Kamis, 7 Juni 2012

Kota Hijau, Solusi Kota yang “Tertekan”




Saat ini, kondisi perkotaan di Indonesia menghadapi tekanan berat. Urbanisasi memang penting bagi pertumbuhan kota , namun di sisi lain memicu degradasi kualitas lingkungan permukiman yang diikuti dampak eksternal negatif seperti banjir, kemacetan, kekumuhan dan krisis infrastruktur.

“Tantangan  kian berat akibat perubahan iklim (climate change) dan terbatasnya sumber daya pendukung kehidupan. Pendekatan “ kota hijau” (green city) diharapkan mampu jadi solusi atas situasi ini,” ujar Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto saat memberi sambutan pada acara “Urban Greening Forum: Synergy for A Better Life” yang berlangsung di Kantor Kementerian PU Jakarta,  Rabu (6/6).

Kota hijau, tambah Djoko Kirmanto, adalah kota yang ramah lingkungan, yang dibangun berdasarkan keseimbangan  antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta tata kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota yang mantap. “Sebagai langkah nyata, kami memprakarsai Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang diluncurkan pada puncak peringatan Hari Tata Ruang, 8 November 2011 di Jakarta,” papar Menteri PU pada acara yang berlangsung dua hari itu.

Peluang Bisnis

Sementara itu, Glenn Pardede, Ketua Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo), mengungkapkan  program green city akan membuka peluang bisnis dan menciptakan pekerjaan (green job). Sebut saja di bidang pembibitan dan pemeliharaan tanaman, pertamanan, pengolahan limbah tanaman, dan jasa kosnsultasi.

“Asbindo dengan misi hijaunya pun turut berpartisipasi aktif  dalam penerapan manajemen penghijauan  secara tepat guna melalui Asbindo Green Services,” ujar Glenn.

Layanan yang diberikan, tambah Glenn, terkait  pelestarian lingkungan  yang berorientasi pada health and safety yang diterjemahkan sebagai ASRI (Aman, Sehat, SegaR, Indah). “Seperti konsultasi mengenai pemilihan tanaman, cara perawatan, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mempertahankan keberlanjutan ekologi makhluk hidup di sekitarnya,” urainya.

Peran CSR   

Dalam acara ini juga tampil Karen Tambayong, Ketua Komisi Green City , International Association of Horticultural Producers, mengulas kota hijau di Belanda.  Lalu ada Chuah Hock Seong dari Center for Urban Greenery and Ecology (CUGE), National Parks Board, Singapura, yang membahas pengalaman Singapura. Serta Budi Faisal, dosen Arsitektur ITB, yang mencermati pengembangan lingkungan Kota Bandung. Tak ketinggalan, pembahasan tata kota Solo. Sayangnya, batal disampaikan oleh Walikota Solo Joko Widodo, tapi hanya diwakili.

Pada sesi terakhir, peran Corporate Social Responsibility (CSR) bagi lingkungan hidup dibawakan oleh Sari Ranti Tobing, Assistant Manager of Environment Program Unilever; lalu oleh Nina Pramono, Direktur Eksekutif Pertamina Foundation; Joessair Lubis, Direktur Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU; Salman N. Bachtiar, CSR Manager Indonesia Power. Acara ditutup oleh Imam Santoso Ermawi, Dirjen Penataan Ruang Kementerian PU.

Syaiful Hakim

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain