Peluang bisnis burung puyuh tak sebatas pada telurnya. Daging dan kotorannya pun menawarkan rupiah.
Pada awal 2000, bisnis puyuh, khususnya di seputar Yogyakarta dan Jawa Tengah berjaya. Namun sayang, pada 2006-2007 peternakan puyuh di sana banyak yang ludes gara-gara terjangan virus avian influenza atau flu burung. PT Peksi Gunaraharja di Yogyakarta misalnya, dengan 1.200 peternak mitra menghasilkan 8 juta butir telur/minggu. Lalu pada 2007, produksinya anjlok tinggal 3,5 juta butir/minggu dari 650 peternak. Kini jumlah peternak kembali naik menjadi 980 orang dengan produksi 9,8 juta butir/minggu dari 2 juta ekor burung. Bagaimana gairah bisnis burung berbulu lurik ini sekarang?
Prospek Telur
Sampai kini belum ada angka statistik populasi puyuh yang akurat. Namun, “Berdasarkan jumlah pakan yang beredar, populasi puyuh diperkirakan hanya sekitar 10 juta ekor dengan penyebaran terbanyak di Jawa Tengah dan Yogyakarta sekitar 50%, Jawa Timur 30%, Jawa Barat 15% dan lokasi lain 5%.” ujar Totok Setyarto, Direktur Pemasaran PT Cargill Indonesia, salah satu produsen pakan puyuh di Jakarta.
Padahal, permintaan terhadap produk puyuh, yaitu telur dan daging, cukup tinggi. Wilayah Jabodetabek saja, menurut Slamet Wuryadi, minta dipasok 8 juta butir/minggu atau 32 juta butir/bulan. Ketua Pusat Asosiasi Peternak Puyuh Indonesia (APPI) periode 2010-2015 ini menambahkan, “Sementara baru saya pasok 9 juta butir/bulan, berarti baru 28% pelanggan. Masih ada peluang sebanyak 72% belum saya garap.”
Sementara pasar nasional, menurut perhitungan pihak PT Peksi, sebanyak 30 juta butir/minggu atau 120 juta butir/bulan. Sedangkan pasar internasional mencakup Uni Emirat Arab, Bahrain, Jepang, dan Malaysia. “Jepang memerlukan 30 ton telur/bulan,” ujar Slamet Wuryadi, pemilik Slamet Quail Farm (SQF) di Sukabumi, Jabar, memberi gambaran.
Kondisi tersebut membuat harga telur cenderung tinggi. Slamet menegaskan, sejak awal berkenalan dengan puyuh pada 1992 sampai hari ini, harga telur tidak pernah di bawah titik impas (BEP), minimal Rp165/butir. Pramono, Manajer Kemitraan PT Peksi menambahkan, “BEP telur sekitar Rp150/butir.” Harga jual telur akhir Agustus lalu di peternak berkisar Rp200 - Rp210/butir dan di tingkat konsumen mencapai Rp230/butir atau Rp250/butir dalam bentuk matang.
Permintaan dan penyediaan barang memang belum seimbang. Namun penggenjotan produksi telur harus diiringi pengolahan agar kasus kelebihan suplai di Yogyakarta, Boyolali, dan Solo pada Januari - Juni 2011 tidak terjadi lagi. Pramono menuturkan, “Saat itu harga telur jatuh sampai Rp14 ribu/kg. Pada saat normal berkisar Rp18 ribu-Rp19 ribu/kg (isi 90-100 butir tergantung strain burung).”
Hal itu lantaran terjadi kenaikan produksi sebanyak 20% - 30% pada 2011 akibat munculnya spekulan yang tergiur oleh stabilnya harga telur sepanjang 2010. “Pertengahan 2011 mereka mulai berkurang karena merugi. Akibatnya harga telur sekarang terus meningkat. Saat ini harga telur sudah Rp20 ribu-Rp22 ribu/kg,” tambah Pramono
Pasar Daging
Telur bisa dibilang pasar tradisional peternakan puyuh. Beberapa tahun terakhir, daging menjadi pasar yang menarik. Buktinya permintaan daging puyuh ke Peksi meningkat tiap tahun. Menurut Sudarsono, Manajer Pemasaran Peksi, pihaknya menyediakan puyuh jantan pedaging dan betina afkir. Puyuh perusahaan ini silangan dengan puyuh impor (dinamai malon). Bobot karkasnya lebih besar dan harganya bisa menyaingi burung dara yang kini sulit dicari.
“Pada 2007 omzetnya baru 5.000 ekor/minggu, pada 2009 sudah 15 ribu/minggu, dan sekarang 40 ribu-50 ribu ekor/minggu. Sedangkan untuk puyuh afkir 20 ribu-30 ribu/minggu,” beber Pramono. Harga karkas malon antara Rp10 ribu–Rp12 ribu tergantung bobot, 195–215 gr/ekor. Pemasarannya menjangkau Cirebon, Indramayu, Jakarta, Bandung, Batam, Lampung, Padang, Palembang, Balikpapan, Bali, dan Samarinda.
Tingginya minat terhadap daging puyuh juga tampak dari laris manisnya gerai SQF yang turut bazar pada awal ramadan lalu di Bandung. Dalam bazar selama tiga hari itu, SQF menembus angka penjualan Rp45 juta. Karena itulah Slamet serius menggarap gerai yang menjual semua produk olahan puyuh. Dalam waktu dekat. tujuh gerai SQF di Bandung, Jakarta, Banten, dan Sukabumi siap memanjakan lidah penikmat puyuh.
Sherly, Ketua Kelompok Tani Wanita Rahayu (KTWR), mitra Slamet di Sukabumi, juga turut meramaikan bisnis daging puyuh. Peternak dengan populasi 8.000 ekor ini menjual puyuh rempah matang senilai Rp5.000/ekor.
Kotoran juga Laku
Tak hanya telur dan daging, kotoran puyuh pun bisa diuangkan. “Kotoran puyuh difermentasikan itu protein kasarnya bisa 28,8%. Kalau tidak diapa-apakan 17,51% sama dengan pakan pabrikan untuk ikan,” ungkap Slamet. Harganya lumayan, “Sekarung (40 kg) Rp10 ribu di pinggir jalan,” ujar Denden Ihsan Rahmatulloh, pengurus Koperasi Tani Sejahtera (KTS) yang beroperasi di daerah Kalapanunggal, Sukabumi.
Kotoran puyuh sangat baik digunakan sebagai pupuk. Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB Bogor, kotoran mengandung kalsium dan fosfor sebesar 3,54% dan 0,73%. Sedangkan bila telah difermentasi, kandungan kalsium dan fosfornya menjadi 7,1% dan 1,61%.
”Kebun jagung yang menggunakan pupuk ini hasilnya sangat bagus,” ujar Sherly. Denden menambahkan, tanaman sayuran yang dipupuk dengan kotoran puyuh pun tumbuh subur. Lahan KTS seluas 4,5 ha, baru tergarap 1,7 ha. Untuk memupuk 4,5 ha perlu kotoran dari 90 ribu ekor.
Berkelompok
Kelebihan lain bisnis puyuh adalah tidak ada perusahaan besar yang terlibat. Perusahaan besar baru bermain sebagai produsen pakan. Sampai sekarang, produksi bibit puyuh umur sehari (day old quail, DOQ) masih di tangan peternakan rakyat.
Pasar untuk telur maupun daging puyuh sangat unik sehingga tidak semua orang mudah mengaksesnya. “Untuk bisa mengakses pasar dan mendapatkan suplai DOQ, umumnya peternak berkelompok dalam suatu wadah,” terang Totok. Selain itu, dengan berkelompok peternak bisa mendapatkan harga pakan yang lebih terjangkau. Skala usahanya bisa dimulai dengan 1.000 ekor yang hanya butuh lahan 2 m x 6 m dan waktu perawatan 30 menit sehari. Anda berminat?
Ratna Budi W, Tri Mardi R, Isman (Yogyakarta)