Saat ini, kondisi perkotaan di
Indonesia menghadapi tekanan berat. Urbanisasi memang penting bagi pertumbuhan
kota , namun di sisi lain memicu degradasi kualitas lingkungan permukiman yang
diikuti dampak eksternal negatif seperti banjir, kemacetan, kekumuhan dan
krisis infrastruktur.
“Tantangan kian berat akibat perubahan iklim (climate
change) dan terbatasnya sumber daya pendukung kehidupan. Pendekatan “ kota
hijau” (green city) diharapkan mampu jadi solusi atas situasi ini,” ujar
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto saat memberi sambutan pada acara
“Urban Greening Forum: Synergy for A Better Life” yang berlangsung di Kantor
Kementerian PU Jakarta, Rabu
(6/6).
Kota hijau, tambah Djoko Kirmanto,
adalah kota yang ramah lingkungan, yang dibangun berdasarkan keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan
lingkungan, serta tata kelolanya, termasuk kepemimpinan dan kelembagaan kota
yang mantap. “Sebagai langkah nyata, kami memprakarsai Program Pengembangan
Kota Hijau (P2KH) yang diluncurkan pada puncak peringatan Hari Tata Ruang, 8
November 2011 di Jakarta,” papar Menteri PU pada acara yang berlangsung dua
hari itu.
Peluang Bisnis
Sementara itu, Glenn Pardede, Ketua
Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo), mengungkapkan program green city akan membuka peluang bisnis dan
menciptakan pekerjaan (green job). Sebut saja di bidang pembibitan dan
pemeliharaan tanaman, pertamanan, pengolahan limbah tanaman, dan jasa
kosnsultasi.
“Asbindo dengan misi hijaunya pun
turut berpartisipasi aktif dalam
penerapan manajemen penghijauan secara
tepat guna melalui Asbindo Green Services,” ujar Glenn.
Layanan yang diberikan, tambah Glenn,
terkait pelestarian
lingkungan yang
berorientasi pada health and
safety yang diterjemahkan
sebagai ASRI (Aman, Sehat, SegaR, Indah). “Seperti konsultasi mengenai
pemilihan tanaman, cara perawatan, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam mempertahankan keberlanjutan ekologi makhluk hidup di sekitarnya,”
urainya.
Peran CSR
Dalam acara ini juga tampil Karen
Tambayong, Ketua Komisi Green City , International Association of Horticultural
Producers, mengulas kota hijau di Belanda. Lalu ada Chuah Hock Seong dari Center
for Urban Greenery and Ecology (CUGE), National Parks Board, Singapura, yang
membahas pengalaman Singapura. Serta Budi Faisal, dosen Arsitektur ITB, yang
mencermati pengembangan lingkungan Kota Bandung. Tak ketinggalan, pembahasan
tata kota Solo. Sayangnya, batal disampaikan oleh Walikota Solo Joko Widodo,
tapi hanya diwakili.
Pada sesi terakhir, peran Corporate Social Responsibility (CSR) bagi lingkungan hidup dibawakan
oleh Sari Ranti Tobing, Assistant Manager of Environment Program Unilever; lalu
oleh Nina Pramono, Direktur Eksekutif Pertamina Foundation; Joessair Lubis,
Direktur Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU; Salman N. Bachtiar,
CSR Manager Indonesia Power. Acara ditutup oleh Imam Santoso Ermawi, Dirjen
Penataan Ruang Kementerian PU.
Syaiful
Hakim