Hadang Sebelum Penggerek Menyerang
Penggerek batang menjadi hama paling dikhawatirkan tahun ini. Kenali dan waspadai serangannya.
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tidak mungkin dihindari. Seperti yang diungkap Erma Budiyanto, “Hubungan hama dengan tanaman itu ‘kan hubungan alami. Hama mau makan dari mana kalau bukan dari tanaman? Jangan bermimpi tidak ada serangan hama, dalam 20 tahun, pasti ada saja yang terkena,” kata Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, kepada AGRINA.
Tren serangan hama dan penyakit pun terus berganti, sangat dipengaruhi kondisi iklim, varietas padi yang ditanam, hingga pola tanam yang diterapkan. “Garis besarnya, serangan hama (dan penyakit) itu, pada musim kering tidak akan sebanyak musim hujan. Kemudian jenis padi dan pola tanamnya juga harus diperhatikan,” ujar Budiyono Utomo, Ketua Kelompok Tani Kana Kuning di Desa Curah Ketang, Kec. Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur.
Budi, sapaan akrabnya, mencontohkan. Pada musim tanam lalu, Mei hingga Agustus 2012, tidak seperti sentra padi di Jawa Barat yang mengalami kekeringan, intensitas curah hujan di wilayahnya justru cukup tinggi. “Hampir semua OPT utama tanaman padi menyerang, kecuali tikus dan wereng,” terangnya.
Kondisi serangan OPT yang tidak jauh berbeda dialami hampir di seluruh wilayah pertanaman padi. Erma mengelompokkan lima OPT utama yang banyak menyerang pada musim tanam lalu, yaitu penggerek batang, wereng, tikus, kresek, dan blas. “Yang paling dikhawatirkan itu penggerek batang,” tambahnya.
Kekhawatiran Erma senada dengan angka perkiraan Sarsito Wahono Gaib Subroto, Kepala Balai Besar Peramalan OPT di Jatisari, Subang, Jawa Barat. “Berdasarkan angka perkiraan untuk MH (musim hujan) 2012/2013, yang banyak itu penggerek batang, disusul tikus dan blast,” konfirmasinya melalui pesan singkat.
Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, pakar hama dari Fakultas Pertanian UGM Yogya pun memprediksi, pada musim hujan mendatang ini, serangan wereng cokelat dan penggerek batang bisa meningkat. Hal ini terkait dengan curah hujan yang meningkat pada musim kemarau lalu, banyak ditemukan spot serangan. “Akan semakin kondusif (bagi OPT) kalau pestisida tidak digunakan secara benar,” katanya.
Menyerang Sejak Dini
Pola tanam terus menerus yang diterapkan petani meningkatkan serangan OPT. Jika dulu mayoritas serangan penggerek batang terjadi pada musim kering, saat ini saat musim hujan pun serangan diperkirakan cukup besar. “Bukannya nggak kenal musim, tapi pertanaman sekarang ‘kan nyambung terus sehingga makanan tersedia terus, hama pun jadi berkembang terus,” tutur Gaib.
Serangan penggerek batang ini juga tidak mengenal wilayah. “Luas serangan yang paling berat ada di Jawa Barat karena di sana ‘kan lumbung padi. Lalu di wilayah Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur. Yang ketiga seluruh wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur. Bali dan Nusa Tenggara Barat lebih rendah lagi urutannya,” papar alumnus IPB 1977 itu.
Penggerek batang memang tidak dapat dipandang sebelah mata karena dapat menyerang tanaman saat fase vegetatif maupun generatif. Serangan pada fase vegetatif atau dikenal dengan sundep, akan mematikan titik tumbuh yang berdampak pada pengurangan jumlah anakan. Serangan pada fase ini masih dapat diperbaiki lantaran tanaman masih berpeluang membentuk anakan baru.
Sedangkan serangan pada fase generatif dinilai lebih berbahaya. Soalnya, titik tumbuh padi akan terpotong sehingga saluran transportasi hara untuk mengisi malai akan terputus. Malai akan tetap tegak dan berwarna abu-abu putih, tetapi tidak terisi. Malai pun bisa dicabut dengan mudah dan bekas gigitan larva tampak di pangkalnya. Gejala ini dikenal dengan beluk.
Pencegahan
Cara terbaik dalam mengatasi penggerek batang adalah mencegah ngengat (serangga dewasa) meletakkan telurnya di rumpun padi. Satu kelompok telur yang diletakkan ngengat betina di daun padi terdiri 400 telur. “Kalau menetas, semua ‘kan ada 400 larva. Bayangkan saja kalau satu larva makan satu batang, berarti habis 400 batang. Kalau sudah terinfeksi di persemaian ‘kan seperti bagi-bagi hama saja,” terang Erma.
Larva penggerek batang ini mudah tersebar dengan perantaraan angin dan air. Larva muda memakan daun dan seludang daun. Semakin dewasa, larva akan masuk ke seludang daun dan tangkai malai, dan pada akhirnya sampai ke dalam batang lantas menggerogoti bagian dalam batang mulai dari bagian pangkal batang. Titik tumbuhnya dimakan sehingga dapat dicabut dengan mudah.
Menurut Gaib, serangan penggerek sebenarnya mudah dideteksi. Perangkap cahaya menjadi salah satu metode pengendalian dini yang dianjurkan. Agar pengendalian lebih efektif, petani sebaiknya menunda waktu persemaian sampai ngengat dipastikan habis.
Pengaturan budidaya juga langkah efektif dalam pencegahan penggerek batang. Tanam serempak, rotasi tanaman, hingga pengaturan waktu tanam dapat memutus siklus hidup hama ini. Selain itu, saat panen, penyabitan diusahakan sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Selanjutnya, tanah digenangi setinggi 10 cm agar jerami dan pangkal jerami membusuk, larva dan pupa penggerek batang yang masih ada juga ikut mati.
Kendalikan Secara Bijak
Jika tanaman sudah terlanjur terserang, penanggulangan dengan pestisida ataupun musuh alami dapat menjadi pilihan. “Disemprot dengan pestisida sistemik. Karena posisinya di pangkal batang, di bawah, dan di dalam. Jadi ya harapannya, ketika larvanya makan, akan mati,” cetus Erma.
Sementara, Gaib menyarankan pengendalian menggunakan musuh alami atau agen hayati Trichogramma japonicum, yang merupakan parasit telur. Sejak awal pertanaman, biasanya dilepaskan 20 pias atau sekitar 40 ribu-50 ribu telur Trichogramma. “Cara mempertahankannya dengan bumbung bambu. Ada dua ruas bumbung bambu, dilubangi bagian atasnya. Petani mengumpulkan kelompok telur, kemudian dimasukkan ke bumbung bambu. Kalau yang keluar larva penggerek, dia tidak bisa naik ke atas. Dia akan jatuh ke air dan mati,” papar Gaib.
Sementara itu Andi Trisyono menyarankan penerapan sistem peringatan dini (early warning system). Menurutnya, teknologi yang saat ini ada sudah bagus, tetapi biasanya petani terlambat mengidentifikasi saat populasi mulai naik. Jadi, sampai terlambat agar serangan dapat dikendalikan.
Renda Diennazola, Windi Listianingsih, Peni SP, Tri Mardi Rasa