Senin, 1 Oktober 2012

LIPUTAN KHUSUS :Menggairahkan Peremajaan

 
Mulai 2013, tidak ada lagi defisit bahan tanaman karet. Matang sadap bisa dipersingkat dari 4-6 tahun menjadi 3 tahun 3 bulan.

Karakter bisnis karet alam nasional sangat unik. Dari luas lahan sekitar 3,4 juta ha, 85% di antaranya milik petani. “Kita menginginkan supaya karet itu menjadi suatu kekuatan ekonomi yang berbasis masyarakat,” kata Didiek Hadjar Goenadi, Presiden Direktur PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), yang antara lain membawahi Pusat Penelitian Karet.

Sebagai lembaga penelitian, kata pria kelahiran Kediri, 4 April 1958, itu, RPN menciptakan teknologi untuk mengatasi berbagai masalah teknis yang dihadapi pelaku usaha karet, termasuk petani. Melalui Konferensi Nasional Karet, yang bertema, Peningkatan Kinerja Agribisnis Karet melalui Penerapan Teknologi Terkini, “Kita memperoleh masukan untuk pengembangan karet nasional,” tuturnya kepada AGRINA, Rabu (19/9).

Tanaman tua

Menurut Chairil Anwar, Direktur Pusat Penelitian Karet, dari total lahan 3,4 juta ha, yang tanamannya sudah tua (lebih dari 25 tahun) sekitar 300 ribu ha. Sementara laju peremajaan sekitar 50 ribu ha/tahun karena masalah bahan tanaman, permodalan, dan penolakan petani. “Salah satu faktor yang menghambat replanting (peremajaan) adalah reluctance (keengganan) petani membongkar karetnya. Apalagi jika harga lagi bagus,” kata Didiek.

Sebenarnya, petani tidak akan menolak peremajaan bila selama masa tanamannya belum menghasilkan (TBM) ia tidak kekurangan pendapatan. Karena itu, menurut Didiek, peremajaan dipadukan dengan kayu karet yang akan ditebang. Sekarang sudah ada teknologi untuk mengatasi Blue Stain (cendawan mikroskopik yang merusak warna kayu). “Teknologi mengolah kayu karet sudah available,” tambahnya.

Mutu, karakter, dan sifat kayu karet ini, sambung Didiek, mirip kayu ramin (Gonystylus spp). Kayu ramin ini sangat disukai untuk dibuat perabot rumah tangga, seperti meja kursi, tempat tidur, meja belajar, bingkai foto atau lukisan. “Nah, inilah yang nanti kita gandengkan dengan revitalisasi (peremajaan) sehingga petani karet bisa mendapatkan sekitar Rp60 juta/ha dari kayu karet,” tuturnya.

Petani Tidak Terbebani

Setelah petani menerima peremajaan, pemerintah harus membantu pendanaan dan memberikan insentif. “Dari pendanaan ini, program-program insentif, entah itu bibit, pupuk, dan segala macam, harus diadakan sehingga petani tidak terbebani,” saran Didiek. Toh, petani sudah banyak memberikan manfaat berupa devisa dari karet yang tahun lalu mencapai sekitar US$14,21 miliar.

Mengenai bahan tanaman, menurut doktor Ilmu Tanah dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, itu, Pusat Penelitian Karet sudah mengembangkan teknologi okulasi dini (early budding) sehingga dalam beberapa bulan sudah bisa ditanam. Sekarang setiap hektar bisa dihasilkan 200 ribu sampai 300 ribu bahan tanaman. Padahal, sebelumnya hanya 30 ribu bahan tanaman. “Mulai 2013, nggak akan ada lagi defisit bahan tanaman,” tambah alumnus Ilmu Tanah dari IPB itu. Sebelumnya, kapasitas produksi bahan tanaman 10 juta-15 juta/tahun sehingga kita defisit sekitar 30 juta-40 juta.

Dari segi klon, sudah dihasilkan klon untuk kayu karet (lebih mengandalkan hasil kayu selain lateks), klon lateks (mengandalkan hasil lateks), serta klon kayu dan lateks. Selain itu, ada klon yang matang sadap 3 tahun 3 bulan. Selama ini, matang sadap atau tanaman belum menghasilkan itu 4-6 tahun. Jadi, “Masa tunggu atau tidak menghasilkan itu lebih pendek sehingga para petani lebih bergairah (meremajakan tanaman karetnya),” katanya.

Syatrya Utama, Renda Diennazola

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain