Senin, 28 Mei 2012

LIPUTAN KHUSUS : Ada Peluang di Balik Udang

Revitalisasi sudah di depan mata. Dukungan saprotam mutlak diperlukan. Bagaimana ketersediaannya?

“Kita ingin stakeholder lain ikut membantu, seperti investasi untuk kincir, pakan, benih, dan lainnya karena saya ingin menjadikan ini momentum menggeliatnya bisnis udang,” kata Sharif C Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Memang, revitalisasi tidak akan berjalan tanpa ada keterlibatan seluruh stakeholder, terutama pelaku industri sarana produksi tambak (saprotam). Tahun ini saja, revitalisasi 82.870 hektar (ha) tambak pantai utara (Pantura) Jawa, hitung Slamet Soebjakto, Dirjen Perikanan Budidaya, KKP, membutuhkan 44.500 pasang induk, 8 - 13 miliar benur, 164.680 ton pellet, 36 ton artemia, 80 ton cacing untuk pakan induk, dan 2.835 unit kincir.

Sedangkan 2014, kebutuhan saprotam menjadi 71 ribu pasang induk, 13 miliar benur, 342 ribu ton pellet, 58 ton artemia, 127 ton cacing, dan 4.625 unit kincir. Budidaya udang vanname diarahkan menuju semi-intensif dan intensif dengan padat tebar 80-100 ekor/m2.

Totok, begitu Dirjen itu disapa, mengakui ketersediaan saprotam untuk revitalisasi belum mencukupi, khususnya induk udang. Pasalnya, selama ini kita masih mengandalkan induk impor untuk menghasilkan benih unggul.

Benur dan Induk

Agus Somamihardja, Ketua Masyarakat Pembenihan dan Pembibitan Indonesia (MPPI) bidang perikanan, merinci kebutuhan benih udang. “Kebutuhan benur tergantung sistem budidaya yang dikembangkan. Kebanyakan petambak menggunakan semi-intensif, pemeliharaan 90 hari, padat tebar 40 ekor/m2, dan pertumbuhan rata-rata harian 19 gr/hari. Kalau kita mengacu target 82 ribu ha, dalam satu siklus produksi butuh benur sekitar 32,8 miliar ekor/siklus (8,2 miliar ekor/bulan),” ungkapnya di acara Forum Udang Nasional. Untuk Jabar yang diharapkan panen pada Januari 2013, dibutuhkan 2 miliar benur/siklus (500 juta ekor/bulan).

Agus mempertanyakan kemampuan hatchery di Indonesia dalam memproduksi benur. Sebab, jika diestimasi berdasarkan kapasitasnya, hatchery di sini baru bisa menghasilkan 2,8 miliar benur/bulan. Kebutuhan Jabar dan Banten saja 500 juta ekor/bulan, sedangkan produksi baru mencapai 260 juta ekor/bulan. “Kita harus meningkatkan kapasitas produksi dua kali lipat. Hatchery yang ada harus bisa berproduksi sekitar 300%. Kasarnya, kita harus produksi empat kali dari yang ada saat ini,” tegasnya.

Untuk memenuhi kebutuhan 500 juta ekor benur bagi Jabar, diperlukan induk 500 pasang/bulan. Sedangkan kebutuhan 8,2 miliar ekor benur/bulan untuk Pantura membutuhkan induk 8.200 pasang/bulan. Menurut Doktor lulusan Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand ini, produksi benur bisa ditingkatkan dengan menaikkan padat tebar dari 100-200 ekor/m2 menjadi dua kali lipat, percepatan siklus produksi, dan renovasi hatchery yang ada. Produksi induk dilakukan dengan membangun nucleus center di dalam negeri untuk menghasilkan induk Specific Pathogen Free (SPF). Ia menyarankan revitalisasi dilakukan bertahap, menyesuaikan lokasi hatchery.

Pakan, Kincir, Probiotik

Sementara itu, kesanggupan penyediaan saprotam datang dari pengusaha pakan, kincir, dan probiotik. “Kami siap mendukung revitalisasi. Stok kincir selalu tersedia baik di Jakarta, Surabaya, maupun Makassar. Begitu juga dengan spare part-nya,” ujar Anthony, Managing Director PT Teco Multiguna Elektrik, perusahaan kincir air di Jakarta. Penggunaan kincir memperlancar suplai oksigen di tambak dan menggiring limbah ke satu titik sehingga memudahkan pembuangannya. Menurut Anthony, penggunaan kincir hemat energi meningkatkan daya saing petambak guna menciptakan efisiensi usaha.    

Hal senada diutarakan Widyatmoko, Manager Research & Technical Service Aquafeed Operation PT Suri Tani Pemuka, produsen pakan ikan dan udang terkemuka. “Kalau 5.000 ha secara intensif butuh pakan 5-6 ton/ha/siklus berarti sekitar 25 ribu ton /siklus. Anggaplah 20 ribu ton/siklus. Dalam 4 bulan ‘kan cuma 5 ribu ton, dibagi 8 perusahaan cuma sekitar 600 ton. Masih sangguplah,” ucapnya enteng.

“Kita siap untuk berkolaborasi dengan seluruh stakeholder,” kata Sugeng Pujiono, General Manager PT Sanbe Farma Pharmaceutical Manufacturer, produsen probiotik dan vaksin ikan dan ternak di Bandung. Sugeng memperkirakan kebutuhan probiotik untuk revitalisasi 82.870 ha tambak sebesar 1.325 ton/siklus dengan dosis rendah 16 kg/ha tambak di kedalaman 1 – 1,5 m dan padat tebar udang maksimal 75 ekor/m2. Sedangkan kebutuhan vitamin tergantung padat tebar dan pakan yang diberikan. Dosis pemberian vitamin sekitar 1 gr/kg pakan.

Di tengah dukungan itu, beberapa kalangan menilai pelaksanaan revitalisasi terkesan terburu-buru. Keberhasilannya pun diragukan. Kita tunggu saja.

Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain