Rabu, 13 Juni 2012

Stop Ekspor Kakao Non Fermentasi

Meski saat ini Indonesia sebagai penghasil kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana, namun kakao itu masih diekspor dalam bentuk biji kakao yang belum di fermentasi.

Sindra Wijaya Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) mengatakan,  Ironis sebagai produsen terbesar ke tiga biji kakao tapi kakao yang sudah difermentasi tidak berkembang. Walapun dari perusahaan sebenarnya sudah memberikan insentif  bagi petani yang menjual kakao dalam bentuk fermentasi sebesar Rp 2000/kg lebih tinggi dibanding yang non fermentasi.

 “Bahkan jika kualitas fermentasinya baik kita berani memberi tambahan lebih tinggi Rp 4000 – Rp 5000/kg dibanding yang non fermentasi. Banyaknya petani menjual kakao dalam bentuk non fermentasi karena mereka menjualnya ke para spekulan bukan langsung ke purusahaan atau industri kakao. Sehingga nilai jual antara yang difermentasi dengan yang non fermentasi hanya selisih harga Rp 500,” ungkap Sindra dalam acara Indonesia Coffe, Kakao & Tea Ekspo (ICOTE) di Jakarta 12 – 15 Juni 2012.

Disisi lain, Sindra menjelaskan, walapun saat ini pasar kakao ada dua wilayah yaitu Amerika yang menginginkan kakao yang non fermentasi dan Eropa fermentasi, tapi kalau Pemerintah sudah melakukan ketegasan maka sekalipun Amerika akan meminta kakao dalam bentuk non fermentasi maka sudah tidak akan ada lagi.  

Melihat kondisi tersebut, Sindra menyarankan, agar petani mau melakukan penjualan dalam bentuk fermentasi perlu ada ketegasan dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian. Jika sudah ada ketegasan dari Pemerintah maka mau tidak mau petani akan melakukan perdagangan dalam bentuk fermentasi.

“Bahkan, saat ini PT Bumi Tanggerang sebagai perusahaan pengolah biji kakao sudah membuat beberapa kemitraan yang bertugas memberi penyuluhan dan pengarahan bagaimana caranya melakukan fermentasi dengan kualitas yang baik. Tujuannya agar petani kakao mendapatkan nilai tambah dari penjualan kakao ini,” saran Sindra yang juga sebagai Presiden Direktur BT Cocoa.

Lebih dari itu, jika melihat kondisi luas tanaman kakao Indonesia yang mencapai 1,6 juta ha seharusnya Indonesia bisa menjadi penghasil kakao terbesar didunia. Hal itu bisa tercapai jika petani bisa menghasilkan produksi kakao yang ideal yaitu 2 ton/ha. Maka dalam hal ini jika petani bisa berproduksi minimal 2 ton/ha berarti total produksi bisa menjapai 3,2 juta ton.

Sindra berharap, “agar Indonesia bisa menjadi negara penghasil kakao terbesar di dunia maka program Gerakan Nasional (Gernas) kakao yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian yang dimulai dari tahun 2009 dan berakhir tahun ini dapat dilanjutkan kembali. Karena dalam program Gernas kakao tersebut dari total area tanaman kakao seluas 1,6 juta ha baru terjamah sebesar 30%”.

Yuwono Ibnu Nugroho      

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain