Luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha. Dengan memanfaatkan sekitar 10%-nya saja dan IP 200, sudah bisa dihasilkan produksi gabah 33,4 juta ton.
Dua tahun terakhir ini lahan rawa menjadi pusat perhatian. Banyak yang menyebutnya hidden treasure (harta karun yang tersembunyi). Saat berbagai wilayah kekeringan dan gagal tanam padi, justru luas tanam di lahan rawa meningkat dua-tiga kali lipat. Lahan yang semula terendam dan diremehkan malah dapat ditanami karena genangannya berkurang.
Lahan rawa terbagi dua. Pertama, lahan pasang surut, yaitu secara berkala mengalami luapan pasang surut yang dipengaruhi laut atau sungai. Sedangkan rawa air tawar alias rawa lebak, selalu tergenangi air akibat curah hujan dari sekitarnya atau daerah hulunya.
Menurut Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Kementerian Pertanian, luas lahan pasang surut di Indonesia sekitar 20,1 juta ha yang terdiri dari lahan potensial 2 juta ha, lahan sulfat masam 6,7 juta ha, lahan gambut 10,9 juta ha, dan lahan salin 0,4 juta ha. Sedangkan luas lahan lebak sekitar 13,3 juta ha, yang meliputi lahan lebak dangkal (tinggi genangan di bawah 50 cm) 4,2 juta ha, lahan lebak tengah (tinggi genangan 50-200 cm) 6,1 juta ha, dan lahan lebak dalam (tinggi genangan di atas 200 cm) 3,0 juta ha. Kebanyakan lahan rawa ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Sumbangan Nyata
Menurut Rusman Heriawan pada lokakarya internasional tentang lahan rawa untuk produksi padi yang bertema Lowland for Food Sufficiency in the Global Climate Change di Banjarmasin, Kalsel, akhir September silam, baru 0,7 juta ha lahan rawa yang ditanami padi setiap tahun.
“Ini sumbangan nyata lahan rawa terhadap ketahanan pangan nasional. Belum termasuk komoditas lain, seperti sayuran, perkebunan, ternak, dan ikan,” kata Wakil Menteri Pertanian itu. Diperkirakan, gabah yang dihasilkan sekitar 1,0–1,5 juta ton/tahun.
Produktivitasnya memang masih rendah, 2-3 ton gabah kering giling (GKG)/ha dengan indeks pertanaman (IP) di bawah 100. Padahal, di beberapa tempat dengan pengelolaan yang baik, produktivitas bisa mencapai 5-7 ton GKG/ha dan IP di atas 200 (ditanami dua kali/tahun). Dengan demikian, potensi produksi di lahan rawa demikian besar.
Hitungan sederhana, jika 10% dari total luas lahan rawa 33,4 juta ha ditanami padi dengan produktivitas 5-7 ton GKG/ha dan IP 200, maka total produksinya minimal 33,4 juta ton atau setara 18,7 juta ton beras. Jadi, dengan menggarap 10% saja lahan rawa, keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar surplus produksi beras 10 juta ton pada 2014 tak terlalu sulit.
Karena itulah Kementan mengandalkan lahan rawa sebagai lumbung pangan masa depan pada saat kekeringan dan banjir yang sering terjadi bersamaan di berbagai wilayah. Penanaman padi di lahan rawa menjadi solusi defisit produksi beras pada September, Oktober, November, dan Desember. Apalagi, menurut Dr. Ir. Haryono, M.Sc., Kepala Badan Litbang Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi sudah banyak menghasilkan varietas yang toleran terhadap genangan air dan toleran salinitas, seperti Inpara. Jadi, dengan memanfaatkan lahan rawa, tidak sulit bagi Indonesia berswasembada beras.
Syatrya Utama