Kamis, 4 Oktober 2012

Industrialisasi HKI, Siapa Takut?

 

Dadang Irfandhie (kiri), inovasi menciptakan produk berdaya saing tinggi. Foto Windi Listianingsih

Inovasi diperlukan untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi. Meski demikian, temuan inovasi cukup minim di Indonesia.

Menurut Dr. Ir. Endang Sri Heruwati, peneliti utama Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jepang memilik paten terbesar di dunia, lebih dari 44 ribu permohonan paten yang diajukan. Jerman pun memiliki 12 ribu lebih pengajuan paten.

Sementara Indonesia, pengajuan paten domestik saja baru sekitar 750 permohonan. “Makin banyak pengajuan paten, makin banyak invensi baru di negara,” ujar Endang pada acara seminar Industrialisasi Hak Kekayaan Intelektual, Rabu (3/10), di Jakarta.

Sayangnya, lanjut penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama dari Presiden SBY pada 13 Agustus 2012 ini, semangat peneliti Indonesia untuk menciptakan inovasi cukup rendah lantaran tidak adanya insentif bagi peneliti. Ditambah lagi, proses pengajuan paten cukup lama, sekitar 5 - 7 tahun. Apalagi, bagi pegawai negeri nilai kredit poin paten sangat kecil, hanya seperlima nilai penulisan jurnal.

Hal ini dibenarkan Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas, M. Agr, Kepala Balitbang KP, sejak berdirinya Balitbang KP, pada 2000 lalu, baru 22 permohonan paten yang diajukan. Dari angka itu, menghasilkan 4 hak paten di bidang perikanan dan kelautan. Sementara itu, untuk mempermudah proses pengajuan hak paten, Balitbang KP membentuk sentra HKI yang bertujuan mempercepat proses paten.

Menurut Aris Ideanto, Kasubdit Pelayanan Hukum, Ditjen HKI, Kementerian Hukum dan HAM, paten berperan dalam industri dan perdagangan. Pemilik paten memperoleh hak proteksi teknologi paten guna memonopoli inovasinya. Untuk itu, ia dikenakan biaya pemeliharaan dan biaya tahunan.

Jika biaya tersebut tidak dibayarkan dalam waktu 3 tahun berturut-turut, paten bisa dihapuskan. Begitu pula jika inovasi paten tidak digunakan atau diproduksi dalam jangka 3 tahun, pihak lain bisa mengajukan lisensi wajib pada pemerintah untuk melaksanakan paten itu. Sementara, “Orang lebih cenderung menggunakan lisensi daripada paten karena lebih banyak menguntungkan dengan biaya dan risiko rendah,” kata Aris.

Terkait kerja sama penelitian, Dadang Irfandhie dari PT Petrosida Gresik menuturkan, pelaku industri memiliki keuntungan menaikkan margin perusahaan lantaran peran inovasi menciptakan produk berdaya saing tinggi. Namun, imbuh Dadang, pelaku usaha kerap kesulitan menerapkan inovasi dalam skala industri lantaran penelitian dilakukan dalam skala kecil. Untuk itu, perlu ada pendampingan atau membuat penelitian dalam skala pilot plan.

Mempertemukan inventor dengan pelaku industri sangat penting untuk mendorong semangat penciptaan paten. Selain bisa dikembangkan secara komersial, inventor juga akan mendapat royalti paten.

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain