Selasa, 10 Juli 2012

LIPUTAN KHUSUS : Mengoptimalkan Produksi Biang Cokelat

Tanaman kakao disukai hama dan penyakit. Salah-salah kelola, petani bisa gigit jari.

Ganasnya serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao bisa cukup signifikan dalam menurunkan produksi biji kakao, yaitu 80%-100%. Data Kementerian Pertanian membuktikan, menurunnya produksi dari 575 ribu ton pada 2010 menjadi 430 ribu ton kurun 2011 akibat serangan hama penyakit. Terutama Vascular Streak Dieback (VSD) atau penyakit pembuluh kayu dengan biang keladi cendawan Oncobasidium theobromae dan penyakit busuk buah kakao yang disebabkan cendawan Phytophthora  palmivora.

Kenali Gejalanya

Gejala tanaman terserang VSD adalah ada daun menguning atau telah mengering di sela-sela daun yang masih segar. Ada pula ranting yang ompong tanpa daun di bagian tengah tajuk. Tangkai daun kelihatan berwarna cokelat karena mati jaringan. Bila disayat, di bagian dalam tampak tiga noktah berwarna cokelat kehitaman yang merupakan tempat masuk si cendawan penyebab. Sedangkan tanaman yang terkena busuk buah terdapat bercak cokelat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah.

“Penyakit VSD ini bisa menular dari tanaman satu ke tanaman lain melalui spora yang diterbangkan angin pada tengah malam. Meskipun biasanya spora yang diterbangkan tidak jauh jaraknya atau hanya 10 m dari tanaman yang terkena VSD, tapi jika angin dalam kondisi kencang spora bisa terbang hingga 182 m,” kata  Bahtiar Manadjeng, Regional Sales Manager PT Syngenta Indonesia wilayah Sulawesi. Sedangkan penyebaran penyakit busuk buah kakao, lanjut Bahtiar, lebih disebabkan oleh percikan atau tetesan air hujan dari buah yang sakit ke buah sehat. Atau bisa juga lantaran penempelan spora yang ada di tanah ke buah yang masih sehat. 

Prof. Dr. Ir. Laode Asrul, MP, pakar tanaman kakao dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, mengingatkan agar petani lebih waspada. Terlebih lagi belakangan ini penyakit busuk buah kakao dan VSD mulai kembali menyerang. Menurutnya, serangan kedua penyakit penting tersebut lebih disebabkan kurangnya perawatan tanaman oleh petani dan banyaknya tanaman kakao yang sudah tua.

Salah satu pemicu terkait perawatan adalah petani tidak rajin melakukan pemangkasan yang sejatinya dianjurkan minimal 6 bulan sekali atau setahun dua kali. “Kurangnya melakukan pemangkasan secara rutin, membuat batang dan lahan di sekitar tanaman kakao menjadi lembab khususnya setelah hujan turun sehingga terserang penyakit busuk buah kakao dan VSD,” beber Laode.

Beda Petani Beda Cara

VSD dan busuk buah dapat diatasi dengan cara menanam klon yang tahan atau toleran, melakukan sanitasi kebun dan kultur teknis, seperti pemangkasan dan pengaturan pohon pelindung. Sebagai langkah akhir pengendalian dengan pestisida. Seperti dilakukan Komang Artika, petani kakao di Desa Pertasi Kencana, Kec. Kalaena Kiri, Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang memilih Trivia dan Nativo.

Aplikasi kedua fungisida, menurut Komang, untuk mencegah penyakit VSD dan busuk buah melalui penyemprotan dengan konsentrasi Trivia 2 gr/liter dan Nativo 0,25 – 0,5 gr/liter. Interval penyemprotannya antara 7 – 14 hari. Trivia digunakan untuk mengendalikan Phytophtora palmivora dan Nativo untuk  menghalau Oncobasidium theobromae.

“Penggunaannya tergantung tingkat serangan penyakit. Dengan menggunakan Trivia dan Nativo, selain penyakitnya terkendali, dapat pula memunculkan tunas baru sehingga tanaman mampu berbuah dengan optimal. Dan buah yang keluarnya berukuran lebih besar (bernas), mengkilap dan terlihat sangat sehat,” papar Komang.  

Andi Sugiri, Crop Manager for Plantation,  Bayer CropScience Indonesia, menganjurkan, sebaiknya Trivia dan Nativo diaplikasikan sebelum tanaman terserang penyakit. Namun jika digunakan pada saat tanaman kakao sudah terserang penyakit buah dan VSD pun tidak masalah.  Pasalnya, jika tanaman yang sudah terserang VSD pun dapat terkendali dengan penyemprotan Trivia dan Nativo. Selanjutnya tanaman akan memunculkan tunas-tunas baru.  “Lalu tunas yang mengering akibat VSD bisa dipangkas untuk memaksimalkan pertumbuhan tunas baru tersebut,” saran Andi.

Berbeda dengan yang dilakukan Muhammad Syarif, petani kakao  di Desa Laro, Kec. Burau, Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Dia memilih Alika dan Amistartop untuk mengatasi VSD dan busuk buah. Aplikasinya juga disesuaikan dengan seberapa besar tingkat serangan cendawan. Bila digunakan pada pembibitan dengan metode sambung pucuk (chuppon grafting), aplikasinya dengan mencampur Alika dan Amistartop. Interval aplikasi dua minggu sekali.

Kalau pembibitannya dengan metode sambung samping (side grafting), campuran kedua fungisida tersebut disemportkan sesaat setelah plastik sambungan dilepas. Lalu dilanjutkan dengan selang waktu dua minggu sekali selama 4-6 bulan.

“Idealnya pada masa praproduktif, aplikasi Alika dan Amistartop dilakukan sekali sebulan. Tapi begitu memasuki masa produktif atau umur tanaman sekitar 1,5-2 tahun, aplikasi Alika dan Amistartop dapat dilaksanakan secara rutin sebulan sekali dengan mencampur anti-Phytophtora palmivora, yaitu bergantian antara Ridomild Gold MZ dan Revus Opti. Konsentrasi Alika 5 ml per tangki (15 liter), Amistartop 10 ml per tangki, Revus 20 ml per ml tangki, dan Ridomild Gold MZ sebanyak 30 gr per tangki,” terang Muhammad yang juga Ketua Umum Forum Cocoa High Productivity Community (CHPC)  Provinsi Sulawesi Selatan.

Bahtiar mejleaskan, penerapan pola budidaya kakao sehat (pohon sambung samping dan atau sambung pucuk) dan pengendalian hama penyakit secara tepat, hasilnya akan luar biasa. Produktivitas bisa mencapai 3 ton/ha/ tahun, bahkan lebih. Angka tersebut jauh di atas rata-rata produktivitas kakao nasional yang hanya sekitar 300 – 600  kg/ha/ tahun. Pendapatan petani pun akan meningkat dari penjualan biji biang cokelat ini yang difermentasi terlebih dahulu.

Yuwono Ibnu Nugroho

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain