Dalam upaya meningkatkan budidaya perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memberikan bantuan serta penyuluhan pada sentra-sentra budidaya perikanan seperti Kabupaten Bekasi.
Sharif C. Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan RI mengatakan bantuan ini diberikan untuk meningkatkan pendapatan bagi nelayan. Sehingga dengan bantuan ini diharapkan nelayan dapat mengolah hasil budidaya baru dipasarkan atau ekspor. Adapun bantuan yang kami berikan hari ini nilainya berjumlah sekitar Rp 2,6 miliar kepada nelayan yang berada di Kabupaten Bekasi.
“Bantuan diberikan sebagai stimulan untuk mendorong peningkatan produksi dan nilai tambah dari produk yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat setempat,” kata Cicip dalam acara Buka Puasa Bersama di Kabupaten Bekasi, Sabtu (11/8).
Cicip menjabarkan, diberikan meliputi Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), pemberian vaksin Aeromonas hydrophilla, paket calon induk nila serta pemberian benih lele, benih udang windu. Tidak hanya itu agar produk olahan dapat bertahan lebih lama dan fresh. KKP juga memberikan bantuan berupa peralatan sistem rantai dingin, sarana pemasaran bergerak roda tiga, chest freezer, cool box.
Menurut Cicip, dengan adanya bantuan ini nelayan tidak lagi melakukan perdagangan atau ekspor bahan baku (dalam bentuk) ikan tetapi sudah setengah jadi atau bahkan barang jadi. Dengan begitu nelayan dapat merasakan nilai tambah dari hasil budidaya yang dilakukannya.
“Dengan melakukan pengolahan terlebih dahulu harganya bisa naik menjadi 3–5 kali lipat jika melakukan ekspor bahan baku. Target kami dari hasil tersebut bisa mencapai 4,5 miliar US dolar dari hasil produk setengah jadi ataupun barang jadi,” ungkap Cicip.
Agar bisa mencapai angka tersebut kita akan terus melakukan penyuluhan kepada nelayan-nelayan agar hasil budidaya yang dilakukan dapat diterima oleh negara luar negeri. “Rencananya tahun ini kita menganggarkan Rp 800 miliar untuk memajukan industri perikanan,” harap Cicip.
Peluang Polikultur Masih Besar
Selain itu, Slamet Soebjakto Dirjen Perikanan Budidaya menambahkan, saat ini pengembangan budidaya pola polikultur masih sangat besar. Karena masih banyak lahan kosong eks tambak udang yang terbengkalai dan tidak termanfaatkan.
“Seperti, rumput laut yang merupakan sumber pangan dan usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja yang lebih optimal. Komoditas ini menjadi salah satu produk unggulan yang diprioritaskan pengembangannya pada tahun ini,” terang Soebjakto.
Bahkan, kata Soebjakto, budidaya rumput laut jenis Glacilaria saat ini harganya terus mengalami peningkatan. Bayangkan harga rumput laut Gracilaria tingkat petambak tercatat sebesar Rp 5-6 ribu/kg. Sedangkan ditingkat pabrik mencapai Rp 6.000-7.100/kg.
Harga ini cenderung mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan awal tahun lalu yang hanya sebesar Rp 3.000 per kg. “Untuk itu, pengembangan sentra budi daya rumput laut membutuhkan investasi yang besar dan perlu dibantu untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, apalagi jika ditujukan untuk memperluas areal lahan budidaya”, saran Soebjakto.
Melihat hal tersebut, lanjut Cicip, pada tahun 2012 ini, KKP menargetkan peningkatan produksi rumput laut sebesar 5,1 juta ton atau meningkat sebesar 18,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Rencananya, peningkatan produksi rumput laut akan dipacu melalui pengembangan pola budidaya polikultur di enam kabupaten/kota di Pantura Jawa Barat, yaitu Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Sebab, keenam daerah tersebut memiliki kadar garam sekitar 15-20 ppt, sehingga cocok untuk pengembangan rumput laut jenis Gracilaria sp.
Pola budidaya polikultur itu sendiri akan memadukan Gracilaria dengan udang windu dan bandeng dalam satu lahan tambak. “Sehingga penggunaan lahan akan lebih efektif, disamping masyarakat dapat melakukan budidaya tiga komoditas dalam suatu area pada satu waktu,” tutur Cicip.
Yuwono Ibnu Nugroho