Kamis, 6 Desember 2012

Sektor Agribisnis 2013 Masih Bagus

Peluang sektor usaha  agribisnis tahun depan masih bagus karena  didorong oleh besarnya permintaan  pasar domestik. Untuk permintaan pasar global cenderung menurun,  sebagai dampak resesi ekonomi  yang masih berlanjut hingga tahun depan.

Pengamat Agribisnis, Bungaran Saragih mengatakan, resesi global pada tahun depan masih berlangsung. Hal itu, akan diikuti oleh penurunan permintaan termasuk untuk produk agribisnis, karena ada penurunan pendapatan.

“Kondisi agribisnis pada tahun depan akan berdampak terhadap eksportir  karena permintaan di luar negeri turun. Karena itu, harus hati-hati. pasar produk agribisnis dalam negeri beda. Pertumbuhan pada 2013 justru yang mengarahkan produksi ke pasar dalam negeri," jelas Bungaran Saragih di Seminar Outlook Agribisnis 2013 yang digelar Tabloid Agrina, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (05/12).

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN Muhamad Zamkhani, Indonesia akan mengalami risiko kerentanan  pangan pada 2014 dan tahun-tahun berikutnya bila tidak melakukan sejumlah target dan solusi kedaulatan dan ketahanan pangan yang bersifat revolusioner.

“Masalah ketahanan pangan yang kini berkembang menjadi isu global, dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang pesat, anomali iklim serta alih fungsi lahan pertanian menjadi faktor masalah ketahanan pangan yang mengarah pada kerawanan pangan,” jelas Muhamad Zamkhani.

Hal ini, tambah Zamkani tidak hanya terjadi di Indonesia saja juga terjadi hampir di seluruh dunia, bahkan negara-negara eksportir besar komoditas agribisnis mulai mengkhawatirkan kemampuanya memproduksi komoditas ekspornya karena kendala alam.

Zamkhani menjelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan target ketahanan pangan yaitu surplus beras 10 juta ton pada 2014 yang perlu didukung kerja keras dan komitmen kuat dari para pemangku kepentingan di bidang pangan ini.

Dalam rangka mendukung target tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menggulirkan Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K) pada 2011 dengan tujuan mendorong peningkatan hasil panen bahan pangan, baik melalui dukungan pendanaan untuk keperluan modal kerja tani seperti penyediaan sarana produksi pertanian seperti benih unggul, pupuk dan pestisida.

Perkebunan Masih Prospektif

Bungaran Saragih mengatakan untuk sektor perkebunan pada tahun depan akan masih terjadi koreksi harga. "Perkebunan akan sufering, tetapi tidak jelek sekali. Harga minyak sawit saat itu US$1.100 per ton turun menjadi US$700 per ton, tetapi cost cuman US$300 per ton. Jadi, hanya keuntungan yang berkurang. Begitu juga dengan karet, rempah, dan kakao,” jelas Bungaran di Seminar Outlook Agribisnis 2013 yang digelar Tabloid Agrina, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (05/12).

Dia menuturkan dampak dari perlambatan pertumbuhan konomi dunia menyebabkan ekspor akan terganggu. Ditambah lagi adanya hambatan tarif dan non tarif, karena beberapa negara berupaya untuk melindungi produk agribisnis lokalnya.

Sebaliknya, produk agribisnis di negara lain juga terus didorong untuk dapat masuk ke Indonesia "Eskportir akan sulit. Jadi, saya lihat itu tekanan impor akan besar di dalam negeri pada 2013."

Pakar Agribisnis Universitas Lampung, Bustanul Arifin mengatakan, agribisnis pada tahun 2013 diperkirakan lebih menarik dibanding tahun sebelumnya meski dibayangi resesi global. “Memang akan memengaruhi ekspor dengan ditandai penurunan demand, namun pasar agribisnis dalam negeri akan tumbuh pesat," kata Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung ini.

Menurutnya, dengan pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun, bakal terjadi pertumbuhan permintaan komoditas di dalam negeri. Sektor yang bakal tumbuh beragam. Sektor hortikultura, peternakan, tanaman pangan, dan sektor perkebunan masih akan menjadi kontributor utama dalam penguasaan pasar.

Bustanul menambahkan, untuk mengamankan pertumbuhan pasar agribisnis di dalam negeri, pemerintah harus memberlakukan kebijakan bea masuk yang tepat. "Produk agribisnis asing bisa mengancam produk domestik jika pemerintah membebaskan impor. Kebijakan yang dikeluarkan harus fleksibel agar produsen dalam negeri mampu bersaing dan produknya kompetitif," jelasnya.

Komoditas perkebunan masih akan menjadi sektor yang prospektif tahun depan. Karet, misalnya, yang saat ini produksinya sudah menembus angka 2,8 juta ton per tahun, menjadi komoditas terbesar kedua di dunia.

Dari sisi harga, karet mulai naik di level 3 dolar per kilogram. Jika pemerintah memberikan insentif dan kemudahan bagi investasi asing untuk produk hilir, karet dometik akan prospektif.

Untuk komoditas sawit khususnya Crude Palm Oil (CPO), dengan produksi 24 juta ton, Indonesia masih menjadi produsen terbesar dunia dengan kemampuan ekspor 18 juta ton. Sementara itu, untuk komoditas kakao, masih menjadi produsen ketiga terbesar dunia dengan produksi 0,45 juta ton pada 2013.

Tri Mardi Rasa

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain