataran rendah, tinggi, dan naungan).”

Senada dengan Junaidi, Dr. BM Prasanna, Direktur Global Maize Program, CIMMYT (lembaga jagung dan gandum internasional), pun menyatakan, Indonesia perlu lebih banyak plasma nutfah yang tahan banting. Dalam paparannya di IMC, Prasanna menunjukkan plasma nutfah tahan rendaman dan kekeringan yang telah sukses dikembangkan di Afrika. Di benua ini, jagung memang menempati peringkat utama sumber pangan.

Prasanna berharap, dengan dibukanya kantor CIMMYT di Indonesia, petani akan merasakan manfaat kehadiran institusi nirlaba perakit varietas jagung ini. Sekarang  di kebun pamer Badan Pusat Informasi Jagung (BPIJ) Gorontalo, plasma nutfah CIMMYT sudah coba ditanam. 

Kini sebanyak 26 perusahaan benih, kebanyakan perusahaan asing, siap melayani kebutuhan petani. Tentu masing-masing punya varietas andalan. Untuk daerah Gorontalo misalnya, PT Bisi International Tbk. dengan varietas BISI-222 masih mendominasi pasar. Mencoba mengembangkan pasar di sana, antara lain Agri Pertiwi dengan varietas Pertiwi 1,2,3 juga Syngenta Indonesia yang mengenalkan NK 33 MaxPro sejak setahun silam. “Kita mencoba pada segmen yang lebih tinggi. Harganya sedikit lebih tinggi, hasil juga lebih tinggi, 10-12 ton/ha. Di lapangan, 8 ton saja gampang didapat,” ujar Tantono Subagyo dari Syngenta. Tentang cara budidayanya, ia meyakinkan, sama saja, asalkan 45 hari pertama dirawat dengan baik, sudah aman.  

Permintaan petani di Gorontalo, menurut dia, adalah varietas dengan warna kuning bijinya yang mantap. Daerah ini memang pasar baru bagi Syngenta. Karena itu, “Ya untuk permulaan dapat pangsa 10% cukuplah,” ucapnya sambil tertawa kecil.

Peni Sari Palupi

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain