Demi Target, Jaga Warisan Leluhur
Tak ada yang tidak mungkin jika dilaksanakan dengan serius serta konsisten. Inilah yang harus dicamkan saat mengejar target surplus 10 juta ton beras pada 2014.
Tenggat menuju ke sana tinggal dua tahun lagi. Dengan target surplus 5 juta ton tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) mau tidak mau harus mampu meningkatkan produksi beras menjadi 38 juta ton. Sedangkan target 2013 sebanyak 40 juta ton dengan nilai surplus 7 juta ton. Dan akhirnya produksi harus mencapai 43 juta ton pada 2014. Saat itu, perkiraan jumlah penduduk 252 juta jiwa dengan konsumsi 130 kg/kapita/tahun sehingga total kebutuhan sekitar 33 juta ton. Jadi, surplus 10 juta ton terwujud.
Butuh Ketegasan
Namun, mencapai hal itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Masih ada setumpuk permasalahan yang harus diselesaikan pada komoditas tanaman pangan ini. Di antaranya, alih fungsi lahan yang tiap tahun terus meningkat. Seperti diketahui, saat ini pembangunan di sektor perumahan dan industri telah mengubah lahan persawahan. Bukan melarang industri maju, tapi ini lebih kepada harapan agar industri dan permukiman seharusnya bisa dikembangkan di lahan yang memang kurang baik untuk areal pertanian.
Sumarjo Gatot Irianto, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, menjelaskan, meskipun lahan persawahan secara nasional masih cukup luas, yaitu di atas 800 ribu ha dan 240 ribu ha di antaranya berada di kawasan Jawa Barat, khususnya pantai utara, alih fungsi lahan di Jawa juga cukup besar. Untuk Pulau Jawa saja, khususnya Jawa Tengah, alih fungsi lahan persawahan 10-15 ha/tahun. Bahkan, dari angka ini, ternyata terdapat lahan yang cukup baik untuk digunakan sebagai lahan sawah irigasi.
“Jika terus dilakukan, bagaimana dengan lahan pertanian kita? Apakah anak-cucu kita harus diberi makan beras digital? Selain itu, yang harus diperhatikan, lahan pertanian yang ada saat ini bukan sekadar lahan persawahan, tapi juga sebagai heritage peninggalan leluhur yang harus kita jaga,” ujar Gatot di sela-sela Pencanangan Percepatan Musim Tanam Tahun 2012 – 2013, di Desa Ciparay, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.
Seharusnya, pemerintah daerah (pemda) setempat lebih tanggap tentang arti lahan pertanian. Seperti Pemda Bojonegoro, Jawa Timur, yang dengan tegas melarang pengalihan fungsi lahan pertanian produktif. Terbukti, di dalam peraturan di tingkat desa sudah ada yang menjelaskan larangan terhadap petani yang menjual sawahnya untuk dijadikan permukiman ataupun kawasan industri.
Gatot menerangkan, larangan menggunakan lahan pertanian produktif untuk keperluan lain sudah tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dan sudah diperkuat pada beberapa peraturan pemerintah (PP) sebagai produk turunannya. Untuk itu, siapa yang melanggar dikenai hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Penerapan Teknologi
Sementara itu, dari kalangan pelaku usaha, Dedy Koerniawan, Customer Marketing Manager Indonesia PT Syngenta Indonesia, merasa yakin surplus 10 juta ton beras pada 2014 bisa tercapai bila semua stakeholder bersama pemerintah melakukan perbaikan. Apalagi, ditambah dengan prediksi cuaca tahun depan yang tidak terlalu ekstrem dibandingkan beberapa tahun lalu yang curah hujannya cukup lebat. Diprediksi, curah hujan tahun depan kondisinya normal.
Kemudian, teknologi intensifikasi yang dikembangkan baik oleh pihak swasta maupun pemerintah, seperti pembenihan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit sudah mampu dimaksimalkan. Sebab, pada kenyataannya, petani yang sudah menggunakan teknologi pertanian tak sulit lagi mendapatkan produksi beras dengan hasil minimal 8 ton/hektar (ha). Bahkan, ada yang bisa mencapai 13 ton/ha.
Namun Mardianto, Marketing Manager PT Bina Guna Kimia berpendapat lain, “Apapun yang ditawarkan, teknologi intensifikasi masih banyak yang melupakan faktor tanah. Tak heran jika pemerintah coba memperbaiki dengan pupuk organik. Tapi, penggunaan pupuk organik juga ada kendalanya, yaitu secara kuantitatif terlalu besar.” Untuk lahan yang terlalu jauh dari pinggir jalan, misalnya, harus dicari upaya pembenahan tanahnya. Teknologinya sudah ada, seperti di China, Thailand, dan Vietnam, memakai asam humat (humid acid) dan itu harus dikembangkan di Tanah Air.
Bayu Nugroho, Marketing Manager PT Agricon, menilai masih banyak hal dapat dibenahi dari sisi budidaya karena sangat banyak daerah yang produktivitasnya masih sangat rendah seperti di Sumatera dan Kalimantan. Bahkan di Pulau Jawa, produktivitas sawah yang tinggi hanya di Karawang, Subang,,Indramayu (Jawa Barat), Klaten (Jawa Tengah), Bojonegoro, Lamongan, Tuban (Jawa Timur). Sementara di jalur selatan Pulau Jawa produktivitasnya masih rendah. Selain itu, kebocoran pada saat panen, paska panen, dan transportasi juga cukup tinggi.
Mengatasi masalah itu, menurut Bayu, PT Agricon mengembangkan 4 program dalam upaya peningkatan produktivitas. Program mobil penerangan (mopen) yang dilengkapi audio visual untuk memberikan penyuluhan kepada petani. Program Rumah Pintar dan demo plot. Program ini untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam budidaya padi sejak persiapan lahan hingga pascapanen. Selain itu, program ini juga dilengkapi kegiatan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani sehingga dapat mendukung produktivitas petani.
Selanjutnya program Sekolah Lapang Agricon untuk melatih petani menggunakan benih unggul, pemupukan berimbang, dan perlindungan tanaman secara tepat. Terakhir, Program Sahabat Agricon, yaitu petani yang sudah memiliki pengetahuan tentang budidaya tanaman padi diharapkan dapat mentransfer pengetahuannya kepada petani lain. Dengan demikian program-program Agricon lebih cepat menyebar kepada banyak petani padi.
Yuwono Ibnu Nugroho, Untung Jaya