Senin, 28 Mei 2012

LIPUTAN KHUSUS : Melecut Kejayaan Sang Primadona

Revitalisasi diharapkan mendongkrak produksi udang. Sudahkah para pelaku siap berbenah?

Dari 1,7 juta ton impor udang di pasar dunia (Amerika, Jepang, dan Uni Eropa), Indonesia baru sanggup menyuplai 158.062 ton pada 2011. Sementara dua tahun ke depan, China akan menjadi net importer akibat peningkatan permintaan domestik. Menurut Thomas Darmawan, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), saat ini China mengimpor 60 ribu ton udang. Sebanyak 10 ribu ton dipasok dari Indonesia.

Menurut Saut P. Hutagalung, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pasar domestik udang belum tergarap. Ia memperkirakan, pasar rumah tangga menyerap 213.506 ton udang setahun lalu. Ini belum termasuk konsumsi pasar institusi (hotel, restoran, dan katering).

Selama ini kekurangan bahan baku udang juga dikeluhkan industri pengolahan. Menurut Thomas, kapasitas terpasang unit pengolahan ikan (UPI) untuk udang sebesar 80 ribu ton, sedangkan realisasinya hanya 18.500 ton. Akibatnya, pabrik terbebani dan terpaksa tutup. Saut membenarkan hal ini. “Ada 150 dari 570 UPI yang beroperasi, mengalami kesulitasn bahan baku. Realisasi ekspor 158.062 ton setara bahan baku 293.232 ton, sementara kebutuhan bahan baku pada saat itu sebesar 470 ribu ton,” bebernya. 

Pantura Layak

Desakan perlunya ketersediaan bahan baku udang yang kontinu mendorong Sharif C Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan, mencetuskan program revitalisasi tambak pantai utara (Pantura) Jawa untuk mendukung industrialisasi. “Saya pilih untuk tidak impor dan membantu produksi. Bekerjasama dengan petambak, meyakinkan perbankan membantu petambak untuk memproduksi udang,” jawab Sharif pada acara Forum Udang Nasional di Bogor, Jabar (24/5). Industrialisasi menciptakan daya saing usaha dan nilai tambah bagi perekonomian. Gaung industrialisasi ini akan digemakan pada acara Indoaqua di Makassar, Sulsel, 8-11 Juni 2012.

Sharif mencatat, sekitar 800 ribu ha tambak mangkrak (idle) tersebar di Pantura Jawa. Sebanyak 135.213 ha di antaranya layak direvitalisasi karena dekat dengan sarana dan prasarana pendukung budidaya. “Dipilih Pantura karena banyak populasi nelayan dan petambak yang miskin. Revitalisasi tambak bisa meningkatkan taraf hidup nelayan,” katanya. Untuk itu, ia mematok angka 135.213 ha tambak di Pantura Jawa (Banten, Jabar, Jateng, dan Jatim) tuntas direvitalisasi pada 2014. Budidayanya diarahkan menjadi semi-intensif dan intensif.

Jika sesuai target, diharapkan produktivitas udang naik menjadi 5-10 ton/ha/siklus. “Harapannya produksi udang menjadi 1,3 juta ton dalam tiga tahun. Kalau kita konsisten, ini akan menjadikan kita pengekspor udang terbesar di dunia,” ujar Sharif optimis.

Lebih jauh, revitalisasi tambak akan menyerap 400 ribu tenaga kerja yang setara 1% pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, devisa negara bisa naik menjadi Rp31 triliun – Rp34 triliun dari sumbangan ekspor udang sebesar Rp5,9 triliun. “Income para buruh tambak yang hanya Rp600 ribu - Rp800 ribu/orang menjadi Rp3 juta - Rp3,5 juta/orang,” tambahnya.

Enam Kabupaten

Sepanjang 2012, KKP akan merevitalisasi 82.870 ha tambak mangkrak di Pantura dengan sasaran produksi 102.925 ton. Namun, konsentrasinya ditujukan pada 20 ribu ha tambak di Banten dan Jabar, terutama Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Cirebon, dan Indramayu, berupa perbaikan saluran irigasi.

Terkait itu, KKP menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum (PU), PT PLN (Persero), dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dalam penyediaan prasarana pendukung. PU menyiapkan saluran primer dan sekunder, PLN menyediakan suplai listrik yang memadai, sedangkan BP Migas mendukung dengan bahan bakar murah bagi petambak. Perbaikan saluran irigasi mendapat kucuran dana Rp99 miliar dari PU dan Rp59,3 miliar dari KKP. Pengerjaan rehabilitasi saluran tambak diharapkan rampung pada November ini.

Dari luasan 20 ribu ha, “Ada 5.000 ha tambak yang  akan diperbaiki dengan dana APBN-P dalam bentuk pendalaman tambak, perbaikan tanggul, dan pemberian plastik mulsa,” ungkap M. Abduh Nurhidayat, Direktur Produksi, Ditjen Perikanan Budidaya, KKP. Tujuannya merangsang bergeliatnya usaha budidaya udang.

Enam kabupaten yang terlibat dalam rehabilitasi tambak terdiri dari 1.555 ha di Indramayu (Kec. Sindang dan Pasekan), 599 ha di Subang (Kec. Blanakan), 910 ha di Karawang (Kec. Tirtajaya), 664 ha di Cirebon (Kec. Kapetakan), 628 ha di Serang (Kec. Pontang), dan 645 ha di Tangerang (Kec. Kronjo). Penggarapannya ditargetkan rampung pada November 2012 sehingga udang bisa dipanen Januari-Februari tahun depan.

Dalam pelaksanaannya, petambak dikelompokkan dalam satu klaster dengan hamparan seluas 20 ha. Menurut Iin Siti Djunaidah, Direktur Prasarana dan Sarana Budidaya, Ditjen Perikanan Budidaya, KKP, kriteria calon lokasi tambak, yaitu tergabung dalam satu kelompok hamparan, arealnya sesuai untuk pengembangan hamparan seluas minimal 20 ha, dan status kepemilikan lahannya sah.

Di samping itu, pemilik lahan bersedia tambak dan salurannya ditata, memperbaiki pintu airnya secara mandiri; mengikuti teknologi anjuran (semi-intensif dan Intensif), menyiapkan pendanaan secara mandiri atau menjalin kemitraan dengan pihak ketiga, dan membuat pernyataan kesanggupan bermaterai.

Guna memperoleh kepercayaan perbankan, petambak akan didampingi konsultan teknis. “Siapa saja bisa menjadi konsultan teknis asal perbankan bisa percaya. Swasta yang betul-betul kompeten dimasukkan sebagai konsultan teknis,” kata Slamet Soebjakto, Dirjen Perikanan Budidaya, KKP. Konsultan teknis mendampingi petambak selama lima tahun untuk membantu menyiapkan lahan, memasarkan produk, hingga mengatur keuangan.

Hardi Pitoyo, petambak udang sukses di Banyuwangi, memuji niat baik KKP. “Yang paling penting sudah ada good will dari pemerintah. Pemerintah bangun regulasi dan pendukung, seperti bahan bakar, benih, listrik, dan perbankan. Perbankan harus diyakinkan sepenuh hati. Dampak pengembangan udang harus dipikirkan sejauh mana akan memperburuk keadaan lingkungan,” ujarnya.

Lain lagi tanggapan Enang Harris. Ide pemerintah bagus tapi usaha udang berisiko tinggi sehingga pengusaha harus dibantu penyuluh. Pengembangan udang di Pantura dinilainya kurang tepat sebab banyak limbah yang berisiko menimbulkan penyakit. “Kenapa nggak dipakai pantai barat Sumatera aja yang pantainya lebih bagus,” saran Guru Besar IPB itu.

Windi Listianingsih

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain