Domba dan Kambing (doka) tak hanya berfungsi sebagai bisnis tahunan, masih terdapat berbagai lini usaha yang patut diperhitungkan.
Berbeda dengan sapi, modal yang dibutuhkan untuk memulai bisnis domba relatif tidak besar. Dalam bisnis ternak kelompok ruminansia kecil ini belum ada raksasa industri yang mengangkangi. Tapi, bukan berarti bisnis ini tak menguntungkan. Bila kita telisik lebih jeli, doka merupakan ternak yang sangat prospektif.
Konsumsi doka pada dasarnya stabil menurut data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. Data pemotongan kambing 2007–2011 (angka sementara) menunjukkan angka yang besar, berturut-turut 3,51 juta, 2,88 juta, 3 juta; 2,35 juta dan 2,43 juta ekor. Demikian pula laju pemotongan domba pada kurun yang sama adalah 1,70 juta, 1,59 juta, 1,42 juta, 1,57 juta, dan 1,65 juta ekor.
Dr. Ir. Bess Tiesnamurti, M.Sc. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,Kementerian Pertanian mengungkapkan, “Permintaan daging kambing dan domba yang tinggi disebabkan karena membaiknya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan kebutuhan gizi yang semakin membaik.” Buktinya, hampir setiap malam pengunjung menyesaki warung-warung sate.
“Setiap cabang membutuhkan sekitar 3-10 ekor kambing atau domba yang dipotong dalam masa akhir pekan atau 2-5 ekor pada hari biasa. Permintaan yang tinggi ini berarti setiap cabang harus mempunyai pemasok yang dapat menyediakan kambing sebanyak 60-150 ekor per bulan,” tambah Bess. Bahkan berdasarkan pengakuan Suhadi Sukama, pendiri/komisaris PT Villa Domba Niaga Indonesia, “Tukang sate itu ada yang satu hari butuh 50-60 ekor. Peluang itu!”
Kebutuhan Kurban
Selain sate, doka berperan cukupf penting dalam perayaan keagamaan. Kurban (hari raya Idul Adha) merupakan pasar yang paling menjanjikan dari doka. Walau memang puncaknya hanya berlangsung dalam hitungan hari tetapi godaannya tak dapat diabaikan. “Omzetnya bisa 10 kali lipat dari biasa,” ungkap drh. Brian Koesoema Adhie, pemilik PT Adhie Lestari Lirboyo, perusahaan peternakan domba di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jabar.
Dengan spesifikasi khusus domba garut, Villa Domba mampu merebut pasar tersendiri. “Ada 700-an ekor. (dengan pasar) Jabodetabek, Cirebon, Purwakarta, yang terjangkau oleh kita,” kata Suhadi. Dengan jenis domba yang lebih beragam, Drs. H. Bunyamin, pemilik peternakan Domba Tawakkal terbukti meraih pasar lebih luas. “Saya sampai tahun kemarin mengeluarkan 2.900 ekor (domba) untuk Idul Adha saja,” ujarnya.
Permintaan sebanyak itu berasal dari Pemda Bogor 400 ekor untuk Idul Adha, BNI Syariah itu pesan 530 ekor dan sisanya masyarakat umum. Hal senada juga diucapkan oleh Mochamad Afnan Wasom, bagian akikah dan pemasaran dari Mitra Tani (MT) Farm, peternakan domba di Ciampea, Bogor. “Stok domba kurban tiap tahun 2.000 ekor saja masih kurang, terpaksa masih menolak konsumen,” tutur Afnan.
Agar doka datang tepat waktu dalam pengantaran, perlu disusun aturan pemasaran. Pengalaman pahit, terpaksa tak mengikuti sholat Idul Adha, membuat Hardiansah Ismail CEO Saung Domba, penyelenggara kurban dan akikah, berpikir keras. Pria yang akrap disapa Doddy ini pun menyusun strategi. “Kita zoning. Ada zona 3, di antar H-4 (4 hari sebelum hari raya) dan H-5. Ada zona 2, H-3 dan H-2. Ada zona 1, yang dekat Depok, Jawa Barat kita kirim H-1,” urai pria berusia 27 tahun ini.
Akikah
Selain kurban, ada lagi ibadah kaum muslim yang bukan wajib tapi sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, yaitu akikah. Kesadaran melaksanakan ibadah ini lebih banyak muncul di kalangan pasangan muda. “Dari 35 ribu orang donator per tahun (Dompet Dhuafa Livestock), hampir 70% usia muda sekitar 35-45 tahunan dengan posisi jabatan tidak terlalu tinggi, paling manajer,” beber Ir. Asep Ade Herawan, Direktur DDLivestock yang berkantor di Ciputat, Tangerang, Banten.
Peningkatan minat akikah tentu tidak lepas dari peran ustad dan ustadzah. Salah satunya Mamah Dedeh yang selalu gencar mempromosikan akikah. Seiring peningkatan konsumen akikah, para pengusaha pun mulai memperhitungkan bisnis jasa akikah. “Mungkin kalau pada 2010 ke bawah, itu masih jarang. Mulai 2010 ke atas muncul yang macam-macam. Jadi begitulah, kalau bisnis lagi ngetren banyak yang ngikut,” ujar Ridwan, SE, pemilik Salam Akikah, penyedia jasa akikah di daerah Depok, Jabar.
Munculnya berbagai penyedia jasa akikah membawa berkah bagi peternak. “Permintaannya 3.000 ekor/bulan, dan dia minta ke kita secara kontrak. Jadi kontinuitas per bulan harus ada. Nah, kami yang belum sanggup di angka 3.000 ekor/bulan. Selama ini baru menyuplai 500 ekor/bulan, itu pun masih ngos-ngosan,” aku Afnan.
Bagi pengusaha akikah, pendatang baru sedikit banyak akan mempengaruhi omzet mereka. “Secara statistik, (akikah) itu kecil kenaikannya, tetapi kalau melihat pertumbuhan penyelenggaraan akikah sebenarnya kuenya naik, tetapi cuma pembaginya banyak jadi nggak kelihatan. Persentasenya hanya 3%,” beber Asep.
Untuk penyedia jasa yang telah memiliki pelanggan, itu bukan masalah. “Pelanggan tetap sudah tahu kita on time (tepat waktu), dalam artian tidak ada masalah jarak, dan rasa masakan sudah tahu. Dia akan nelepon terus sampai anak ke-1, ke-2, ke-3 karena dia sudah tahu,” kata Ridwan.
Mengingat pasar Jakarta mulai jenuh, masing-masing pelaku harus pandai dalam memanfaatkan media promosi seperti jejaring maya. Karena tak hanya antarprovinsi, bahkan negeri seberang pun bisa digarap. “Ada yang pesan kemarin dari Australia dan Amerika untuk akikah,” ujar Doddy.
Ekspor
Ada yang sedikit berbeda dengan Brian. Saat yang lain sibuk berbagi kue dalam negeri, ia membuat kuenya sendiri. Hampir setiap bulan pemuda kelahiran 24 Juli 1985 ini memasukkan devisa ke Indonesia. Secara rutin dokter hewan ini mengeruk uang dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina.
Begitu kandangnya penuh isi 500 ekor, diberangkatkan ke negara-negara itu. Untuk mengumpulkan domba sebanyak 500 ekor/bulan tidak mudah. Brian menambahkan, “Dulu cuma satu hari, kalau sekarang butuh dua minggu. Jadi cost ya lebih tinggi di pengumpulan.”
Kesulitan pengumpulan ternak akan semakin terasa menjelang Idul Adha. Tidak hanya sulit, harga domba pun melonjak. “Kalau harga bakalannya sudah naik Rp100 ribu, berarti margin kita hilang Rp40 juta,” hitungnya. Karena itu, saat mendekati Idul Adha Brian lebih memilih berhenti ekspor ketimbang omzet melayang.
Ratna BW, Syaiful H, Yuwono IN, Windi L.